Mohon tunggu...
Eko Nurhuda
Eko Nurhuda Mohon Tunggu... Penulis - Pekerja Serabutan

Peminat sejarah dan penikmat sepak bola yang sedang belajar berkebun di desa transmigrasi. Tulisannya pernah dimuat di Tabloid BOLA, BOLAVaganza, FourFourTwo Indonesia, detikSport, juga Jambi Ekspres, Telusuri.id dan Mojok.co. Sempat pula menelurkan beberapa buku seputar blog-internet, juga menulis cerita silat di aplikasi novel online.

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Gagal Bawa Curacao ke Piala Dunia, Akankah Patrick Kluivert Sukses bersama Indonesia?

9 Januari 2025   14:18 Diperbarui: 9 Januari 2025   21:31 285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mantan pemain timnas Belanda Patrick Kluivert menghadiri pertandingan sepak bola babak 16 besar UEFA Euro 2024 antara Rumania vs Belanda di Muenchen Football Arena, Muenchen pada 2 Juli 2024. Pada Rabu (8/1/2025) Patrick Kluivert resmi diumumkan sebagai pelatih timnas Indonesia. (Photo by Kirill KUDRYAVTSEV / AFP via kompas.com)

Resmi sudah Patrick Kluivert diumumkan sebagai pelatih baru timnas Indonesia. Namun keraguan di kalangan netizen tetap tinggi, terlebih mengingat rekam jejaknya yang gagal membawa Curacao ke Piala Dunia 2018.

PSSI menggelar konferensi pers untuk mengumumkan penunjukan Patrick Kluivert sebagai pelatih anyar pada Rabu (8/1/2025) lalu. Lebih cepat empat hari dari jadwal yang semula disebutkan Ketua Umum Erick Thohir, yakni 12 Januari.

Selain melalui konpers, pengumuman juga dilakukan via media sosial resmi timnas Indonesia. Video kilasan aksi Kluivert semasa bermain menjadi ucapan selamat datang di X dan Instagram.

Tak pelak, kolom komentar langsung dipenuhi ungkapan penolakan oleh fans. Bahkan tak sedikit yang menggaungkan tagar #KluivertOut.

Alasan fans menolak kedatangan Kluivert karena menilai rekam jejaknya kurang meyakinkan. Terlebih ia gagal mencapai target kala menangani Curacao, satu-satunya negara yang ditangani eks striker Ajax Amsterdam ini sebagai manajer penuh.

Jadi, dapat dimaklumi jika kemudian banyak yang mempertanyakan mampukah Kluivert meloloskan Indonesia ke Piala Dunia 2026? Jangan-jangan kembali gagal seperti saat ia menangani Curacao?

Hanya Sebentar di Curacao

Benar, Kluivert memang tak bisa meloloskan Curacao ke Piala Dunia 2018. Namun jika kita melakukan penilaian secara lebih mendalam, ia tidak sepenuhnya gagal.

Malah sejumlah pengamat menilai Kluivert-lah yang berjasa besar mambangun pondasi kebangkitan sepak bola Curacao. Apa yang ia torehkan selama menjadi pelatih bahkan menyamai catatan timnas Curacao tiga-empat tahun sebelumnya.

Patrick Kluivert semasa menangani timnas Curacao. FOTO: Federashon Futbol Korsou (FFK)
Patrick Kluivert semasa menangani timnas Curacao. FOTO: Federashon Futbol Korsou (FFK)

Dan lagi ada satu hal yang sepertinya tak banyak dipahami netizen Indonesia, Kluivert hanya sebentar saja menangani tim nasional Curacao. Kurang-lebih selama setahun, atau lebih tepatnya cuma sekitar 11 bulan.

Perhitungan dimulai sejak namanya diumumkan sebagai pelatih Curacao pada 5 Maret 2015. Ketika itu federasi sepak bola Curacao (FFK) memberi target lolos ke Piala Dunia 2018 dan Kluivert menyatakan sanggup memenuhinya.

Namun satu kendala besar langsung mengadang: dari mana Kluivert mendapatkan pemain? Bukan cuma karena populasi Curacao yang sangat sedikit, liga domestiknya pun jauh dari kata meyakinkan untuk dapat menghasilkan pesepak bola andal.

Bayangkan saja, populasi Curacao hanya sekitar 159.000 jiwa pada saat itu. Tambahan lagi, sepak bola belum menjadi olah raga nomor satu di sana, kepopulerannya masih jauh di bawah baseball yang telah melahirkan banyak atlet hebat.

Hanya ada belasan klub sepak bola di Curacao ketika itu, kebanyakan berasal dari Willemstad yang merupakan ibu kota negara. Nyaris semuanya klub amatir, hanya sebagian kecil yang berstatus semi-profesional.

Untuk menyiasati keadaan, Kluivert memaksimalkan koneksi historis Curacao-Belanda. Sama halnya PSSI memanfaatkan jejaring keturunan Indonesia di Negeri Kincir Angin untuk memperkuat timnas Indonesia.

Berkat nama besarnya sebagai pemain, Kluivert berhasil meyakinkan sejumlah pesepak bola berkualitas baik di liga-liga Eropa untuk membela Curacao. Di antaranya adalah Eloy Room, penjaga gawang (waktu itu) Vitesse Arnhem; lalu Leandro Bacuna yang kala itu memperkuat Aston Villa, Juninho Bacuna yang merupakan saudara kandung Leandro, serta Felitciano Zschusschen.

Dengan skuat berisi mayoritas pemain kelahiran Belanda inilah Kluivert memimpin Curacao di Kualifikasi Piala Dunia 2018. Room, cs. mengawali perjuangan dengan kemenangan agregat 4-3 atas Montserrat di Putaran Pertama, sebelum mencatatkan kejutan: menyingkirkan Kuba yang merupakan tim tradisional Karibia di Putaran Kedua.

