[caption id="attachment_337313" align="aligncenter" width="600" caption="Suasana Pasar Baru (Paser Baroe) ramai, pedagang di tengah jalan"][/caption]
Jakarta (23/11/14)
Sepulang dari ajang Kompasinival, paginya saya melanjutkan perjalan pulang melalui Stasiun Senen, hari masih jam 10-an pagi dan pemberangkatan kereta ditiket tertera jam 15:15, masih ada waktu panjang untuk menanti. Dan dengan meminjam motor pada saudara yang kebetulan kerja di daerah Senen. Dengan motor tersebut saya berkeliling melihat ikon-ikon Jakarta yang berada disekitar situ. Istiklal, Katedral, lapangan Ikada, dan Pasar Baru.
Dan lokasi yang terakir itu yang menarik perhatian saya, mirip gang panjang, sisi kanan kirinya petokoan bertingkat dan sisi pinggir jalan terhampar para pedagang mirip Malioboro di Yogyakarta. Tidak tahu mengapa orang-orang menyebut "Paser Baroe" tapi menurut petugas pakir tempat saya menitipkan motor, kata itu berasal dari bahasa Belanda , dan pasar tersebut sudah ada sejak jaman Belanda.
Namun sebenarnya harga disini terbilang mahal dibading harga ditempat lain, sepeti harga miniatur mobi-mobilan yang sebelum berangkat saya membeli seharga 15 ribu ditempat ini dihargai 25 ribu harga pas, dengan bentuk dan merk yang sama, mungkin Pasar baru ini sudah menjadi tempat tujuan pelancong dari luar Jakarta, nampak saudara-saudara kita dari luar Jawa sibuk berbelanja ditempat ini, begitu juga wisatawan mancanegara.
[caption id="attachment_337314" align="aligncenter" width="600" caption="petugas satpol pp, menertipkan para pedagang agar mobil dinasnya bisa lewat"]
Perhatian saya langsung tertuju ke arah petugas satpol pp yang berjalan dengan meniup peluit keras, mereka menghalau para pedagang yang berada ditengah jalan, mereka sabar sambil senyum-senyum tidak segarang yang diberitakan di tv-tv. Dan para pedangan-pun menarik lapak dagangannyamundur, dan tentunya mundurnya pedagang yang ada di badan jalan akan merangsek pedagang yang ada dibelakangnya.
"Liat-liat to kalau narik lapak..." protes mereka yang lapaknya berbenturan akibat temannya sesama pedagang menarik lapak agak menepi.
"Iya maaf, bentar aja entar kalau satpol pp sudah lewat lapak tak tarik lagi ke tengah" jawab pedagang tersebut sambil mengangguk.
[caption id="attachment_337315" align="aligncenter" width="600" caption="rombongan mobil dinas sapol pp"]
Sementara puluhan satpol pp yang berjalan terus melaju menuju pintu gerbang keluar. Dan sejenak kemudian 2 mobil pik-up dinas satpol pp juga masuk, dan para pedagang menarik kembali lapak daganganya agak menepi agar muat dilewati mobil, dan begitu mobil kedua lewat lagi.
"Ayo mundur, engkelnya biar muat dilewati engkel..." teriak salah satu satpol pp.
[caption id="attachment_337316" align="aligncenter" width="600" caption="engkel, mereka menyebut truk dinas satpol pp ini"]
Saya kebingungan dengan istilah engkel, jenis apaan itu? karena saya sering menggunakan istilah engkel untu jahitan, jahitan engkel yang artinya jahitan tungggal.
Namun penasaran saya itu segera mendapatkan jawaban, setelah ada truk dinas milik satpol pp lewat, benar saja truk tersebut beroda belakang tunggal  tidak seperti truk truk yang biasanya beroda doble disisi kanan-kirinya.
Pinter juga para satpol pp Jakarta menghalau pedagang agar tidak berjualan di jalan, dengan melewatkan kendaraan dinasnya pedagang mundur.
[caption id="attachment_337317" align="aligncenter" width="600" caption="begitu satpol pp selesai melewatinya, mereka menarik dan menata lapak dagannganya kembali ke tengah"]
[caption id="attachment_337320" align="aligncenter" width="600" caption="tenda-tenda dari terpal mereka bentangkan kembali ke tengah setelah mobil satpol pp lewat"]
[caption id="attachment_337321" align="aligncenter" width="600" caption="pedagang dan petugas satpol pp akrab saling rokok-an bersama, seperti tidak pernah terjadi ada apa-apa"]
Namun cerita tidak berhenti sampai disitu, begitu kendaraan lewat para pedagang langsung menarik kembali lapak dagannganya ke tengah, meski para petugas sapol pp berada disamping mereka. Dan petugas satpol pp tersebut uga tidak marah dengan keadaan tersebut, bahkan diantaranya asyik ngobrol dengan pedagang, dan salah satu diantaranya asyik menghisap rokok dengan pedagang di trotoar.
Hal tersebut saya konfirmasi pada salah satu pedagang yang lapaknya dilewati mobil satpol pp, "Kok ndak marah bu... lapak ibu ditarik lagi ketengah jalan?"
"Iya mas, itu hanya upacara rutin tiap hari, seremonil, kan kita-kita iurang 300 ribu tiap bulannya pada petugas keamanan...." jawab ibu pedagang tersebut sambil merapikan dagannganya di lapak yang barus dia kembalikan ke tengah.
[caption id="attachment_337319" align="aligncenter" width="600" caption="lengang, lapak-lapak didalam pertokoan dalam terlihat lengang sepi pembeli"]
"Kok ndak jualan didalam buk?" tanya saya lagi
"Didalam sepi mas, ndak ada pembeli, didalam cuma elektronik yang rame....." jawab si ibu, dan saya pun penasaran pengin lihat suasana di komplek pertokoan dalam, lapak-lapak sepi, dan hanya pedagang kamera dan lensa yang dikerumini 2-5 pembeli. Jadi tidak heran para pedagang itu punya alasan berjualan di jalan lebih menjanjikan dari di dalam komplek pertokoan.
Dan saya-pun tak pengin nanya pada petugas satpol pp, ringkas saya tidak pengin cari penyakit.
[caption id="attachment_337312" align="aligncenter" width="600" caption="Gubernur Ahok menyebut anak buahnya yang suka menelikuung dengan sebutan "]
Dan saya tidak mau menyimpulkan tentang apa yang saya lihat dan jepret ini, tapi saya menggaris bawahi ucapan gubernur Ahok di Kompasianival kemarin, jika dia sering ditelikung anak buahnya dengan mengecap anak buahnya yang suka menelikung itu dengan sebutan Kampret, sambil tertawa Ahok kampret itu mirip para Kompasiana yang hoby Njepret, katanya kemarin yang disambut geer-geeran...... dan mendapat aplaus panjang.
"Selamat Ulang Tahun Kompasiana"
"Aksi Untuk Indonesia"
"Salam Jalan-Jalan"
*) Salam Njepret
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H