[caption id="attachment_326601" align="aligncenter" width="600" caption="Coban Lawe, air jerni belum terkontaminasi"][/caption]
Sejak jaman SD saya sudah mengetahui kalau di desa Krisik kecamatan Pudak (dulu ikut kecamatan Sooko) ada grojokan didalam hutan, waktu itu saya dan teman-teman mencari semacam jamur dalam hutan buat lauk, karena di dalam hutan itu banyak kayu lapuk yang ditumbuhi jamur-jamur hutan. Rasa penasaran kala itu ketika melewati daerah tersebut mendengar suara gemuruh seperti banjir, meski tidak berani mendekat kami dapat menyaksikan grojokan dari balik lebatnya hutan primer (hutan lindung). Namun begitu ketahuan orang desa setempat saya dilaporkan pada orang tua saya, karena waktu itu daerah tersebut angker.dan orang tua kami melarang, sampai kami dimarahi guru wali kelas untuk jangan mendekat tempat itu karena curam, licin dan waktu itu ada kasus pembunuhan yang dibuang di daerah itu.
Kemarin sore saya bertemu dengan saudara sepupu yang kebetulan dia pegawai Perhutani dan tempat tinggalnya masih di daerah tersebut, dia mengetahui kalau hoby saya kluyuran dan ceprat-cepret, dia ceritakan bahwa ada air terjun di daerah Ngreco Desa Krisik Kecamatan Pudak, air terjunnya bagus dan jernih dan masih menjadi area tugasnya.
"SMP Pudak belok kiri mas terus naik ke dusun Ngreco mas?" penasaran saya
"Iya, la sudah tahu gitu lo..." kata kakak sepupu saya.
"Dulu jaman SD mas saya pernah ngintip kesana, tapi kena marah bapak katanya gawat, betul masih gawat mas?" cecar saya.
"Sudah ndak gawat, tapi musti ati-ati jalannya kana-kiri jurang, ikuti jalan setapak saja, motor bisa sampai atas dan nanti jalan kaki 500 meter, motor taruh di atas saja aman..." kakak sepupu memberi penjelasan.
[caption id="attachment_326602" align="aligncenter" width="600" caption="Meski cuma 2-3 an km, namun jalan masih setapak rute pencari rumput"]
 Dan sore tadi jam 3 saya berangkat dari kota Ponorogo, sesampai di pertigaan SMP Pudak jam 4 an sore dan segera saya mampir di Sekretaris Desa (Sekdes) Krisik Pak Bani, dengan senang hati pak Sekdes mengantar ke lokasi Coban Lawe, jalan menanjak dan berkelok melewati perkebunan penduduk yang ditanami wortel, kobis, sawi, dan kopi. Kurang lebih 2 km dari jalan utama kami sampai pertigaan perbatasan antar kebun penduduk dengan hutan pinus, dan terus naik ambil kanan mengikuti motor Pak Sekdes sampai pertigaan masuk hutan primer (bukan lagi hutan pinus), melewati jalan setapak yang saban hari dilewati motor oleh penduduk untuk mencari rumput meski berdebu tapi tidak terjal, namun harus hati-hati karena kanan kiri curam. Dan sesekali harus berhenti bergantian jalan dengan pencari rumput.
[caption id="attachment_326609" align="aligncenter" width="600" caption="pencari rumput sudah modern, angkut pakai motor"]
Dan jalan semakin mengecil dan mobil atau roda empat harus berhenti, dan harus berjalan kaki atau berganti  motor untuk  bisa lebih mendekat, kurang lebih 500 meter lagi dari parkir mobil motor pun harus berhenti karena jalan semakin kecil dan tidak mungkin dilewati motor. Jalan kecil menyusuri sungai yang airnya jernih dan kanan kiri pohon-pohon besar serta nampak gunung Wilis begitu gagahnya di depan mata.