Sekitar 12 tahun yang lalu, saya pernah memiliki seorang murid di kelas 6 SD dengan jumlah siswa seluruhnya 6 anak. Murid itu bisa dikatakan pendiam namun sangat oeduli dengan teman-temannya jika temanya perlu bantuan teknis dalam mengerjakan sesuatu, seperti mengambilkan air dari keran air di tempat wudhu ke kelas yang berjarak sekitar 13 meter. Kelebihan anak ini adalah memiliki rasa empati yang tinggi terhadap orang lain, senang membantu bundanya di dapur dan mengemong anak kecil, meski bukan saudara kandungnya.
Anak tersebut sering merasa kesulitan dalam mengikuti pembelajaran di sekolah bersama 5 orang temannya. Saya mengkonsultasikan problem ini kepada psikolog sekolah, kemudian disarankan untuk melakukan asesmen kepada psikolog yang biasa melakukan asesmen kemampuan belajar anak untuk mengetahui kendala yang paling mendasar darinya dalam mengikuti kegiatan belajar bersama.
Setelah mengikuti asesmen sebanyak dua kali, anak itu ditetapkan sebagai masuk kategori "slow learner". Saya dan guru lain tetap melaksanakan pembelajaran bersama kelasnya seperti biasa, namun untuk anak tersebut saya dan guru memberikan sedikit 'treatment' tambahan, yaitu memfokuskan kepada minat dan kesenangan dia dalam aktifitas non akademik. Di antaranya kegiatan art, outbond dan berkebun.Â
Hingga masa ujian akhir sekolah, setelah kami rundingkan dengan kedua orangtua anak tersebut, diputuskan, bahwa dia tidak akan mengikuti ujian nasional berdasarkan pertimbangan kesiapan diri dan kondisi psikis yang bakal dialaminya jika dipaksakan mengikuti ujian nasional, karena waktu itu sekolah kami belum bisa menyelenggarakan ujian nasional mandiri, jadi harus menumpang di satu sekolah dasar negri yang tidak jauh dari sekolah kami.Â
Kemudian setahun kemudian, setelah kawan-kawannya sudah masuk di sekolah jenjang berikutnya, anak itu tidak melanjutkan sekolahnya secara formal, namun orangtuanya memutuskan untuk melakukan 'homeschooling' baginya. Beberapa tahun kemudian saya mendapati media sosial anak itu, dengan aktifitas yang luar biasa, kondisinya amat jauh lebih baik dari yang dulu kita bayangkan. Alhamdulillah dia menemukan jalannya untuk sukses dengan kemampuan yang dimiliknya.
Apa itu 'homeschooling'?
Homeschooling berarti belajar di luar lingkungan sekolah, baik negeri atau swasta. Bagi sebagian besar keluarga, aktifitas sekolah dilaksanakn di luar lembaga, dengan berbagai sumber daya yang tersedia di rumah, di lingkungan, di alam, dan yang tersedia di komunitas mereka, dan melalui interaksi dengan keluarga lain yang juga melakukan pola pendidikan 'homeschooling'.
Homeschooling memiliki banyak bentuk, mulai dari mendukung anak Anda dalam pembelajaran mereka selama beberapa minggu atau bulan karena kendala tertentu sepeti seperti sakit, kondisi darurat, kondisi piskis atau transisi, hingga praktik yang secara sadar menghindari melakukan proses belajar secara formal dalam kegiatan yang dilembagakan dan dibawah aturan yang mengikat dari lembaga sekolah.Â
Beberapa orangtua bertanggung jawab untuk mengajar anak mereka untuk sebagian hari, juga dengan cara anak menghadiri sekolah untuk mata pelajaran tertentu atau kegiatan ekstrakurikuler, seperti olahraga atau matematika dan musik. Beberapa orang tua menambah pengajaran mereka dengan pembelajaran online; yang lain bekerja secara kolaboratif dengan orang tua dan kelompok masyarakat lainnya untuk menciptakan kegiatan pendidikan, sosial, dan ekstrakurikuler untuk anak-anak mereka.
Ada banyak gaya, model, dan pendekatan 'homeschooling', di antaranya termasuk Montessori, Charlotte Mason, konsep "belajar tanpa bersekolah", masing-masing memiliki kekuatan dan pendukung, serta kelemahan dan penolak.
