[caption id="attachment_189543" align="aligncenter" width="544" caption="Peniti mas Bowo"][/caption]
Di usiaku yang menginjak 30 tahun tiba-tiba membuatku risih, emak terus menanyakan siapa pacarku, kapan aku nikah. Yang membuatku risih karena membuat emah resah, karena aku satu-satunya lelaki yang ada dirumah, semua kakak-kakakku sudah berumah tangga dan menetap di tanah kelairan emak di Sumatra sana.
Hari hari puasa begini rasanya enggan untuk meninggalkan tempat tidur, selain dingin mungkin makan sahur tadi kelewat banyak sehingga rasa kantuk tiap kali kekenyangan mendera.
"Mas ........ dicari Bosse suruh cepat datang, yang ngantri sudah banyak ....." teriak Reni diujung telephone.
"Waduh motor-ku bocor gimana nih...." untung begitu nerima telephone Reni aku ingat semalam aku harus menuntun motor hampir 1 km karena ban belakang bocor kena peniti, dan semalam motor aku tinggal di tempat tambal ban.
"Ya sudah tak jemput kerumahmu, aku berangkat sekarang." teriak Reni, dan ponselku berbunyi tut.. tut ...berarti dia telah mematikannya.
Segera aku meloncat dari tempat tidur dan segera mandi, dan selang 15 menit kemudian terdengar motor berhenti di halaman depan, dan terdengar sayup-sayup emak ngobrol dengan pengendara motor yang tak lain Reni yang menjeputku.
Dan sebentar kemudian aku sudah rapi, dan segera menghapiri Reni yang sedang ngobrol dengan emak yang sedang menyapu halaman depan. Emak senyam-senyum melihatku berangkan berboncengan dengan Reni. Ada yang beda dengan senyum emak kali ini.
Dan siang harinya lagi Reni mengantarkanku pulang lagi dengan motornya. Dan setelah ngobrol dengan emak sebentar Reni pamitan dan segara pergi, namun baru 100-an meter motor Reni berhenti, dan aku segera lari ke jalan, ternyata ban motornya ikut kempes, peniti menusuk ban belakangnya. Motor aku tuntun dan Reni mengikuti di belakangku, sementara Reni kembali ke rumahku aku langsung menuju tambal ban yang 300 meter dari rumahku.
Motor Reni aku tinggal di tambal ban, sementara aku pulang dengan motorku yang aku ditambal ban semalam.
Emak senyam-senyum ketika aku sampai dirumah, dan segera aku mengantar Reni pulang.
Dan pagi harinya aku menjemput Reni untuk berangkat kerja, dan siangnya Reni ikut lagi kerumahku mengambil motornya yang kemarin terkena peniti di depan rumahku.
Lagi-lagi emak-ku tersenyum aneh sekali ketika aku datang dan pergi dengan Reni.
Apakah ini ulah peniti-peniti yang biasa buat mengancing beha emak? Apakah ini ulah emak nyarikan jodoh aku? Mengapa emak kelihatan bahagia dengan kejadian-kejadian ini? Bagaimana dengan Reni?
Tapi semenjak kejadian kemarin aku dan Reni rajin sms-an dan menelephon untuk membangunkan ketika makan sahur tiba.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H