Banyak diantara mereka adalah pencari koin yang sudah berumur dewasa, suaranya lantang dan sering menggertak bila tidak dikasih koin.
"Awas kon..... motret tapi nggak ngasih koin...." sambil menunjuk ke arah pemotret yang ada di kapal fery.
Maka berhati-hatilah bila memotret dan tidak melemparkan uang, mereka bisa marah dan mengejar. Seperti preman mereka tidak mau kalah (mengalah) dengan anak-anak yang umurnya jauh dibawah mereka. Seakan pertunjukan yang mereka tampilkan harus diapresiasi dengan uang, tentu kita yang sudah menikmati juga harus punya konsekwensi, diberi dan ganti memberi.
[caption id="attachment_332730" align="aligncenter" width="600" caption="Fery segera bersandar, rejeki segera datang menghampiri mereka"]
![14149651921518731587](https://assets.kompasiana.com/statics/files/14149651921518731587.jpg?t=o&v=700?t=o&v=555)
[caption id="attachment_332729" align="aligncenter" width="600" caption="sambil berlarian mereka menghitung perolehan"]
![14149650551690333492](https://assets.kompasiana.com/statics/files/14149650551690333492.jpg?t=o&v=700?t=o&v=555)
Berpuluh-puluh kapal fery yang sandar hilir mudik antara Ketapang-Gilimanuk, membuat mereka harus berlari dari dermarga satu ke dermaga lainya untuk mengais rejeki. Badan basah kuyup dan kulit legam menjadi ciri mereka. Berenang adalah keahlian mereka, kecepatan adalah motto mereka, siapa cepat dia dapat.Demi 10-20 ribu per hari mereka pertaruhkan nyawa.
"Selamat Jalan-jalan"
*) Salam Njepret
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI