[caption id="attachment_352067" align="aligncenter" width="480" caption="Pertanian, peternakan, dan nelayan harmoni saling melengkapi di pantai Dangkal Pacitan"][/caption]
Pacitan, 20/02/2015
Menjadi petani dan peternak? Itu sudah biasa dan jamak di beberapa tempat di Indonesia. Namun menjadi petani, peternak sekaligus nelayan? Itu baru luar biasa. Ketiga jenis pekerjaan yang berbeda dikerjakan sejak turun temurun di daerah Dangkal desa Worawari kecamatan Kebonagung Pacitan.
Berikut ini ceritanya ;
[caption id="attachment_352069" align="aligncenter" width="480" caption="lahan pertanian dicekungan lembah yang berbatas pantai dan aliran sungai"]
Pantai Dangkal berada di jalur lintas selatan (JLS), jalan yang menghubungkan Pacitan ke Trenggalek, perlu waktu 1/2 jam dari kota untuk mencapai daerah ini. Meski jarak pantai dengan jalan besar cuma 500-an meter namun sempitnya jalan hanya muat dilewati satu mobil, dan bila berpapasan salah satunya harus mundur beberapa ratus meter.
Jalan yang berkelok  naik turun mengikuti alur lembah dan aliran sungai menjadi keasyikan tersendiri, hamparan tanaman kelapa di sela-sela persawahan yang menguning menjadi pemandangan yang luar biasa. Gegrafis Pacitan yang terkenal bebatuan dan tandus tak ditemukan di area ini, persawahan teras iring berkelok-kelok mengikuti aliran sungai Worawari yang mengairinya.
Nampak sawah dengan padi yang sedang menguning dan gubuk-gubunk tempat istirahat, asesoris plastik dan kertas yang dipasang dengan tali membentang diantar petak ke petak lainnya yang berfungsi untuk menakut-nakuti burung pemangsa padi.
Nampak pula para puluhan perempuan bergerombol pada petak-petak yang sedang di panen, mereka sedang memanen padi dengan di gebyok, padi dirontokan dengan jalan dipukul-pukulkan pada papan kayu agar padinya lepas. Mereka bekerja bergantian dari petak satu ke petak lainya, gotong royong mereka namakan giliran. Dimana tenaga mereka gratis cuma dikasih makan 2 kali pagi dan siang. Yang memperkerjakan hanya menyediakan makan, minuman dan membayar iuran khas. Dan uang khas ini mereka bagi tiap 6 bulan sekali. Dan mereka bergantian dari sawah satu ke sawah lainya. Dalam satu area ini mereka menjadi satu  kelompok, dan ada pengurusnya yang mengorganisi.
[caption id="attachment_352070" align="aligncenter" width="480" caption="sampan milik petani lahan persawahan yang berbatas dengan pantai, disaat musim panen"]
Semakin mendekati pantai keindahan alamnya semakin mempesona, pantai, muara sungai dan lahan persawahan menjadi satu. Tampak sawah yang berbatasan dengan pantai dan muara sungai, membuat sampan menjadi salah satu kendaraan untuk menuju ke sawah sekaligus ke lautan.
Sebagai petani mereka memelihara ternak, seperti sapi dan kerbau untuk menggarap lahan pertaniannya, seperti nampak pada gamabar (pertama), kerbau-kerbau di gembala di rawa muara dipinggir pantai. Kerbau-kerbau mereka lepas dan mereka tinggal bekerja di persawahan. Mereka bekerja di sawah mulai jam 7 pagi sampai jam 2-an siang.
Jam 2 siang para lelaki menyeberangkan ibu ibu itu untuk pulang melewati bibir pantai yang akses jalannya lebih mudah.
[caption id="attachment_352071" align="aligncenter" width="480" caption="pak Bonawi menjemput istrinya dari kerja memanen padi, sementara dirinya langsung bergabung dengan temannya, nampak pula kerbau-kerbau mereka"]
Setelah para istri mereka pulang para bapak langsung menuju pantai bekerja sebagai nelayan. Dan unik di pantai Dangkal ini mereka mencari ikan berkelompok .
Â
Mereka menamai Eret, dimana menacari ikan dengan memasang jaring lebar dan panjang yang dipasang melingkari teluk Dangkal ini, mereka memasang dengan memakai 2 perau membawa jaring ke tengah dan menata sedemikan rupa sehingga teluk nyari tercaver jaring, dan ujung jaring berada di daratan. Selanjutnya sekitar 15-20 orang menari jaring tersebut dari daratan. Dengan begitu ikan akan tergiring dan terperangkap dalam jaring. Jaring ini mereka namai jaring keruk, sedangkan cara menacari ikan ini mereka namai eret atau eretan. Mereka menarik (menggeret) jaring beramai ramai mirip orang yang eret-eretan (tarik tambang).
Â
Hasil sekali eret sekitar 2-4 ton, paling sial 1,5 ton kata pak Bonawi. Hasil ini mereka bagi berdasar orang yang menarik (menggeret), per orang menadapat bagian, dan selebihnya dibagi lagi untuk semua anggota kelompok. Karena jaring dan peralatannya milik bersama.
Untuk bisa melihat eret ini kita harus ada di lokasi sekitar jam 3 sore, dan kurang lebih 2-an jam pekerjaan mereka selesai.
Ditempat ini juga sudah tersedia TPI (tempat pelelangan ikan), para penarik bisa membawa pulang hasil pembagiannya atau menjual pada pedagang yang mangkal di TPI ini.
Dipantai ini nyaris tidak kita temukan pemancing, mereka menganggap memancing membuang buang waktu, entah apa alasan mereka begitu. Namun kerja mereka sudah menjadi kerutinan saban hari, pagi disawah dan sore di laut.
[caption id="attachment_352097" align="aligncenter" width="480" caption="berangkat memasang jaring keruk sepanjang teluk"]
[caption id="attachment_352098" align="aligncenter" width="480" caption="pantai, muara suangai dan persawahan dalam satu lembah"]
[caption id="attachment_352100" align="aligncenter" width="480" caption="pantai yang indah, dan penduduk yang unik"]
Keunikan penduduk di Dangkal ini bekerja sebagai petani, peternak sekaligus menjadi nelayan. Budaya ini sudah mereka lakukan sejak turun temurun dari leluhurnya dulu. Sungguh harmoni pertanian, peternakan, dan nelayan biasa berpadu jalan bersama-sama.
Untuk melihat reportase teman teman lainnya buka di sini
*) Salam Kampret
*) Salam Njepret
*) Salam Jalan-jalan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H