Mohon tunggu...
Nanang Diyanto
Nanang Diyanto Mohon Tunggu... Perawat - Travelling

Perawat yang seneng berkeliling disela rutinitas kerjanya, seneng njepret, seneng kuliner, seneng budaya, seneng landscape, seneng candid, seneng ngampret, seneng dolan ke pesantren tapi bukan santri meski sering mengaku santri wakakakakaka

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Potret Perempuan Penambang Pasir di Sungai Grindulu Pacitan

29 Januari 2015   16:45 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:09 556
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_348505" align="aligncenter" width="600" caption="Perempuan-perempuan ini menyelam dalam air untuk mengeruk pasir dan muncul lagi dengan secikrak pasir, dan menaruh pasir pasir itu pada ban dalam bekas yang dialasi supaya pasir mengapung, tampak jembatan tempat kendaraan saya menyeberang"][/caption]

Pacitan, 28/01/15

Perjalanan berkelok dan berbatu menuju Pacitan harus ekstra hati-hati, karena selain truk membawa batu juga truk-truk pembawa pasir keluar-masuk dari Sungai Grindulu. Rasa penasaran membuat saya membelokkan kemudi untuk menepi dan terlihat di sungai yang curam dan airnya berwarna coklat beberapa benda hitam mengapung di sungai dan didorong-dorong oleh para perempuan.

Dan saya terus mencari jalan agar kendaraan saya bisa mendekat dan memasuki sungai, kurang lebih memutar 5-an km saya baru mendapatkan jembatan untuk dilewati agar mobil bisa sampai ke seberang. Karena sisi utara (tepi jalan) terlalu curam, sedang sisi selatan area persawahan yang lebih landai bisa dilewati kendaraan.

[caption id="attachment_348512" align="aligncenter" width="600" caption="Tampak beberapa perempuan menyelam, dan lainnya lagi menaikkan pasir ke truk, dan di deket truk ini saya memarkir kendaraan"]

14224967971898970114
14224967971898970114
[/caption]

Kekaguman saya makin jadi manakala terlihat para perempuan keluar-masuk mesnyelam dalam air untuk mengeruk pasir dari dasar sungai, dan lainnya lagi menarik ban-ban yang sudah penuh dengan pasir ke tepi sungai, dan sebagian lagi menggotong pasir tersebut untuk dinaikkan ke atas truk.

Luar biasa, kalau di hulu (atas) para perempuan memecahi batu, tapi di daerah tengah (Daerah Tegalombo) para perempuan tangguh ini menjadi penambang pasir.

Luar biasa ganasnya Sungai Grindulu yang keruh dan berbatu ini menghidupi mereka, mereka meraup rejeki, mereka mengandalkan kehidupan, mereka mengadu peruntungan. Karena kapan saja sungai ini menjadi sumber malapetaka kala hujan, air akan naik sampai atas dan derasnya akan menyeret mereka tanpa ampun. Dan menurut mereka sudah beberapa kali truk-truk pengangkut pasir yang sedang mengisi pasir tiba-tiba terseret air bah yang tiba-tiba datang.

"Mboten ajrih yen banjir Bu?" tanya saya

"Niki pun gesang kulo mas, pun wit alit sobo kali, yen lor repet-repet yo ndang mentas ben gak keterak banjir..." kata Bu Suji sambil menggotong pasir, mereka tidak takut karena sudah menjadi keseharian, dan sudah mulai jaman kecil, bila langit di utara sudah mulai menghitam mereka segera naik ke atas agar tidak terbawa banjir.