Kegiatan 'homechooling' bisa dijadikan sebuah model yang bisa diimplementasikan oleh para orangtua yang kini mendampingi anak-anak belajar di rumah dalam upaya mengisolasi diri untuk menghindari bahaya penularan virus Corona. Jika sebagian orangtua memilih untuk melakukan 'homeschooling' karena suatu prinsip yang dipegang tentang pendidikan dari sudut pandang lain dan rasa kekhawatiran tentang kualitas dan pelayanan pendidikan di sebuah lembaga sekolah yang minim, pada masa krisis dan darurat pandemi COVID-19 ini, prinsip belajar di rumah dengan mengacu kepada prinsip-prinsip 'homeschooling' bisa dijadikan suatu pemikiran tersendiri.
Beberapa prinsip 'homeschooling' yang bisa dipahami dan diintegrasikan dalam kegiatan belajar di rumah yaitu:
Efisiensi -- kegiatan belajar di rumah dengan situasi sekarang ini mengajak setiap orangtua untuk berpikir efisiensi. Menggunakan waktu yang efisien, mengatur jadwal kegiatan, hingga memilih materi ajar yang lebih mungkin dipelajari. Sebagai orangtua, pengaturan belajar di rumah dan penyesuaian dengan aktifitas lain bisa diatur sedemikian rupa, tidak seperti cara 'schooling' di sekolah, yang harus diatur dengan kegiatan dan jadwal yang pasti dan mengikat.
Fleksibilitas -- Sebagai orangtua, kegiatan belajar di rumah dengan pola dan prinsip 'homeschooling' dapat memilih pendekatan pengajaran yang paling cocok untuk Anda dan anak Anda. Anda juga dapat membuat perubahan sesuai keinginan Anda, atau saat Anda belajar tentang metode alternatif baru. Fleksibilitas pembelajaran jarak jauh atau belajar di rumah sejatinya perlu disepakati antara guru dan orangtua demi terlaksananya tujuan pembelajaran, dan kesiapan anak mempelajari suatu materi atau mengerjakan tugas secara 'online'.
Kurikulum yang diperluas: Anda dapat meluangkan waktu untuk menghadirkan kreativitas, bermain, waktu di luar ruangan, eksploras, keterlibatan masyarakat, seni, eksperimen sains, atau pembelajaran proyek.Â
Pola 'homeschooling' itu sangat efektif untuk menumbuhkan daya nalar dan berpikir kritis anak, hanya saja dalam kondisi ini, aktifitas di luar rumah perlu dihindari. Karena kekhawatiran akan penyebaran virus. Anda dapat mengikuti minat dan antusiasme anak Anda saat mereka berkembang, menciptakan kegiatan belajar berdasarkan minat tersebut.
Mengakomodasi keadaan khusus: Prinsip dan pola 'homeschooling' dapat menjadi ideal jika Anda sering bepergian, atau jika anak Anda benar-benar terlibat dalam situasi yang mengharuskan anak meninggalkan sekolah secara reguler. Pola ini mempu mengakomodasi kebutuhan anak secara khusus yang mungkin tidak terwakili secara maksimal ketika belajar di sekolah.Â
Pada kondisi terisolasi atau melakukan isolasi diri ini, orangtua dapat memaksimalkan keadaan khusus di rumah dengan kebersamaan yang lebih intens dan terlibat dalam aktifitas poject bersama atau kegiatan artistik seperti membuat karya seni dan kerajinan bersama.
'Distance learning' karena kondisi darurat seperti sekarang ini perlahan bisa menjadi 'insight' untuk semua kalangan, khususnya para orangtua, menjadi lebih banyak pengalaman dan ide untuk melakukan praktek 'home schooling'.Â
Lembaga sekolah sebagai institusi pendidikan tetap bisa hadir memfasilitasi kebutuhan anak-anak dengan kegiatan bersama guru. Namun tentunya keterlibatan orangtua dalam proses pembelajaran anak adalah penting, karena kemampuan anak untuk berkolaborasi bisa dilatih pada kondisi isolasi ini dengan mereplikasi prinsip-prinsip 'home schooling'.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H