Mohon tunggu...
Nanang Diyanto
Nanang Diyanto Mohon Tunggu... Perawat - Travelling

Perawat yang seneng berkeliling disela rutinitas kerjanya, seneng njepret, seneng kuliner, seneng budaya, seneng landscape, seneng candid, seneng ngampret, seneng dolan ke pesantren tapi bukan santri meski sering mengaku santri wakakakakaka

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Srabi Kuah, Khas Ponorogo

5 Februari 2015   17:11 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:47 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_349437" align="aligncenter" width="480" caption="mbah Tini, jualan srabi dipojokan perempatan Kauman alun-alun Ponorogo ini sejak tahun 70-an setelah gestapu"][/caption]

Ponorogo, 05/02/2015

Pada dasarnya bahan srabi dan cara masaknya sama, berbahan beras dan dimasak diatas tungku tanah tanpa minyak, dan tiap daerah mempunyai citra rasa dan kekhasan tersendiri. Berikut ini saya ceritakan tentang srabi kuah asal Ponorogo.

Mbah Tini saban jam 3 pagi menjelang subuh sudah mempersiapkan perapian untuk memanasi kereweng tanah (wajan yang terbuat dari tanah), kelapa dan santan sudah ia siapkan sejak jam 1 malam, sedang tepung beras sudah digilingkan sore harinya. dan ketika adzan subuh tiba ia segera melangkah ke masjid agung yang tak jauh dari tempatnya jualan. Dan sekembali dari masjid orang sudah mengantri di tempat ia jualan.

"Yah menten kok pun telas mbah?" tanya saya karena mbah Tini sudah mengoreti dan mengiringkan panci wadah adonan tepung beras dan santan langsung ke kereweng tanahnya.

"Nggih mas... la sampeyan pun kawanen, la wong lare sekolah pun sami bidal pra nggih pun meh jam 7...." jawab mbah Tini sambil membolak mbalik srabi di kerewengnya.

"Milai kapan sadeyan teng pojokan prapatan niki mbah?" tanya saya

"Kulo sadeyan awit tahun 70-an bar gestok...., jane teng yogo ken leren leh sadeyan, tapi gek yo nyapo yen nganggur nek omah, kadung kulino tangi esuk, malah ora kepenak mas..." jawab mbah Tini, menceritakan bahwa dia jualan di pojok perepatan alun-alun Ponorogo ini mulai tahun 70-an setelah peristiwa gestapu, sebenarnya oleh anaknya sudah dilarang jualan, tapi dia tidak mau mengangur dirumah karena sudah terbiasa bangun pagi, nanti kalau istirahat malah badannya tidak enak.

[caption id="attachment_349434" align="aligncenter" width="480" caption="penjual srabi diperempatan depan kecamatan Kota (Bangunsari)"]

14231015751723209026
14231015751723209026
[/caption]

Di Ponorogo selain mbah Tini banyak lagi yang jualan srabi, hampir di pojokan perempatan ada yang jualan, seperti di perempatan Tonatan, perempatan Tambak Bayan, perempatan pasar Pon, perempatan pabrik es, bundaran timur pasar Legi dan perempatan depan kecematan kota (Bangunsari) di atas. Dia-pun mulai jualan jam 3 pagi dan siap (matang) jam 4 pagi ketika orang-orang sudah keluar masjid. Tidak tahu mengapa ciri khas jualan mereka dipinggir jalan, perempatan dan dekat masjid dan bukanya menjelang subuh sampai jam 6-an pagi. Ketika ditanya ini sudah turun temurun sejak dari neneknya dulu.

[caption id="attachment_349435" align="aligncenter" width="480" caption="Setangkap srabi terdiri 2 keping, tampak kuah gula kelapa dan santan, tampak pula lampu minyak sebagai penerangannya"]

14231017891314575816
14231017891314575816
[/caption]

[caption id="attachment_349436" align="aligncenter" width="480" caption="srabi tanpa kuah memakai parutan kelapa muda"]

14231018701531803687
14231018701531803687
[/caption]

[caption id="attachment_349433" align="aligncenter" width="480" caption="tungku-tungku dipanasi dengan arang untuk memanasi kerewang yang terbuat dari tanah"]

14231014571960071042
14231014571960071042
[/caption]

Srabi Ponorogo dibuat dari bahan adonan tepung beras yang dicampur santan, encer mirip membuat jenag sumsum hanya di kasih bumbu garam secukupnya untuk membuat gurihnya. Lalu dituang di kereweng yang dipanasi bara api dari arang. Cara penjajianya ditaruh di mangkok dikasih kuah santan dan gula, bagi yang tidak suka manis cuma memakai santan, dan bila tidak suka santan dan manis menggunnakan parutan kelapa muda. Dan paling enak dinikmati ketika panas sambil duduk nongkrong di dekat penjualnya sambi menghangatkan badan di dekat perapian..

Rasanya unik mirip jenang sunsum, namun ada aroma tanah, krispi, gurih. Biasanya disukai oleh anak-anak dan dipakai untuk sarapan pagi, bagi orang-orang tua yang sepulang dari masjid bisa buat sarapan sebelum pulang ke rumah.

Untuk seporsi dihargai 2 ribu terdiri 2 tangkap (2 keping doble, 4 keping), jadi per keping dihargai 500 rupiah, tapi menjualnya 1 tangkap (2 keping).

[caption id="attachment_349442" align="aligncenter" width="480" caption="srabi yang baru diangkat dari kereweng"]

1423104429664319343
1423104429664319343
[/caption]

[caption id="attachment_349443" align="aligncenter" width="480" caption="tradisional, khas, murahndan sederhana"]

14231044801776965674
14231044801776965674
[/caption]

Lain lagi bu Jati yang jualan di timur perempatan Kerun Ayu ini, jualan mulai jam 11 malam dan tutup setelah subuh, jualannya jalur Ponorogo-Wonogiri. Jam-jam segitu para sopir sayur dan angkutan yang menuju ke Jawa Tengah sedang ramai-ramainya, banyak diantara mereka yang jadi langganan, bukan dimakan di tempat ini tapi dibungkus dimakan dalam perjalanan, rasa hangat yang mengenyangkan pada dini hari menjadikan ke-khasan tersendiri.

[caption id="attachment_349444" align="aligncenter" width="480" caption="bisa ditemui dipinggir jalan jalan protokol"]

1423104735716400101
1423104735716400101
[/caption]

[caption id="attachment_349445" align="aligncenter" width="480" caption="disukai anak-anak untuk sarapan"]

14231047821426680226
14231047821426680226
[/caption]

Selain anak-anak, pedagang srabi juga berada disekitar rumah sakit, orang yang sakit dan baru sembuh dari sakit sering makan srabi ini karena rasanya ringan, tanpa bumbu alias tawar, sehingga tidak mengakibatkan mual. Selain itu lembut dan empuknya tidak menggangu pencernaan, dan hal ini pula yang menjadi alasan srabi kuah ini disukai anak-anak atau orang tua yang sudah tidak bergigi.

Untuk melihat reportase teman-teman Kampret lainya buka kampretjebul

*) Salam Kuliner
*) Salam Njepret
*) Salam Kampret
*) Salam Jalan-jalan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun