Ekspektasi politik menjelang Pilkada tahun 2018 di kabupaten Garut semakin menarik saja, pasalnya menjelang pendaftaran Pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati situasi politik masih dinamis. Sampai detik ini masih belum ada kepastian koalisi dan pasangan yang di deklarasikan oleh partai politik, mengingat tidak ada satu pun partai politik yang memenuhi persyaratan 20 persen jumlah kursi parlemen di DPRD kabupaten Garut, itu artinya semua partai politik harus melakukan koalisi partai untuk bisa mengusung pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati untuk didaftarkan ke KPUD pada tanggal 8-10 Januari 2018.
Pasangan incumbent atau calon Petahana yang semula direncanakan akan mendeklarasikan diri pada tanggal 23 Desember kemarin pun tidak terlaksana, mengingat partai pengusung pada periode lalu yaitu Partai Gerindra belum mengeluarkan keputusan rekomendasi atau surat tugas kepada calon Petahana, begitupun Partai Nasdem yang sudah memberikan surat Tugas kepada Rudi Gunawan sebagai calon Petahana belum memberikan kepastian juga karena masih belum keluarnya juga keputusan dari partai Gerindra kepada calon Petahana, rencananya calon Petahana yaitu pasangan Rudi Gunawan dan dr. Helmi Budiman akan diusung oleh Partai Gerindra, PKS dan Partai Nasdem.
Para Penantang Incumbent
Perkembangan dinamika politik menjelang kontestasi Pilkada 2018 telah memunculkan banyak nama, selain orang-orang lama juga muncul nama-nama baru yang ikut meramaikan semarak pesta demokrasi rakyat ini. Nama-nama tersebut yaitu, Ade Ginanjar, Agus Hamdani dan Agus Supriadi, yang merupakan orang-orang lama dalam hiruk pikuk politik Garut. Sementara orang-orang baru yaitu, Dedi Hasan, Imas Aan Ubudiyah, Irfan R. Faza, Aditya, Kol. Suryaman dan Rd. Marlan.
Nama-nama tersebut merupakan Bakal Calon dan Calon para penantang incumbent, akan semakin jelas siapa para penantang incumbent sesungguhnya ketika sudah mendaftar di KPUD pada tanggal 8-10 Januari nanti.
Sedikit gambaran dari nama-nama para penantang tersebut yaitu, Ade Ginanjar  adalah ketua Partai Golkar dan ketua DPRD kabupaten Garut yang pernah mengikuti kontestasi Pilkada pada periode lalu. Agus Hamdani adalah Ketua PPP dan pernah menjabat Bupati setelah Aceng Fikri tersandung masalah dan diberhentikan dari jabatan Bupati pada periode 2008-2013.Â
Agus Supriadi adalah mantan Bupati Garut periode 2003-2008, namun terhenti diperjalanan setelah ditetapkan KPK karena tersandung persoalan hukum. Dedi Hasan adalah Anggota DPRD provinsi Jawa Barat saat ini, sebelumnya pernah dua kali menjabat sebagai Anggota DPRD kabupaten Garut dan kader PDI Perjuangan. Imas Aan Ubudiyah adalah kader PKB yang saat ini menjabat sebagai Komisaris WIKA. Sementara Irfan R. Faza, Aditya, Kol. Suryaman dan Rd. Marlan adalah para penantang dari non kader partai politik yang mengikuti prosesi pendaftaran yang dibuka partai politik.
Problematika Garut dan Spirit Perubahan
Garut dengan segudang persoalannya patut menjadi perhatian semua pihak, sampai saat ini Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Garut berada pada kisaran angka 63,64 berada diurutan kedua terakhir di Jawa Barat setelah Cianjur yang IPM nya sebesar 62.92, artinya Garut harus mengejar ketertinggalan dengan melakukan terobosan-terobosan yang bisa mendongkrak peningkatan IPM. Dalam konteks pembangunan daerah Indeks Pembangunan Manusia (IPM) ditetapkan sebagai salah satu ukuran utama yang dicantumkan dalam Pola Dasar Pembangunan Daerah. Hal ini menandakan bahwa IPM menduduki satu posisi penting dalam manajemen pembangunan daerah.
IPM yang merupakan tolok ukur pembangunan daerah, berkorelasi positif terhadap kondisi kemiskinan di daerah, idealnya dengan memiliki nilai IPM yang tinggi dibarengi dengan kualitas hidup masyarakat yang tinggi juga, atau dapat dikatakan pula bahwa dengan nilai IPM tinggi , maka tingkat kemiskinan menjadi rendah. Maka kepemimpinan mendatang harus betul-betul mengatur dan menata pemerintahan dengan baik yang dibarengi dengan program-program terobosan yang bisa menggenjot pembangunan daerah menjadi lebih baik.
Pilkada harus dimaknai sebagai ajang transformasi nilai dan gagasan, tidak semata-mata mengganti atau meregenerasi kepemimpinan semata. Mengingat demokrasi langsung ini berbiaya mahal dan cukup menguras keuangan negara maka harus ditebus juga dengan kualitas kepemimpinan yang baik, yang mau bekerja demi kepentingan kesejahteraan rakyat dan pembangunan daerah. Untuk menghasilkan kualitas kepemimpinan tersebut,masyarakat harus mengawal pesta demokrasi ini agar esensi dari demokrasi tersebut betul-betul melahirkan kepemimpinan yang sesuai dengan harapan masyarakat.
Untuk mengukur calon pemimpin daerah yang sesuai dengan harapan masyarakat, bisa diukur dengan beberapa cara, diantaranya  kenali calon dengan melihat track record-nya (sejarah hidupnya), kenali perilakunya dan kenali programnya. Dengan demikian, kita dapat memiliki pemimpin yang sesuai dengan harapan. Semoga.
Penulis
Kalamullah Apandi
Wacimus Institute
Bidang Politik dan Pemerintahan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H