"Aku pingin pisau buat ngiris daging dan parang buat mecah kelapa," ujar istri saya, sambil geleng-geleng saya mengiyakan.
"Mas Parang dan pisau besar Satus...," kata Haji Syahri.
"Manut mbah, uangnya seratus sekarang atau nanti?" ganti saya yang bertanya.
"Mangke mawon yen pun dados," jawab Haji Syahri, sambil mengambil pelat besi bekas peer ke arah Mas Karyono yang bertugas membakar besi.
"Ojo lali diphoto, Bapake seneng, ibune seneng, Pandene besi yo seneng...." ujar haji Syahri sambil tertawa.
Saya langsung menyiapkan kamera, ISO 640, F 3.5 dengan kecepatan 1/160 secon, dan saya memakai lensa 10-22 saya pasang auto pada 10 mm.
"Jangan lari lo mas, cemen yen lari...." Pak Jumadi mengejek saya, saya pun jadi malu tidak boleh lari kali ini.
Saya berlindung di balik tiang lapak, di belakang Haji Syahri dengan harapan semburan api akan mengenai Haji Syahri dulu, lalu tiang dan baru saya. "Jangan sembunyi disitu, sini agak maju...." sambil menunjuk tempat agar saya maju ke tempat itu.
Besi sudah membara dan berubah ukuran, dengan pengait yang panjang Haji Syhari mengambil dari mulut dapur yang dipompamas Karyono, dan diletakannya pak besi tatakan, dan pak Jumadi segera memukul dengan godam besar, dan diikuti Haji Syahri bergantian.
"Byaaaaaaaarrrr..........................."