Mohon tunggu...
Nanang Diyanto
Nanang Diyanto Mohon Tunggu... Perawat - Travelling

Perawat yang seneng berkeliling disela rutinitas kerjanya, seneng njepret, seneng kuliner, seneng budaya, seneng landscape, seneng candid, seneng ngampret, seneng dolan ke pesantren tapi bukan santri meski sering mengaku santri wakakakakaka

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Harmonisasi Petani, Peternak, dan Nelayan di Pantai Dangkal Pacitan

21 Februari 2015   01:21 Diperbarui: 17 Juli 2016   16:34 517
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_352067" align="aligncenter" width="480" caption="Pertanian, peternakan, dan nelayan harmoni saling melengkapi di pantai Dangkal Pacitan"][/caption]

Pacitan, 20/02/2015

Menjadi petani dan peternak? Itu sudah biasa dan jamak di beberapa tempat di Indonesia. Namun menjadi petani, peternak sekaligus nelayan? Itu baru luar biasa. Ketiga jenis pekerjaan yang berbeda dikerjakan sejak turun temurun di daerah Dangkal desa Worawari kecamatan Kebonagung Pacitan.

Berikut ini ceritanya ;

[caption id="attachment_352069" align="aligncenter" width="480" caption="lahan pertanian dicekungan lembah yang berbatas pantai dan aliran sungai"]

14244213242053588157
14244213242053588157
[/caption]

Pantai Dangkal berada di jalur lintas selatan (JLS), jalan yang menghubungkan Pacitan ke Trenggalek, perlu waktu 1/2 jam dari kota untuk mencapai daerah ini. Meski jarak pantai dengan jalan besar cuma 500-an meter namun sempitnya jalan hanya muat dilewati satu mobil, dan bila berpapasan salah satunya harus mundur beberapa ratus meter.

Jalan yang berkelok  naik turun mengikuti alur lembah dan aliran sungai menjadi keasyikan tersendiri, hamparan tanaman kelapa di sela-sela persawahan yang menguning menjadi pemandangan yang luar biasa. Gegrafis Pacitan yang terkenal bebatuan dan tandus tak ditemukan di area ini, persawahan teras iring berkelok-kelok mengikuti aliran sungai Worawari yang mengairinya.

Nampak sawah dengan padi yang sedang menguning dan gubuk-gubunk tempat istirahat, asesoris plastik dan kertas yang dipasang dengan tali membentang diantar petak ke petak lainnya yang berfungsi untuk menakut-nakuti burung pemangsa padi.

Nampak pula para puluhan perempuan bergerombol pada petak-petak yang sedang di panen, mereka sedang memanen padi dengan di gebyok, padi dirontokan dengan jalan dipukul-pukulkan pada papan kayu agar padinya lepas. Mereka bekerja bergantian dari petak satu ke petak lainya, gotong royong mereka namakan giliran. Dimana tenaga mereka gratis cuma dikasih makan 2 kali pagi dan siang. Yang memperkerjakan hanya menyediakan makan, minuman dan membayar iuran khas. Dan uang khas ini mereka bagi tiap 6 bulan sekali. Dan mereka bergantian dari sawah satu ke sawah lainya. Dalam satu area ini mereka menjadi satu  kelompok, dan ada pengurusnya yang mengorganisi.

[caption id="attachment_352070" align="aligncenter" width="480" caption="sampan milik petani lahan persawahan yang berbatas dengan pantai, disaat musim panen"]

14244214941459632396
14244214941459632396
[/caption]

Semakin mendekati pantai keindahan alamnya semakin mempesona, pantai, muara sungai dan lahan persawahan menjadi satu. Tampak sawah yang berbatasan dengan pantai dan muara sungai, membuat sampan menjadi salah satu kendaraan untuk menuju ke sawah sekaligus ke lautan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun