Mohon tunggu...
Bungzhu Zyraith
Bungzhu Zyraith Mohon Tunggu... -

lebih lengkap lihat di akun facebook saya

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Ibuku Pejabat "Blo'on"

16 Desember 2009   20:39 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:54 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Yang kutahu, saat ini ia memiliki 11 (sebelas) anak angkat.
Hal yang tak masuk dalam otakku adalah apa untungnya ia memelihara anak-anak yang hampir seluruhnya memiliki persoalan-persoalan berat. Tapi tiap kali kutanya, dia selalu balik bertanya : “Lalu menurutmu, kenapa kamu mau juga jadi salah satu di antaranya?”
Benar, aku pun cuma merasa nyaman memilikinya. Padahal sebagai pejabat, waktunya 75 persen untuk pekerjaannya, namun kami selalu mendapat jatah quality time bersamanya. Bisa lewat telepon, SMS, email atau saling mengunjungi.

Satu hal yang paling membuatku kagum adalah bahwa ia pun tetap mengunjungi majelis-majelis ta’lim yang telah dibinanya sejak gadis secara rutin di antara seabreg jadwal yang memenuhi kepalanya. Tapi ia selalu punya waktu untuk mengantar sendiri adik-adik angkatku ke sekolah, lalu ke majelis-majelis itu, baru kemudian menuju ke tempat kerjanya, kadang di sore dan malam hari, ada majelis-majelis tertentu yang ada di jadwal hariannya.
Praktis rutinitas itu berjalan sejak pukul 6.30 sampai larut malam. Sesampai di rumah, ia seringkali menghabiskan malam dengan menulis artikel yang dikirimnya ke media lokal. Ia seringkali hanya membutuhkan istirahat 2-4 jam saja untuk tidur.

Beberapa hari yang lalu aku bertanya : “Ma, kok Mama belum naik haji, sih ?”
“Iya. Mama juga pengen. Tahun 2007 kemarin Mama hampir berangkat. Tapi Allah bicara lain. Mama malah tidak berdaya dihantam kanker. Uangnya habis untuk berobat. Tapi Mama selalu diberiNya kesempatan untuk mengunjungi rumahNya dalam mimpi, hampir tiap musim haji. Mungkin jatah Mama datang ke sana baru dalam mimpi aja, ya !”. Aku melihat jelas ada genangan airmata yang kemudian ditelannya dalam-dalam, dan segera tersenyum untukku. Senyum yang selalu menentramkanku.

Ada hal lain yang sungguh mengejutkan aku beberapa hari yang lalu, dia menasihatiku untuk selalu berbaik sangka pada Allah. Allah punya waktu dan cara sendiri untuk memanjakan hambaNya, dia contohkan keadaanya sekarang, dia bersyukur, meskipun dia tidak terpilih lagi menjadi anggota legislatif, rumah yang ia tempati dapat dilunasinya 21 Oktober kemarin.
Hah… ?
Kok bisa ?
Sungguh, aku tidak memiliki keberanian untuk bertanya mengapa.

Keesokan harinya kutanya kak Zahra tentang hal itu.
“Mama ga bisa pegang uang, Horas ! Jangankan yang ada di dompetnya, yang ada di tabungannya pun diambilnya juga kalau ada yang memintanya. Dan Mama itu pejabat paling “blo’on” yang pernah kukenal. Teman-temannya kaya-kaya. Tapi dia ? Satu-satunya yang daftar kekayaannya nol rupiah selama dua periode menjabat, ya dia ! Idealismenya “akut” banget dia. Tapi itulah Mama kita. Kalau kakak atau saudara-saudaranya lagi kena virus duniawi, meminta agar kayak pejabat-pejabat lain yang main proyek dan mau terima tip sana tip sini, dia malah bilang, terusin hurufnya, tipu sana tipu sini. Ya udah, itulah Mama kita. Mama yang tidak melahirkan kita tapi cintanya “full” untuk kita”.Kak Zahra panjang lebar berbagi cerita awal perkenalannya dengan ibu angkat kami, yang menurutnya hari-hari paling kelam itu dapat ia lewati dalam gendongan ibu yang belum lama dikenalnya.

Malam ini, aku tidak bisa tidur mengingat sosok ibu angkatku. Ibu yang menuntunku belajar menulis yang baik-baik di blog dan mencari yang baik-baik di fasilitas internet lainnya. Ibu yang menyemangatiku ketika kehilangan laptop kesayanganku, dan disuruhnya aku bersyukur karena aku masih diberi peringatan sayang oleh Allah. Ibu yang sekarang tidak punya pekerjaan, tetapi tetap melakukan banyak hal yang tidak menghasilkan uang. Ibu yang tetap mengirimiku pulsa bila aku terlambat menjawab SMSnya. Ibu yang malam ini pasti sedang menulis di depan komputer, lalu istirahat dengan shalat malam, dan berdo’a untuk semua anak-anak, keluarga dan murid-murid ngajinya. Ibu yang saat ini harus menafkahi anak-anak dan keluarganya yang masih dalam tanggunganya. Ibu yang punya “sinyal” kuat padaku dan orang-orang yang dicintainya. Ibu yang lebih suka mengidentifikasikan dirinya sebagai Ibu Rumah Tangga, bukan sebagai pejabat tertentu. Ibu yang tidak pernah istirahat berjuang itu…

Aku membuka salah satu alamat emailnya (karena semua yang berurusan dengan internet, pasti aku yang membuatnya). Ada banyak email dari Forum Lingkar Pena Jawa Barat, yang salah satu di antaranya tentang Lomba Menulis Kisah Inspirasi "Emak Ingin Naik Haji" berhadiah Umrah ke Tanah Suci untuk 5 Orang !
Wow… !
Ya Allah, aku ingin Mamaku mendapat hiburan dariMu.
Aku tahu dia sangat butuh hiburanMu. Dia tidak lagi berfikir mendapat hiburan dari laki-laki setelah Almarhum suaminya meninggal, meskipun secara fisik masih relatif menarik. Dia hanya berfikir untuk orang lain.
Aku ingin dia bahagia seperti aku bahagia setelah menang dalam Kontes Blog Nasional yang disupportnya. Aku ingin bahagia seperti kebahagiaanku saat disapanya lewat telepon, SMS, atau email persis pada saat aku sedang gelisah atau bersedih karena sesuatu hal. Aku ingin Engkau memanggilnya ke rumahMu.

Maka,
Wahai jari-jemariku,
menarilah untuk ibuku
dan teruslah menari sampai ke tanah suci.
Cilegon, 31 Oktober 2009

Tulisan yang kalah ini... :D

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun