[caption id="attachment_342765" align="aligncenter" width="600" caption="Warung pecel pak Katiran"][/caption]
Sudah hampir 20-an tahun saya mengenal warung pecel milik pak Katiran ini, warung jualannya di dekat jembatan Sekayu sebelum masuk kota Ponorogo dari arah Wonogiri. Meski didekat sungai namun jam 6 pagi orang sudah berjubel antri makan dan jam 9-an sudah tutup karena dagangannya habis. Sebenarnya di Ponorogo ada ratusan penjual nasi pecel, meski bahannya sama namun ada citra rasa yang berbeda-beda, mulai dari tingkat kepedasan sampai lauk yang melengkapinya. Dan para penjual nasi pecel ini biasanya berjualan antara 3-4 jam sehari. Begitu juga warung milik pak Katiran ini hanya buka jam 6-9-an pagi, kata istri pak Katiran biar segar sayur dan rasanya, kalau kelamaan dihidangkan rasanya sudah berubah. Namun begitu dalam rentang waktu itu warungnya bisa menghabiskan 40-60 kilo gram beras.
[caption id="attachment_342766" align="aligncenter" width="600" caption="Istri pak Katiran, dengan dapurnya yang masih tradisional dengan kayu sebagai bahan bakarnya"]
Bu Katiran bersama 6 orang karyawatinya kebagian memasak, sedang pak Katiran kebagian berbelanja. Nampak di foto atas bu Katiran menanak nasi menggunakan dandang dan kukusan di atas tungku yang menggunakan kayu bakar sebagai bahan bakarnya.
"Elpigi mirah kok masih pakai kayu bakar bu?" tanya saya sambil blusukan di dapur.
"Rasanya berubah mas, nasine ndak bisa pulen kalau pakai elpiji atau majik jer...." jawabnya.
"Mboten sangit to bu.... keluke kados ngaten....?" tanya saya.
"La niku sing marakne tiyang madosi mas....." jawabnya, entahlah saya ndak paham betul tentang memasak, yang saya tahu makan enak dan kenyang.
[caption id="attachment_342774" align="aligncenter" width="600" caption="Seporsi nasi pecel plus peyek teri dihargai 3 ribu rupiah"]
Menurut bu Katiran sehari bisa menghabiskan kacang tanah untuk bahan sambel 5 kg-an, bahan-bahan semua pilihan pak Katiran, kalau tidak baik pak tidak mau, karena pantang menurunkan mutu. Dan Sambal yang membikin pak Katiran sendiri, tidak digiling namun ditumbuk memakai lumpang dan alu yang terbuat dari kayu jeruk, katanya sambelnya biar sedap. Dan tidak digiling pakai mesin, alasannya aromanya seperti aroma bensin, tapi entahlah ini sudah dikerjakannya puluhan tahun.
Selain itu harga seporsi nasi pecel di warungnya hanya 3 ribu rupiah, naik 5 ratus rupiah paska kenaikan BBM ini yang tadinya cuma 2,5 ribu. Porsi makan disini tidak terlalu banyak dan tidak terlalu sedikit, sehingga jarang orang yang menyisakan, kasihan nasinya kalau sisa dan terbuang kata bu Katiran. Dan bila ingin nambah tinggal bilang tambah separoh atau penuh.