[caption id="attachment_348506" align="aligncenter" width="600" caption="setelah ban-ban menepi, pasir segera mereka angkat ke pinggir atau langsung dinaikan ke truk"]

1422495235355233746
1422495235355233746
[/caption]

[caption id="attachment_348504" align="aligncenter" width="600" caption="resiko mereka kesampingkan, keluar masuk menyelam air untuk mengeruk pasir yang selalu mereka lakukan"]

14224949711647200589
14224949711647200589
[/caption]

[caption id="attachment_348507" align="aligncenter" width="600" caption="bambu-bambu yang dianyam mereka tumpangkan pada ban, dan begitu menepi tinggal mengangkat bambu yang telah berisi pasir"]

1422495296831104905
1422495296831104905
[/caption]

Mereka bekerja berkelompok terdiri dari 6 orang, ada 6 ban besar yang harus mereka isi dengan pasir. Setelah ban terisi pasir akan mereka tarik menepi, dan 2 orang di antara mereka akan menggotong ke daratan dan terus dinaikkan ke atas truk. Mereka lebih menyukai langsung memasukkan pasir ke dalam truk karena tidak 2 kali kerja. namun bagi pemilik truk lebih suka ditampung dulu agar airnya berkurang sehingga beban truknya susut karena lebih kering. Namun bila tidak ada pesanan mereka akan menampung di pinggir sungai, tapi risikonya kalau banjir tiba pasirnya akan hanyut kembali masuk ke sungai.

1 bak truk mereka jual 70 ribu, mereka bilang setinggi 2 blabak, ukuran ini sudah lazim mereka pakai, dan sudah menjadi patokan, dan bila menginginkan 3 blabak para sopir truk harus nambah 30 ribu lagi.

Sehari mereka bisa melayani 2-3 truk, selebihnya sudah tidak kuat, tidak mampu karena kemampuan mereka cuma sekitar 2 truk. Bila sehari bisa mengumpulkan pasir 2 truk, pendapatan mereka 2 kali 70-100 ribu, bila dirata-rata 2oo ribu dibagi 6,  sekitar 30 ribu per orang dan sisanya buat kas. Jam kerja mereka pukul 7 sampai pukul 3 sore.

"Lumayan Mas, saget damel tambel butuh..." kata Bu Suji, yang artinya lumayan bisa buat menambal kebutuhan.

[caption id="attachment_348509" align="aligncenter" width="600" caption="menampung pasir ditepi sungai tatkala tidak ada truk atau pesanan"]

1422495484290210802
1422495484290210802
[/caption]

Bila tidak ada truk atau pesanan mereka akan menampung pasir pasir di tepi sungai, dan hal ini menjadikan 2 kali kerja, 2 kali angkut. Dan bagi yang di daerah curam truk tidak bisa masuk, pasir-pasirnya akan mereka gendong sampai jalan besar.

Meski keruh tidak hitam pasirnya, menurut sopir truk pasir di sini tidak boros semen, karena pasir sini berasal dari pecahan batu-batu pengeprasan jalan yang hanyut dan dibuang ke sungai. Bagus buat cor dan pasang keramik.

[caption id="attachment_348510" align="aligncenter" width="600" caption="tampak truk pengangkut dilihat dari sisi selatan, dan diseberangnya itu jalan propinsi Pacitan-Ponorogo"]

1422495594419180563
1422495594419180563
[/caption]

[caption id="attachment_348511" align="aligncenter" width="600" caption="bila sungai terlalu curam, para perempuan ini menggendong pasir-pasir ke tepi jalan agar truk lebih mudah mengangkutnya"]

14224956952005449300
14224956952005449300
[/caption]

Mereka terus bekerja, semangat mereka luar biasa dalam membantu suami mereka, mereka pantang menyerah, kerasnya alam tak membuat mereka berputus asa.

"Asal kali Grindulu tak sih mili, taksih saget nedo" begitu semangat mereka, selama Sungai Gridulu masih mengalir mereka yakin masih bisa makan.

"Apa harapan Bu Suji ke depan?" tanya saya sebelum berpamitan meneruskan perjalanan.

Mereka kompak menjawab, "Yen mrene maneh njenegan gawakne kaos....., moso nggur moto thok," jawab mereka sambil tertawa. Meski tidak nyambung dengan pertanyaan saya, namun mereka menaruh harapan itu ke saya, wakakakakaka. Dan saya mengangguk semoga ada kesempatan menemuinya kembali untuk membawakan kaos-kaos sesuai permintaan sederhana mereka.

Untuk melihat reportase teman-teman Kampret lainya buka kampretjebul

*) Salam reportase
*) Salam Kampret
*) Salam njepret

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun