Ada yang nggak biasa pagi ini di Warung Kopinya Mbah Tekluk, puluhan anak sekolah SMU datang ikut nongkrong sambil ngopi.
"Buk... aku lulus...." salah seorang diantara terdengar menelpon ibunya. Yang kemudian disambut gelak tawa diantara mereka, karena jawaban ibu yang ditelepon, "Peneran......".
Mereka tertawa karena orang tua mereka acuh akan kelulusan anaknya, karena target orangtuanya cuma lulus SMU, nggak bakalan mau membiyayai lagi kalau melanjutkan kuliah.
Dengan lulusnya anak mereka berarti sudah berkurang beban mereka, untuk ukuran kota seperti Ponorogo bisa menyekolahkan anak sampai SLTA merupakan hal yang luar biasa, namun bila nggak mampu menyekolahkan sampai SLTA malu sama tetangga.
Kali ini pihak sekolah mengumumkan lewat internet, sekolah nggak mau ada keributan maupun keriuhan di sekolah.
Hal ini mungkin bisa untuk mengurai konsentrasi massa anak sekolah, sehingga perayaan yang diluar kendali bisa di minimalkan.
Namun namanya anak jaman sekarang kalau tradisi nggak dilakaukan jadi kurang abdol, corat-coret baju seragam, bergantian mereka saling membubuhkan tanda tangan, tak lupa 'mbak Rien" si penjual kopi ikutan membubuhkan tanda tangannya, iseng-iseng sambil promosi.
Sekarang-adalah sekarang, urusan nanti adalah urusan belakangan, mungkin itu yang di benak para lulusan.
Paling tidak sesaat mereka akan serasa lepas dari rutinitas dan target pembelajaran, gembira sesaat selagi bisa.
Sebentar lagi mereka akan menghadapi kejamnya hidup, mencari pekerjaan, mencari sekolah bagi yang mampu, terhenti rutinitas yang otomatis banyak pengangguran.
Adakah kesalahan di model pendidikan negara kita? atau memang orang kita lebih menyukai hal instan meski cuma sesaat?