Melaju ke Putaran Ketiga, Curacao harus menghadapi tim kuat lain: El Salvador. Negara Amerika Tengah pertama yang berhasil lolos ke Piala Dunia, malah menjadi tim pertama pula yang sukses lolos dua kali, plus dua kali menjadi runner-up Piala Emas Concacaf.

Hasilnya, Curacao tersingkir usai selalu kalah dalam dua pertemuan kandang-tandang. Skor dua pertandingan tersebut identik, 0-1, sehingga menyebabkan kekalahan agregat 0-2.

Tidak Sepenuhnya Gagal

Benar, Kluivert memang tak mampu membawa Curacao ke Piala Dunia 2018. Namun, sekali lagi, jika kita melakukan penilaian secara obyektif dan menyeluruh, apa yang telah ia lakukan malah melampaui ekspektasi.

Mencapai Putaran Ketiga Kualifikasi Piala Dunia saja sudah merupakan catatan bersejarah bagi Curacao. Sebelum-sebelumnya, baik saat masih bernama Netherlands Antilles maupun setelah federasi sepak bola Curacao terbentuk pada 2011, Putaran Kedua selalu menjadi pencapaian terjauh.

Secara hasil pertandingan, Kluivert mengemas rekor 6 kemenangan serta masing-masing 3 kali seri dan 3 kali kalah selama Maret 2015 hingga Juni 2016. Bandingkan dengan rekor timnas Curacao sebelum kedatangan Kluivert, yakni 2011-2014: 6 menang, 6 imbang dan 20 kali kalah.

Pendek kata, jumlah kemenangan Kluivert dalam 11 bulan periode kepelatihannya sudah menyamai total kemenangan Curacao tiga tahun sebelumnya. Bukankah ini rekor yang layak diberi apresiasi?

Selain itu, Kluivert mengganti kegagalan ke putaran final Piala Dunia 2018 dengan tiket dua kompetisi sekaligus. Ia membawa Curacao lolos ke Piala Karibia 2017 sekaligus Piala Emas Concacaf tahun yang sama.

Catatan hasil pertandingan Curacao di sepanjang kualifikasi dua turnamen tersebut tak kalah menakjubkan. Dari total 6 kali bertanding dari putaran pertama hingga putaran ketiga, anak asuhan Kluivert mencatatkan 5 kemenangan dan hanya sekali kalah.

Partisipasi pada 2017 itu merupakan debut Curacao di Piala Emas Concacaf. Jika rekornya diperluas dengan memasukkan kompetisi sebelumnya dengan nama lain, maka momen tersebut merupakan comeback ke level kontinental usai absen selama 40 tahun.

Inilah landasan saya menyatakan Kluivert tidak sepenuhnya gagal di Curacao. Betul, ia memang tidak bisa memenuhi target lolos ke Piala Dunia, tetapi ia menggantinya dengan satu pencapaian lain yang tak kalah bersejarah.

Menariknya, Kluivert kemudian justru mengundurkan diri. Ia meninggalkan tim yang kemudian oleh mantan asistennya, Remko Bicentini, dibawa menjuarai Piala Karibia 2017.

Hingga saat ini, trofi Piala Karibia 2017 menjadi capaian tertinggi bagi Curacao. Dan tidak boleh dimungkiri jika ada peran Kluivert dalam pencapaian tersebut.

Bagaimana dengan Indonesia?

Setelah memahami bahwa pencapaian Kluivert bersama Curacao tak bisa dibilang biasa-biasa saja, maka tidak selayaknya kita merasa pesimis. Target menembus Piala Dunia bukan yang pertama ini bagi Kluivert, meski ketika menangani Curacao ia gagal mencapainya.

Toh, kegagalannya di Curacao tidak berarti ia juga bakal gagal bersama Indonesia. Terlebih timnas kita kini memiliki skuat berkualitas oke, semua berkat kerja keras para pengurus PSSI dan dukungan penuh Pemerintah, dalam hal ini Presiden RI dan anggota Komisi X DPR RI.

Bayangkan saja, kapten Indonesia saat ini adalah bek yang memperkuat klub Serie A. Sedangkan kiper utamanya merupakan tulang punggung klub Major League Soccer di Amerika Serikat. Lalu sejumlah pemain lain merumput di Eredivisie yang merupakan kompetisi kasta tertinggi Belanda.

Melihat talent pool yang ada di dalam negeri, nama-nama seperti Stefano Lilipaly, Marc Klok dan duo Sayuri tak boleh dipandang remeh. Mereka bisa menjadi pelapis yang dapat diandalkan ketika tim utama mengalami kebuntuan di lapangan.

Dengan amunisi semewah ini, tidak ada alasan bagi Kluivert untuk gagal mencapai target lolos Piala Dunia 2026. Terlebih ia bakal ditemani dua asisten yang punya rekam jejak meyakinkan di level klub.

Netizen sudah mengupas habis karier kepelatihannya Alex Pastoor, dengan prestasi mentereng membawa sejumlah klub promosi ke Eredivisie. Lalu Danny Landzaat yang berdarah Maluku malah fasih berbahasa Indonesia pula.

Pendek kata, saya optimistis Kluivert dapat membawa Indonesia mencatatkan sejarah lolos ke Piala Dunia 2026. Tinggal yang jadi pertanyaan kemudian, mau lewat jalur mana? Lolos langsung sebagai runner-up grup atau melalui Putaran Keempat?

Talang Datar, 9 Januari 2025

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun