Jakarta. Kemarin pada hari Senin 7 Agustus 2020 buruh PT. Beesco Indonesia Karawang yang tergabung dalam Serikat Buruh Garmen Tekstil dan Sepatu Gabungan Serikat Buruh Indonesia (SBGTS-GSBI) dan Serikat Pekerja Mandiri (SPM) PT. Beesco Indonesia melakukan aksi longmach sejauh 20 KM start dari Posko Tenda Perjuangan Buruh Melawan PHK (di Depan PT. Beesco Indonesia) di Tamelang Puwasari menuju kantor bupati Kabupaten Karawang.
Aksi longmach ini dilakukan buruh bukan tanpa alasan, tetapi karena hingga saat ini banyak dugaan pelanggaran hukum yang lakukan oleh pihak perusahaan termasuk memanfaatkan pandemi covid 19 untuk melakukan PHK sepihak, bahkan PHK sepihak tersebut dilakukan kepada para buruh yang sedang hamil, termasuk pembayaran hak THR buruhpun terlambat, dicicil hingga dua kali tanpa ada denda keterlambatanya.
Tidak di hormatinya kebebasan berserikat dan perlindungan hak untuk berorganisasi, dimana dalam prakteknya proses perundingan dilakukan tapi tidak terjadi perundingan sebab tidak ada perundingan di dalamnya. Biasanya pihak perusahaan hanya menyampaikan sikap perusahaan atas kebijakan yay akan diambil, dan jika serikat atau buruh hendak menyampaikan pendapat tidak di beri ruang dan pihak perusahaan hanya mengatakan jika tidak setuju dengan kebijakan perusahaan silahkan kepengadilan.
Bukan hanya itu saja masih banyak kebijakan lain yang patut dapat di duga melanggar hukum, tetapi hingga hari ini Pengawas Ketenagakerjaan Provinsi Jawa Barat Wilayah II Karawang yang diharapkan dapat melakukan pemeriksaan bahkan menyeret pihak pengusaha kepengadilan  juga belum bisa diharapkan, justeru berputar-putar hingga pengaduan sering berulang tahun tanpa penyelesaian.
Maka tumpuan lainnya adalah pada kekuasaan pemerintah daerah atau pemda sehingga kemarin para buruh terpaksa melakukan aksi longmarch ke kantor Bupati Kabupaten Karawang, setelah bulan lalu juga para buruh melakukan aksi di depan pemda kabupaten Karawang dan dalam pertemuan pemda yang di wakili kepala Disnakertrans Kabupaten Karawang berjanji akan mengundang para pihak dalam waktu yang tidak terlalu lama.
Berikut ini adalah janji Pemkab Karawang (6/8/20) kepada buruh PT. Beesco Indonesia yang hadir aksi. Pertama; Disnakertrans Kabupaten Karawang akan datang langsung ke PT. Beesco Indonesia untuk melakukan pemeriksaan* Kedua; Pihak Bupati dan kepala Disnakertrans akan berkoordinasi dengan UPTD Pengawas Ketenagakerjaan Provinsi Jawa Barat Wilayah II, mengenai perkembangan dan hasil laporan pengawasan ketenagakerjaan yang di sampaikan serikat dan Ketiga; Pihak Bupati dalam hal ini melalui Kepala Disnakertrans Kabupaten Karawang dan Sekda dalam waktu dekat akan mengundang serikat (SP/SB) yang ada dilingkungan PT. Beesco Indonesia dan pihak perusahaan untuk duduk bersama membahas dan mencari solusi bersama atas masalah yang terjadi di PT. Beesco Indonesia. Namun hingga aksi longmach ini (7/9/20) tepat satu bulan tidak satu poinpun yang dijalankan Pemkab Karawang
Dan baru setelah didesak lagi dengan aksi Pemda kabupaten Karawang melalui Kadisnaker memanggil pihak pengusaha PT. Beesco Indonesia. Tapi itupun yang datang hanya bagian HRD perusahaan (wakil GM dan CSR). Padahal HRD adalah juga buruh, hal seperti ini sesungguhnya dapat dimaknakan bahwa pihak pengusaha bahkan berani mengabaikan panggilan pemerintah dimana perusahaan hidup dan menjalankan usahanya di wilayah tersebut. Jika hal ini di biarkan dan pihak pemerintah daerah tidak bersikap, perlu dipertanyakan. Â Dimana kekuatan dan kekuasaan negara jika demikian?
Kasus demikian bukan saja terjadi di Kabupaten Karawang saja, tapi di banyak daerah lainnya. Di Kabupaten Bogor misalkan, PT. Sunindo Adipersada perusahaan yang memproduksi Boneka untuk pasokan pasar Internasional membayar upah buruh di bawah ketentuan bertahun-tahun, dan melakukan pembayaran upah dengan di cicil semaunya pihak perusahaan, terakhir sejak bulan Maret - Agustus 2020 upah para buruh juga belum di bayarkan bahkan THR tahun 2020 juga tidak di bayarkan hingga saat ini. Atas kasus tersebut buruh sudah melaporkan kepada Pengawas Ketenagakerjaan sejak 15 Januari 2019 yang artinya laporan atau pengaduan tersebut sudah juga berulang tahun yang pertama Januari 2020 lalu.
Perkembangan terakhir yang disampaikan Kemenaker RI kepada DPP GSBI, ketika buruh melakukan aksi di kantor kemenaker RI tanggal 27 Agustus 2020 lalu, di dapat bahwa pihak perusahaan sudah di panggil 2 (dua) kali oleh PPNS, dan bahkan sudah menjadi tersangka tetapi pemanggilan tersebut juga di abaikan pihak perusahaan. Ini satu lagi fakta bahwa pemerintah begitu lemah di hadapan modal.
Selanjutnya kita juga bisa melihat bagaimana PT. Sulindafin yang berkedudukan di Kota Tangerang Provinsi Banten yang juga patut di duga melakukan pelanggaran hukum dan bahkan pidana ketenagakerjaan tetapi sayang hingga saat ini belum melihat bahwa pengawas Ketenagakerjaan Disnaker Provinsi Banten bekerja dengan serius melakukan pengawasan dan apalagi penyidikan kepada PT. Sulindafin, padahal dengan terang benderang pengusaha menonaktifkan BPJS kesehatan dan ketenagakerjaan para buruh, bahkan dalam proses perselisihan para buruh juga tidak di bayarkan upahnya sejak Desember 2019 lalu.
Tentu masih banyak yang bisa kita ketengahkan data fakta dimana pihak perusahaan bisa melenggang bebas melakukan pelanggaran hukum bahkan dugaan pidana ketenagakerjaan tetapi tidak ada tindakan dari negara, seperti yang terjadi pada sebagian buruh di PT. SGS (Sampoerna kayoe group) di kabupaten Jombang Jawa Timur yang belum di bayarkan THRnya karena mereka menolak pembayaran THR dengan cara di cicil.
Demikian juga PT. Harapan Surya Lestari di Bantar Gebang Kota Bekasi yang menghentikan operasional perusahaan sejak Juni 2019 lalu dan meninggalkan para buruh dengan ketidakpastian baik hak maupun statusnya, dimana persoalan tersebut sudah dilaporkan para buruh kepada pengawas dan lagi-lagi pengawas seolah kehilangan akal setelah datang kepabrik dan mendapat informasi bahwa pabrik telah menghentikan operasionalnya.
Masalah tersebut sering terjadi karena adanya pembiaran dari negara dan atau absennya negara dalam memberikan perlindungan kepada rakyat, disatu sisi termasuk seringkali ditemukan dan berhadapan dengan pengawas  Ketenagakerjaan, tapi mereka tidak mendudukan diri sebagai pengawas, malah justeru berkedudukan seperti lembaga yang berfungsi untuk meningkatkan produktivitas, atau bahkan seperti lembaga pemerintah yang mengurusi masalah antisipasi pengangguran.Â
Sering kali terdengar, jika memeriksa perusahaan yang dilaporkan buruh atau Serikat mereka bilang "ya kita juga memastikan pemeriksaan kepada perusahaan tidak akan menimbulkan penggangguran lebih banyak lagi"Â
Sisi yang lain sering kali Pengawas Ketenagakerjaan justeru gamang membaca arahan tehnis dan/atau surat edaran Menaker RI terkait pandemi dan perlindungan kepada buruh saat pandemi covid 19, termasuk THR tahun 2020 karena seharusnya Edaran tersebut adalah bersifat aturan tehnis dalam menghadapi situasi pandemi bagi Kemenaker hingga disnaker Kabupaten/kota, namun yang ada justeru di sebarluaskan seolah menjadi hukum melebihi undang-undang yang akhiry salah kaprah di lapangan.Â
Dari semua itu yang dirugikan ya buruh dan buruh terus jadi korban nya. ## [Ismet Inoni]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H