"Campur.... macam-macam, saya Mojokerto, ada yang Trenggalek, Madiun, Malang, Jombang, Kediri...." jawab perempuan yang duduk berjajar dengan kakak saya tepat belakang kursi saya.
"Satu sekolahan dik?" saya terus bertanya.
"Ndak.... kami dikirim oleh badan diklat ke pabrik sini, tapi pabrik sini tidak seperti yang diceritakan oleh diklat, kami ditampung di rumah-rumah penduduk sekitar pabrik yang disekat-sekat mirip gudang yang menakutkan...." kata salah satu mereka yang tak saya sebutkan nama dan alamatnya, begitu nama pabrik serta nama diklat yang mengirim mereka.
[caption id="attachment_335009" align="aligncenter" width="600" caption="Krue bus Mira seperti mendapat durian runtuh"]
"Sekolah kami, dan sekolah yang ada di Jawa Timur bekerja sama dengan diklatm diklat melatih kami selama 30 hari, dan diklat mengirim ke Sragen ini, kami sudah lulus, dan kami menunggu sertipikat yang dijanjikan oleh diklat akan diberikan setelah magang di pabrik sini, namun situasi menakutkan dan kami kompak pergi sebelum meneken perjanjian, karena kalau terlanjur meneken perjanjian kita kena denda 30 juta, uang dari mana?" jelas mereka secara runtut.
"Disini dapat gaji berapa, dan sudah berapa hari?" tanya saya lagi
"Katanya disini dapat gaji sesuai UMR 940 ribu, bukan masalah gaji tapi masalah penampungan dan perjanjian yang menakutkan yang membuat kami lari..." jelas mereka lagi.
"Laa... rencana pulang kemana?" kata saya sambil jepret-jepret shelfie
"Semua mau turu Madiun, sambil menunggu pagi tiba...." jelasnya lagi
"Bus Mira ini nanti pemberhentianya terakhir di terminal Bungur asih Surabaya, kalau rumahnya Mojokerto Surabaya kok turun Madiun?" ungkap saya.
"Iya to... tak kirain cuma sampai Madiun saja...." jawab perempuan yang ada dibelakang saya.