Mohon tunggu...
Nanang Diyanto
Nanang Diyanto Mohon Tunggu... Perawat - Travelling

Perawat yang seneng berkeliling disela rutinitas kerjanya, seneng njepret, seneng kuliner, seneng budaya, seneng landscape, seneng candid, seneng ngampret, seneng dolan ke pesantren tapi bukan santri meski sering mengaku santri wakakakakaka

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Jamasan dan Kirab Pusaka di Ponorogo

31 Juli 2015   11:34 Diperbarui: 12 Agustus 2015   04:40 913
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 "menyimpan dan menjaga apa yang pernah dimiliki para leluhur kita, adalah sama seperti menjaga kehormatan negeri ini"

Ponorogo, 31 Juli 2015

Tulisan ini hampir 1 tahun nge-draft (belum terpublish), dan menjelang hari jadi Ponorogo tulisan ini barus sempat saya buka kembali.

Satu kebanggaan tersendiri ketika kami diberi kesempatan dan diberi kepercayaan untuk mengabadikan acara budaya dan pariwisata di Ponorogo, kami yang tergabung dalam group Beku. Saya, Shandy Miraza, Damar Sasongko, Deby Cahyo , serta teman teman lainnya. Satu tekad kami ingin mengenalkan Ponorogo dengan cara kami, baik lewat photo maupun tulisan meski kami dari berbagai latar belakang pendidikan atau berbeda pekerjaan. Baik budaya, wisata, kuliner, atau bahkan serba-serbi Ponorogo.

Berikut ini liputan kami tentang Jamasan dan Kirab pusaka di Ponorogo tersebut :

"Menyimpan dan menjaga apa yang pernah dimiliki para leluhur kita,  adalah sama seperti menjaga kehormatan negeri ini" begitu diantara kata-kata sambutan bupati Ponorogo ketika menyerahkan pusaka ke petugas penjamas, dan petugas kirab. Acara yang dihadiri para anggota muspida, pejabat dilingkungan pemda dan dewan, serta para tokoh masyrakat Ponorogo.

Menjamas pusaka adalah proses memandikan/membersihkan pusaka dengan maksud untuk merawat dan menjaga pusaka supaya tetap bebas dari karat sehingga terjaga dari kerusakan. Proses menjamas/merawat pusaka ini dimulai dari proses membersihkan dari karat / mutih, mewarangi, hingga meminyaki dan memberi wewangian pada pusaka. Keseluruhan proses ini disebut proses Jamasan Pusaka. Dan yang terpenting dari seluruh proses ini adalah sikap batin kita yang harus menghormati dan sama sekali tidak meremehkan. Hal tersebut merupakan penghormatan kita atas kerja sang empu pembuat pusaka dan atas berkah Tuhan yang diberikan pada pusaka tersebut.

Dan merupakan bentuk rasa terima kasih pada para pemimpin kita yang terdahulu yang pernah memakai pusaka-pusaka yang dijamas, dan penghormatan pada barang-barang yang pernah ikut berjasa dalam berdirinya suatu wilayah baik secara lahiriyah maupun batiniyah. Karena konon pusaka-pusaka yang dijamas ini pernah dipergunakan para pemimpin dalam mempertahankan martabat kabupaten, menumpas kejahatan, serta menjadi simbol sejak kabupaten berdiri sampai sekarang.

Dengan dilakukan jamasan diharapkan benda pusaka atau peninggalan bersejarah ini awet dan tidak rusak digerogoti korosi, sehingga masih bisa dinikmati para generasi selanjutnya.

Terlepas dari sudut pandang kepercayaan, juga bertujuan untuk mengenang, bernostagia serta pembelajaran pada generasi sekarang tentang sejarah masa lalu.

 
Pusaka-pusaka tersebut adalah sabuk Cinde Puspito, Tombak Tunggul Nogo, dan Payung Sonsong Tunggul Wulung. Ketiga pusaka ini diserahkan bupati kepada panitiya jamasan agar dilakukan perawatan sebagaimana mestinya. Penyerahan dilakukan di Ndalem Pringgitan (rumah dinas bupati) yang berada di belakang pendopo seutaranya alun-alun Ponorogo.

Selanjutnya ketiga pusaka tersebut dinaikan mobil pik-up dengan pengawalan dari polisi, tentara, dan satpol pp. Para petugas yang membawa pusaka rata-rata para pejabat eselon di Ponorogo yang selanjutnya menuju makam Setono makam Raden Katong. Di makam Setono ini dilakukan doa bersama, semoga para pendiri atau para pendahulu yang babad Ponorogo diampuni segala kesalahan, kekurangan, dan kekhilapan serta diterima segala amal dan perjuanganya. Doa bersama ini merupakan bentuk rasa terima kasih kepada para pendahulu, sehingga Ponorogo bisa seperti keadaan yang sekarang ini.

Setelah doa bersama dilakukan jamasan, jamasan mengunakan 7 sumber mata air yang diantaranya sumber dari mata air telaga Ngebel, sumur masjid Tegalsari, sumber air di gunug Kucur, sumur lama di komplek masjid Setono, air sendang Wayang Pulung, , sumur di masjid Tajug. Dan siang harinya dilakukan kirab pusaka yang dimulai dari komplek makam ini menuju pendopo kabupaten tempat dimana pusat pemerintahan sekarang dan tempat pusaka tersebut disimpan.

Dan berikut ini photo-photo prosesi tersebut yang diambil dari group  Beku

 

 
Kirab ini bersamaan dengan prosesi kirab budaya puncak dari kegiatan Grebeg Syuro, menurut bupati Ponorogo acara ini diadakan untuk menggali dan melestarikan sejarah asal muasal Ponorogo, dan untuk memberikan hiburan bagi masyarakat, gawe gemuyune wong cilik seperti selogan bupati pertama, dan sekaligus untuk menarik pengunjung luar daerah untuk berkunjung ke Ponorogo untuk mengenal dan ikut meramaikan kepariwisataan Ponorogo.

14131563641910468287
14131563641910468287
Group Beku

 

*) salam budaya
*) selamat hari jadi ponorogo
*) selamat datang di ponorogo

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun