Mohon tunggu...
Nanang Diyanto
Nanang Diyanto Mohon Tunggu... Perawat - Travelling

Perawat yang seneng berkeliling disela rutinitas kerjanya, seneng njepret, seneng kuliner, seneng budaya, seneng landscape, seneng candid, seneng ngampret, seneng dolan ke pesantren tapi bukan santri meski sering mengaku santri wakakakakaka

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Johannes Karundeng Mengajari Kami Mencintai Budaya

21 September 2014   22:45 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:00 865
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="" align="aligncenter" width="507" caption="Jenius pemilihan lokasinya, cekungan Dam Cokromenggalan mirip tribun (dok Shandy)"][/caption]

"Johannes Karundeng", begitu ia memperkenalkan diri sambil salaman, dan diikuti 8 pemuda yang usianya jauh di bawah kami, pemuda-pemuda itu siswa SMK Ubud Bali datang ke Ponorogo atas prakarsa Johannes Karundeng, dia memfasilitasi dan memotivasi adik-adik SMK Ubud Bali itu untuk menonton, memotret, serta mengenal Reyog Ponorogo. [caption id="" align="aligncenter" width="540" caption="Johannes Karundeng memperkenalkan diri (dok pri)"][/caption] Dia datang berombongan dengan memakai mobil van, dan sebelumnya sudah mengontak salah satu teman kami (Adrin), dia minta untuk disiapkan pentas reyog komplit, dengan nuansa pedesaan, dan dipentaskan di kala petang datang. Suatu kebahagiaan ikut bergabung meski kapasitasnya hanya menemani, namun suatu pelajaran berharga atas momentum saat itu. Karena baru kali ini ada pesanan begituan. [caption id="attachment_324863" align="aligncenter" width="480" caption="Antusias adik-adik SMK Ubud Bali atas penjelasan mas Adrin (dokpri)"]

1411286029876482660
1411286029876482660
[/caption] [caption id="attachment_324900" align="aligncenter" width="486" caption="tertegun dengan kepala macan berhias mahkota merak (dokPri)"]
1411289014340529246
1411289014340529246
[/caption]

Luar biasa teman-teman bisa menterjemahkan permintaan via telepon itu, dipilihnya lokasi Desa Cokromenggalan sekaligus group reyognya, dan Dam Cokromenggalan yang rindang banyak pepohonan yang jauh dari rumah penduduk, dan berbentuk cekungan diharapkan penonton bisa melihat dari batu terasering yang menyerupai tribun, dan minimnya cahaya diakali dengan membuat oncor (penerangan tradisional dari bambu yang dikasih sumbu dan memakai minyak tanah). Dan ijin ke lingkungan, dan disarankan habis magrib, selain agar tidak mengganggu ibadah sholat magrib juga biar enak sama lingkungan.

Johannes karundeng tiba pukul 3-an sore, hari sudah mulai gelap karena saat itu mendung menyelimuti, sesuai dengan permintaannya untuk ikut terlibat mulai dari proses awal, merakit reyog, rias penari, sampai persiapan gamelan. Kedatangannya disambut gamelan bertalu-talu sebagai penghormatan untuk tamu yang akan datang, gamelan dibunyikan juga merupakan simbol bila tempat gamelan tersebut ada hajatan, mirip kentongan tanpa diundangi dengan suara gamelan orang akan berdatangan dengan sendirinya.

Begitu antusiasnya adik-adik SMK Ubud Bali bertanya dan kagum akan seni reyog, bertubi-tubi bertanya dan kami sempat kewalahan menjawabnya, namun ini sudah menjadi seni keseharian daerah kami bisa dan tidak bisa kami harus menjawab, dan harus dengan benar.

[caption id="attachment_324864" align="aligncenter" width="480" caption="bergantian merias diri (dokpri)"]

1411286225807886139
1411286225807886139
[/caption] [caption id="attachment_324865" align="aligncenter" width="480" caption="selain pinter menari mereka juga pinter merias diri"]
1411286351803432004
1411286351803432004
[/caption] [caption id="attachment_324867" align="aligncenter" width="480" caption="Johannes Karundeng mengikuti dan mengabadikan dari tiap proses awal sampai akhir (dok pri)"]
1411286598802088068
1411286598802088068
[/caption]

Mereka kagum karena para penggiat seni sendiri masih berusia muda seumuran mereka, dengan mandiri mereka mempersiapkan diri, merias diri, dan bergantian satu dengan lainnya. Dan orang yang lebih tua tinggal mengawasi dan mengarahkannya. dan tak jemu-jemu mereka mengabadikan dengan jepretan maupun video, dan sesekali kami harus menjawab apa yang mereka tanyakan. Dan Johannes Karundeng dengan sabar menjawab dan membantu adik-adik itu dalam mengambil gambar. [caption id="" align="aligncenter" width="486" caption="Berdoa sebelum pertunjukan agar selamat (photo Shandy)"][/caption] Sehabis sholat magrib reyog diberangkatkan menuju Dam yang berjarak 300 meter dari tempat rias sekaligus home reyog. Sebelum dimulai sesepuh seni reyog memimpin memanjatkan doa agar selama pertunjukan selamat tidak ada aral melintang. Dam yang selama ini dikenal angker dan bersebelahan dengan kuburan menjadi riuh, penonton berdatangan karena mendengar alunan gamelan yang ditabuh bertalu-talu sejak ashar. [caption id="attachment_324895" align="aligncenter" width="540" caption="Dengan tertip penonton sekitar lokasi Dam Cokromenggalan menonton dari tepi dengan menggunakan penerangan oncor yang disediakan oleh penyelenggara (dokPri)"]

1411288795551951020
1411288795551951020
[/caption]

Jenius..... Teman saya memilih Dam Cokromenggalan ini untuk pementasan, selain nuansa pedesaan, juga mirip tribun, cekungan yang berupa plesengan (teras iring) bisa dipakai penonton untuk menikmati dari atas tanpa harus maju yang akan mengganggu penari tampil, sementara Johannes Karundeng dan adik-adik dari SMK Ubud Bali berbaur di pinggir dekat penari, dan sembari ceprat-cepret mengabadikannya. Dan mereka lucu-lucu dengan pakaian warok lengkap dengan blangkon.

[caption id="" align="aligncenter" width="500" caption="Pentas tari warok (dok Shandy)"][/caption] [caption id="attachment_324884" align="aligncenter" width="486" caption="Johannes Karundeng diantara penonton dan penari (dok pri)"]

1411288330799007706
1411288330799007706
[/caption] [caption id="attachment_324888" align="aligncenter" width="486" caption="Adik SMK Ubud Bali ikut menari (dokPri)"]
14112885091090181180
14112885091090181180
[/caption]

Interaksi tamu dan penonton serta dengan penari atau kelompok seni benar benar tercipta, keakraban dan saling menghargai serta saling mengagumi terbalut dalam pestas malam itu. Tamu puas, group reyog seneng, masyarakat sekitar seneng, dan penyelenggara seneng. Satu pelajaran berharga karena belum pernah ada pementasan yang semua serba terlibat begini.

[caption id="attachment_324891" align="aligncenter" width="486" caption="photo bersama di akhir pementasan (dokPri)"]

14112886561016674210
14112886561016674210
[/caption]

Ada yang bisa kami petik dari pementasan malam itu, sekaligus ada pembelajaran dari Johannes Karundeng meski hanya tersirat tanpa terucap karena rendah hati beliau.

Pertama; Cara menyajikan reyog buat tamu, sesuai  dengan keinginan konsumen meski konsumen tidak ikut campur dalam pakem seni reyog sendiri. Kedua; Reyog bisa dijual, tampilan bisa dijual tinggal bagaimana group reyog siap setiap saat diminta tampil sesuai dengan permintaan konsumen. Ketiga; Pentingnya adanya EO yang bisa menjembatani antara group reyog dan konsumen, serta memfasilitasi pada setia tamu baik dari  luar daerah atau dari lokal sendiri. Keempat; Terlibatnya anak-anak muda penerus, yang akan menjadi penerus reyog itu sendiri, seperti diperkenalkannya adik-adik SMK Ubud Bali untuk mencintai budaya. Kelima; Masukan buat pemerintah daerah dan penggiat seni untuk mempersiapkan diri tren ke depan dalam pementasan seni Reyog agar tidak monoton dan ada variasi meski tidak harus mengubah pakem. Berawal dari itulah bulan depan kami diminta mempersiapkan Seni reyog yang tampil di Mall yang akan dihadiri tamu-tamu penting dalam sebuah rapat. Satu tantangan tersendiri buat kami untuk hal itu. Dab 2 bulan lagi ada pesanan untuk tampil di luar kota dengan konsep malam hari lagi.

Kita pasti bisa... Kita pasti bisa..... Sebagai motto kami, Kalau bukan kita siapa lagi?

Terima kasih Johannes Karundeng, terima kasih adik-adik SMK Ubud Bali atas ilmu dan apresiasinya buat kebaikan kami ke depan.

"Terima kasih atas keakraban dan sambutannya pada kami dan rombongan, hubungi  kami bila datang ke Bali, kami akan membalasnya, sekali lagi terimakasih dan salam buat teman-teman semua" bunyi SMS Johannes Karundeng 2 hari setelah pementasan itu.

*) Salam Njepret

*) Salam Budaya

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun