Setelah mendapatkan email dari Yayasan Cahaya Guru (12/5/22) tentang Surat Keputusan Tim Seleksi No: 16.20/YCG-SGK/E/V/22 yang berisi pengumuman hasil seleksi peserta Sekolah Guru Kebinekaan (SGK), saya dan 29 orang lainnya dari berbagai daerah di Indonesia (Kalimantan, DKI Jakarta, Banten, Papua, Jawa Barat, Jawa Timur, Sulawesi, dll) sah menjadi peserta SGK 2022.
Senang, tentunya, bisa lolos tes tulis dan wawancara hingga akhirnya dapat bergabung dengan lembaga ini. Di SGK ini, saya bisa berjumpa dengan guru-guru hebat dari beragam daerah, meski hanya di dunia maya via zoom meeting.
Sekolah Guru Kebinekaan merupakan sebuah program yang digagas oleh Yayasan Cahaya Guru (YCG) dalam rangka menyemai toleransi dengan mengikis sekat prasangka dan merajut harmoni perjumpaan.Â
Kesempatan berharga ini tak saya sia-siakan. Setiap dwipekan, tepatnya saban Sabtu pagi hingga siang, dari pukul 09.00 sampai 12.00 wib. saya selalu meluangkan waktu untuk menerima asupan pengetahuan baru dari beragam narasumber luar biasa yang dihadirkan oleh Yayasan Cahaya Guru.
Materi dan metode yang digunakan dalam program SGK ini untuk membangun kapasitas dan peran guru sebagai rujukan nilai-nilai keragaman, kebangsaan dan kemanusiaan di lingkungan pendidikan dan masyarakat.
Tema-tema yang dibahasnya pun begitu beragam. Ada sekitar 11 tema bahasan yang disuguhkan YCG sebagai bahan diskusi selama kurang lebih 5 bulan (21 Mei-15 Oktober 2022).
Pertemuan perdana (21/5/22) yang kami ikuti mengetengahkan tema "Mengenal Keragaman". Dalam sesi ini setiap guru dari berbagai daerah mengutarakan jenis dan bentuk keragaman yang berada di sekolahnya masing-masing. Tentu dengan segala kelebihan dan kekurangan, hal-hal positif dan negatif yang dirasakan dengan tujuan sharing bersama yang lain dalam rangka menganalisis masalah yang terjadi yang kemudian dicarikan solusi bersama bagaimana mengatasinya problem tersebut.Â
Setiap sekolah, di mana seorang guru mengajar, dengan segala keragaman warganya baik peserta didik, guru itu sendiri, lingkungan, norma, adat dan sejenisnya, memiliki potensi konflik yang dapat merugikan semua pihak jika tidak diselesaikan dengan sikap arif. Sejatinya, Â setiap permasalahan dijadikan media pembelajaran agar kelak tidak terulang.
Keragaman dalam konteks perbedaan keyakinan atau agama dan gender sepertinya mempunyai problem khusus yang terjadi rata-rata sekolah di seluruh Indonesia. Dua contoh tersebut kerap terjadi karena kebijakan yang dibuat oleh pemangku kebijakan (stake holder) berdasarkan kehendak mayoritas atau karena minimnya pemahaman seorang pemimpin terhadap bacaan teks kitab suci tertentu sehingga "menafikan" keyakinan yang lain.
Pertemuan ke-2 (4/6/22) kami disuguhi materi "Filosofi Pendidikan Ki Hajar Dewantara" Menurut beliau pendidikan diartikan sebagai tuntunan dalam hidup tumbuhnya anak-anak; menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat.
Dalam konteks tersebut seorang guru harus memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada peserta didik untuk melihat sebuah objek dari perspektif mereka. Hal ini bertujuan agar mereka menemukan pengetahuan baru dengan cara mereka sendiri. Peran guru dalam hal ini adalah menjadi fasilitator bagi mereka bagaimana cara menemukan pengetahuan baru tersebut sehingga mereka merasakan manfaatnya sekarang dan yang akan datang.
Pesan dari Rumah Ibadah
Beberapa tema lain pada pertemuan selanjutnya juga sangat menarik bagi kami, selaku guru, sebagai modal menghadapi keragaman di lingkungan sekolah dengan segala problemnya. Tema-tema tersebut antara lain; Penyelenggaraan Pendidikan: Dari Prinsip ke Praktik,  Kekuatan dan Tantangan Keragaman. Ada satu tema "Praktik Perjumpaan: Kunjungan Rumah Ibadah" yang sejatinya kami berkunjung ke rumah-rumah ibadah". Namun karena pertemuan yang diselenggarakan di dunia maya, kami tak mendapatkan pengalaman langsung bagaimana kesan itu kami rasakan. Meski demikian, spiritnya kami dapatkan.
Saya sebagai muslim, selama ini, belum pernah mengunjungi rumah ibadah pemeluk agama lain karena alasan tertentu. Ketika SGK membuat rencana praktik kunjungan ke tempat ibadah lain tentu banyak hal yang bisa saya dapatkan dari kegiatan ini, antara lain saya diajarkan menghormati hal-hal di luar ajaran agama saya. Ada nilai-nilai kebenaran agama lain yang harus dihormati. Saya yakin semua agama mengajarkan kebaikan kepada umatnya.
Konsep ketuhanan memang agak rumit, Jika kita berkunjung langsung ke rumah-rumah ibadah tiap agama, kita bisa melihat langsung bagaimana semua orang berdoa dengan tangan yang terangjkat ke atas. Pemandangan tersebut menjadi alat peraga yang nyata bahwa Tuhan dari semua agama berada di atas (transenden) memonitor semua tingkah laku manusia yang ada di bawah (baca: dunia).
Dengan demikian kita bisa lebih memahami bahwa setiap kepercayaan (agama) Â meyakini Tuhan yang sama, Tuhan yang ada di atas sana. Melihat dan memahami keberagaman agama dan tempat ibadah, kita akan lebih menghargai sesama dan tidak gagap pada perbedaan.
Belajar dari Maria, Engku, dan Yap
Pertemuan ke-8 dengan tema "Inspirasi Kebangsaan dan Kemanusiaan dari Ruang Kelas" menjadi pertemuan yang sangat berharga bagi saya, khususnya. Dalam kesempatan ini ada 3 tokoh luar biasa yang "dikuliti" riwayat hidup, latar belakang dan perannya sebagai tokoh inspiratif yang berjasa besar dalam dunia pendidikan.
Tokoh inspiratif pertama adalah seorang perempuan yang berasal dari Minahasa Utara, Sulawesi Utara. Beliau tokoh emansipasi yang memperjuangkan politik dan pendidikan bagi kaum perempuan. Pada saat itu perempuan menjadi manusia nomor 2 setelah laki-laki, terutama dalam masalah kepemimpinan.
Berkat keberanian dan kecerdasannya, perempuan bisa menjadi pemimpin yang sejajar dengan laki-laki. Perempuan itu bernama Maria Josephine Catherine Maramis (1 Desember 1872 -- 22 April 1924) atau yang lebih dikenal sebagai Maria Walanda Maramis
Dalam urusan pendidikan Maria Walanda Maramis mendirikan sebuah sekolah kejuruan putri yang diperuntukkan untuk mengasah kecakapan tertentu bagi murid-murid perempuannya  dalam menghadapi kehidupan nyata. Selain itu beliau juga mendirikan PIKAT  (Percintaan Ibu Kepada Anak Temurunannya) pada 8 Juli 1917 yang salah satu tujuannya adalah membiasakan para perempuan Minahasa untuk mengeluarkan dan merumuskan pandangan-pandangan serta pikiran-pikirannya secara bebas serta mengedukasi perempuan tentang pola berumah tangga, karena keberhasilan rumah tangga dimainkan perannya oleh perempuan.
Tokoh inspiratif ke-2 adalah seorang laki-laki hebat kelahiran Kalimantan 1893, yang tinggal di Sumatera Barat. Beliau adalah tokoh pendidikan inspiratif pada zamannya. Beliau bernama Engku Muhammad Syafe'i, mendirikan sebuah sekolah yang diberi nama Indonesische Nederland School (INS) Kayutanam pada 31 Oktober 1926 yang mengutamakan kemerdekaan, minat bakat dan kreatifitas anak-anak.
Beliau pernah tinggal di Jakarta bersama orang tua angkatnya, Marah Sutan, untuk mengajar di sekolah Kartini, selain beliau juga belajar melukis. Pada tahun 1922 Engku Muhammad Sjafe'i menuntut ilmu di Belanda dengan biaya sendiri untuk mendapatkan ijazah sebagai guru, pelukis, pengrajin, dan pemusik. Sungguh tokoh yang sangat luar biasa, multi talenta.
Pandangannya tentang sesorang guru, beliau menempatkan guru sebagai pamong, semacam fasilitator untuk murid-muridnya yang bertugas membimbing kreatifitas yang mereka miliki.Â
Adapun pandangannya terhadap murid, beliau menempatkan murid sebagai subjek. Seorang murid bisa menentukan dirinya sesuai dengan bakat dan minatnya tanpa harus disetir oleh seorang guru. Beliau sama sekali tak menempatkan murid sebagai objek. Sungguh arif memperlakukan guru dan murid dalam dunia pendidikan. Demikian hakikat pendidikan yang sesungguhnya, menurutnya. Hal tersebut sesuai dengan pandangannya yang berbunyi "Jadilah Engkau Jadi Engkau."
Tokoh inspiratif ke-3 adalah keturunan Tionghoa-Aceh bernama Yap Thiam Hien (25 Mei 1913 -- 25 April 1989). Beliau pernah menjadi guru di Hollands-Chineesche Kweekschool (HCK). HCK adalah sekolah pendidikan guru yang berlangsung satu tahun, yang memberikan kesempatan kepada para pemuda peranakan yang ingin menempuh pendidikan profesional, tetapi tidak mempunyai biaya untuk masuk ke universitas.
Pengalaman Yap menjadi guru antara lain; empat tahun di wilde scholen (sekolah-sekolah yang tidak diakui pemerintah Belanda) Chinese Zendingschool, Cirebon. di Tionghwa Hwee Kwan Holl, China School di Rembang dan Christelijke School di Batavia (Jakarta)
Tak hanya menjadi guru, Yap kemudian tertarik pada isu-isu sosial dan kemanusiaan yang kemudian membawanya aktif menyuarakan dan memperjuangkan keadilan dan hak asasi manusia (HAM). Yap dikenal seorang yang kuat nyalinya melawan ketidakadilan di lapangan. Diceritakan, ia dibesarkan dalam lingkungan yang feodalistik namun sejak kecil sudah memberontak terhadap kesewenang-wenangan. Ketertarikannya pada isu keadilan dan HAM membawanya menjadi pengacara terkenal sehingga namanya diabadikan sebagai nama sebuah penghargaan yang diberikan kepada orang-orang yang berjasa besar bagi penegakan hak asasi manusia di Indonesia.
Tiga tokoh pendidikan yang disebut di atas menjadi inspirasi para guru di masa kini. Seorang guru, di samping harus memiliki kecerdasan dan keterampilan mengajar murid di depan kelas, ia juga harus menjadi solusi bagi lingkungan sekolah dan masyarakatnya.
Belajarlah dari Maria Walanda Maramis, ia menjadi solusi bagi kaum perempuan yang terpinggirkan haknya di daerah Sulawesi Utara. Belajarlah juga dari Engku Muhammad Syafe'i, ia memberikan ruang seluas-luasnya kepada murid-muridnya untuk menjadi apa yang mereka inginkan tanpa embel apa-apa. EMS juga memberikan contoh kepada publik untuk bisa hidup mandiri tanpa harus berhutang budi kepada orang lain, hal ini ia buktikan ketika bersekolah di Belanda ia menolak beasiswa yang ditawarkan pemerintah Belanda saat itu. Dan dari Yap Thiam Hien kita belajar arti keadilan. Dari beliau juga kita mendapatkan teladan untuk melaksanakan kerja-kerja bersih, berdedikasi, dan tak pandang bulu dalam menjunjung kebenaran dan keadilan. Terima kasih YCG, terima kasih SGK 2022.
Kota Serang, 28 September 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H