[caption id="attachment_335004" align="aligncenter" width="600" caption="Bus Mira Yogyakarta-Surabaya"][/caption]
Yogyakarta (11/11/2014)
Hujan yang  mengguyur Yogyakarta kemarin sore membuat basah pakaian dan tas jinjing saya, untung tas ransel yang saya pakai dilengkapi fasilitas tahan air sehingga air tidak sampai membasahi  kamera dan elektronik yang selalu menemani kemanapun saya berpergian. Dari Rumah sakit Yap saya berlarian sambil menuntun teman (yang sudah seperti kakak saya sendiri) menuju halte diseberang jalan yang berjarak 300-an meter. Sore kemarin rencananya kakak saya mau tindakan pengobatan atas penyakit mata yang dideritanya di rumah sakit tersebut sesuai perjanjian dengan pihak sana, namun kakak saya kurang beruntung gula darah dan tensi darah naik.
Baju yang kami agak basah aroma bau tak sedap ikutan menguap, hampir 2 harian di perjalanan tanpa sempat mandi mungkin salah satu penyebanya. Tapi kami tidak sendirian hampir semua penumpang bus trans-Jojga bajunya nampak sama, kumal dan agak basah. Dan selepas magrib saya sampai di terminal bus Giwangan, langsung mampir ke mushola dan makan sore di warung langganan di dekat pemberangkatan bus trans-jogja. Hujan masih terus saja menggguyur meski tidak sederas ketika akan naik bus tras-jogja .
Setelah membayar peron, sambil menuntun kakak menuju tempat antrian bus jurusan Surabaya, yang kebetulan berada paling ujung. Sore kemarin sepi hanya ada 3 bus jurusan Jogja-Madiun-Surabaya, keadaan sepi tidak seperti biasanya, mungkin situasi hujan dan menjelang BBM akan naik membuat penumpang sepi. Berkali-kali kenek dan kondektur bus Mira merayu saya untuk segera naik karena bus segera berangkat. Namun saya masih saja berdiri di luar karena sambil menunggu pakaian saya kering, dan saya liat di atas bus hanya ada 5 orang. Sopir bus membunyikan klakson pertanda mengajak kami dan kru-nya segera naik karena bus disebelah bus Mira ini juga sudah membunyikan klaksonnya yang artinya mengusir untuk segera pergi karena jatah nge-temnya sudah habis.
"Ayo pak tak kancani teko Madiun tinimbang dewekan" kata saya ketika masuk dalam bus dan sambil menuju tempat duduk dibelakang sopir bus.
"Sepi mas, bisa beli solar atau nggak ini nanti, masa penumpangnya cuma 7, yang lima turun Solo dan Sragen, lan sampeyan turun Madiun, masa Madiun-Surabaya bus harus nggeret bangku kosong......" keluh sopir bus ketika menjawab pembicaraan saya.
Setelah selesai menarik ongkos kondektur dan kenek duduk didepan sejajar dengan sopir, keluh kesah mereka atas sepinya penumpang sore kemarin, pemasukan tidak ada 100 ribu kata kondektur.
Sesampai di terminal Solo penumpang turun 2 dan naik lagi 2, bus begitu longgar sopir mempersilakan penumpang selonjor dan tiduran sepuasnya. Dan berkali-kali tukang kontrol krue bus Mira naik turun, semua geleng-geleng sepi sejang sore tadi katanya.
[caption id="attachment_335005" align="aligncenter" width="600" caption="mereka bergerombol belum mau duduk, saling diskusi mengambil jalan keluar meski suudah dalam bus"]
Sesampai di daerah Sragen sopir mengerem mendadak dan membuat penumpang terbangun, nampak puluhan orang berdiri di pinggir jalan, kenek dan kondektur turun, hampir 10 menit keduanya belum naik juga, klakson bus dat-dot ditekan oleh sopis bus, dan tiba-tiba puluhan anak muda berebut naik, dan salah satunya mendekati sopir suruh menunggu 2 temannya yang masih buang air kecil, kalau tidak mau menunggu 2 temannya mereka mengancam mau turun.
"Wis to.... masio 1 jam tak tunggu, mau turun mana to?" tanya si sopir bus.
"Madiun pak...." jawab 4-5 orang diantara mereka kompak.
"Ayo cepet cari tempat duduk jangan bergerombol di jalan tengah..." teriak kenek
Namun anak-anak muda itu semakin riuh saling ngomong sendiri-sendiri.
"Sudah masuk semuaaaa...... "teriak sopir sambil tertawa kegirangan seperti sedang memancing dan mendapat ikan besar.
"Sudah pak......" suaranya kompa seperti paduan suara.
Tempat duduk yang semula kosong kini penuh, bahkan banyak yang masih berdiri. Tempat duduk jejer 3 yang semula saya pakai terlentang tak bisa lagi, kkarena 2 cewek duduk disamping saya. Dan mereka terus saja bicara, dari logatnya bermaam-macam meski usia mereka hampir sama.
[caption id="attachment_335007" align="aligncenter" width="600" caption="Riuh dan Gaduh, mirip studytour jaman SMA dulu"]
"Dari mana studytournya, busnya mogok atau gimana?" tanya saya sok akrab dan sok tahu. Tapi mereka masih saja asik sendir-sendiri, dan sebagian mereka terus saja menelephon dan sudah mendapatkan bus dan akan turun di terminal Madiun.
"Kami buka habis studytour, kami semua lari dari asrama yang disediakan pihak pabrik......" akhirnya cewek yang berhimpitan tempat duduk dengan saya menjawab.
"Ow kirain studytour, dan busnya mogok lalu dioper, la rumahnya mana?" tanya saya dalam sok tahuan.
"Campur.... macam-macam, saya Mojokerto, ada yang Trenggalek, Madiun, Malang, Jombang, Kediri...." jawab perempuan yang duduk berjajar dengan kakak saya tepat belakang kursi saya.
"Satu sekolahan dik?" saya terus bertanya.
"Ndak.... kami dikirim oleh badan diklat ke pabrik sini, tapi pabrik sini tidak seperti yang diceritakan oleh diklat, kami ditampung di rumah-rumah penduduk sekitar pabrik yang disekat-sekat mirip gudang yang menakutkan...." kata salah satu mereka yang tak saya sebutkan nama dan alamatnya, begitu nama pabrik serta nama diklat yang mengirim mereka.
[caption id="attachment_335009" align="aligncenter" width="600" caption="Krue bus Mira seperti mendapat durian runtuh"]
"Sekolah kami, dan sekolah yang ada di Jawa Timur bekerja sama dengan diklatm diklat melatih kami selama 30 hari, dan diklat mengirim ke Sragen ini, kami sudah lulus, dan kami menunggu sertipikat yang dijanjikan oleh diklat akan diberikan setelah magang di pabrik sini, namun situasi menakutkan dan kami kompak pergi sebelum meneken perjanjian, karena kalau terlanjur meneken perjanjian kita kena denda 30 juta, uang dari mana?" jelas mereka secara runtut.
"Disini dapat gaji berapa, dan sudah berapa hari?" tanya saya lagi
"Katanya disini dapat gaji sesuai UMR 940 ribu, bukan masalah gaji tapi masalah penampungan dan perjanjian yang menakutkan yang membuat kami lari..." jelas mereka lagi.
"Laa... rencana pulang kemana?" kata saya sambil jepret-jepret shelfie
"Semua mau turu Madiun, sambil menunggu pagi tiba...." jelasnya lagi
"Bus Mira ini nanti pemberhentianya terakhir di terminal Bungur asih Surabaya, kalau rumahnya Mojokerto Surabaya kok turun Madiun?" ungkap saya.
"Iya to... tak kirain cuma sampai Madiun saja...." jawab perempuan yang ada dibelakang saya.
[caption id="attachment_335010" align="aligncenter" width="600" caption="kakak saya, dan mereka terus saja berdiskusi"]
"Teman-teman.... bus ini sampai Surabaya, yang tun mojokerto bisa turun di terminal Mojokerto, dan yang Surabaya terus ke Surabaya, yang Trenggalek Ponorogo Madiun turun di terminal Madiun saja...." salah satu dari mereka sambil berdiri, dan suasana tambah gaduh karena mereka terlanjur banyak yang membayar cuma sampai Madiun.
"Tenang.... tenang...... yang sudah terlanjur membayar nanti tinggal nambah ongkos saja jangan panik...." teriak kondektur menenangkan adik-adik muda ini.
Sebagian dari mereka ada yang saling foto selfi dengan ponsel mereka, saling tukar pin bb, ada yang menagis, ada yang sedang menelepon rumah untuk dijemput bila sesampai di kota tujuan, muka sedih dari mereka tidak bisa ditutupi karena gagal untuk kali pertama mewujudkan impiannya untuk bekerja, mungkin saja kebanyakan dari mereka sedang lapar, mereka saling berbagi dan berebut roti dari bekal sebagian dari mereka.
Wajah lesu, tak semangat, keputus asaan dari penerus bangsa ini tampak ketara, sampai-sampai krue bus dengan sabar menenangkan dan menghiburnya, begitu juga penumpang yang lain. Kapasitas  tempat duduk 60 dikurangi 7 penumpang sebelumnya, bearti jumlah mereka lebih dari 50 orang.
[caption id="attachment_335036" align="aligncenter" width="600" caption="kondektur menenangkan diantara yang menagis, tampak sabar dan trenyuh dengan mengusap kepala mereka"]
[caption id="attachment_335013" align="aligncenter" width="600" caption="pedagang makanan yang keluar masuk bus di terminal Ngawi mereka cuekin, mereka masih bingung dengan nasib mereka sendiri, sebagian mereka tertidur kecapekan"]
Sesampai hutan barat Ngawi suasana agak tenang, hanya 1-2 diantara mereka saling telephone dengan orang rumah. Jalan berkelok dan bergelombang menbuat 3-4 dari mereka mabuk perjalanan dan muntah, kenek dan kondektur dibuat sibuk berlarian memberikan kresek hitam, dan menaruhkan pasir untuk menutupi muntahan yang berhambura di lantai bus.
[caption id="attachment_335008" align="aligncenter" width="600" caption="sopir bus mengurangi kecepatan, ada pemeriksaan polisi di Ngawi"]
Sesampai di dekat terminal bus Ngawi bus menepi tampak banyak polisi dipinggir dijalan, kelihatanya ada pemeriksaan polisi. bus tidak berhenti hanya memperlambat perjalanan. Dan 1/5 km dari tempat itu polisi juga banyak lagi, jalanan sedikit macet, ternyata ada truk tronton yang terguling. Lagi-lagi namanya anak muda mereka saling motret lewat tebalnya jendela untuk mengabadikannya.
"Bilang kepada temanmu yang rumahnya Ponorogo bisa bareng aku, aku bawa roda 4 tak titipkan di terminal Madiun...." tawar saya.
Namun mereka menggeleng, mungkin takut dengan kumis saya, selain itu mereka takut sama orang asing, dan mungkin juga tak ingin kali kedua tertipu dalam waktu yang hampir sama.
Sesampai  terminal Madiun kira-kira jam 23:30 an, dan saya dan kakak turun dan diantara mereka 10-orangan juga turun, para makelar dan pemilik mobil carteran mendekat.
"Ada yang jadi bareng samapai Ponorogo?" tanya saya lagi.
Namun niat saya itu malah membuat marah para pemilik mobil carteran itu, "Mas ngajak gegeran po piye...."
Tanpa saya jawab, saya langsung ngacir menuju tempat penitipan mobil dan meneruskan perjalanan pulang ke Ponorogo.
"Kita sudah susah ternyata masih banyak orang yang susah dari kita... " kata kakak saya, yang mebuat kami tertawa, mungkin yang lebih tertawa lagi malam itu adalah krue bus Mira. Wakakakakakakakaka
"Selamat Jalan Adik-adik......"
"Semangat masih ada hari esok buat kalian"
"Hati-hati jangan mudah kena rayuan gombal"
*) Salam dari kakak
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H