Hasil imbang versus Yaman di partai terakhir Grup F, Ahad (29/9/2024) malam WIB, sudah cukup bagi Indonesia. Untuk ke-20 kali sepanjang sejarah, lagu kebangsaan Indonesia Raya bakal berkumandang di putaran final Piala Asia U20 2025.
Keunggulan selisih gol menjadi modal bagus bagi tim asuhan Indra Sjafri jelang laga melawan Yaman. Ini membuat Donny Tri Pamungkas, dkk. cukup bermain imbang agar tetap memuncaki klasemen akhir.
Dan itulah yang kemudian terjadi. Sekalipun digempur habis-habisan oleh lawan, Indonesia justru unggul terlebih dahulu melalui Jens Raven pada menit awal injury time babak pertama.
Keunggulan tersebut tak bertahan lama, sebab Yaman langsung membalas melalui Abdurrahman Al Khadher hanya dua menit berselang. Beruntung skor 1-1 dapat dipertahankan hingga laga usai.
Berkat hasil ini Indonesia tetap berada di puncak klasemen akhir Grup F. Mengoleksi poin 7 sama seperti yang dikantongi Yaman, Garuda Muda unggul selisih gol karena mencetak skor lebih besar kala melawan Maladewa.
Alhasil, usai pertandingan Indonesia dipastikan lolos ke putaran final Piala Asia U20 di Tiongkok tahun depan. Indra Sjafri mengulang keberhasilannya di tahun 2013, ketika mengantar Evan Dimas, dkk. ke Piala Asia U19.
Mantan Juara
Dari 16 tim yang bakal tampil di Tiongkok tahun depan, hanya 4 yang belum pernah merasakan gelar juara di ajang ini. Dan jangan kaget jika Indonesia tidak termasuk ke dalam daftar kontestan yang belum pernah juara tersebut.
Keempat kontestan Piala Asia U20 2025 yang belum pernah menjadi juara adalah Yaman, Yordania, Kirgistan dan Australia. Dari keempat itu, capaian tertinggi diperoleh Australia yang mencapai final pada edisi 2010.
Indonesia sendiri pernah meraih gelar juara meski cuma sekali. Kejadiannya sudah sangat lama, yakni di edisi 1961 ketika turnamen ini bernama Piala Asia Junior dan belum dikelompok-kelompokkan dalam level-level usia berbeda.
Menariknya, gelar juara tersebut diraih dalam partisipasi kedua Indonesia. Garuda Muda absen di gelaran perdana pada 1959, lalu langsung melaju hingga perebutan tempat ketiga ketika menjadi debutan setahun berselang.
Kala itu Piala Asia Junior hanya diikuti 8 tim yang terbagi dalam dua grup. Juara masing-masing grup dipertemukan di partai final untuk memperebutkan gelar juara, sedangkan runner-up grup berebut tempat ketiga.
Indonesia menjadi runner-up Grup B di Piala Asia Junior 1960. Karena itu lantas dipertemukan dengan Jepang sebagai runner-up Grup A dan kalah.
Setahun berselang Indonesia berhasil menjuarai Grup A, sehingga berhak tampil di partai final. Lawannya adalah Burma (kini Myanmar) yang menjuarai Grup B.
Pertandingan berjalan sangat alot. Skor imbang membuat wasit memainkan extra time 2x15 menit yang juga berakhir imbang. Karena ketika itu belum ada aturan mengenai adu tendangan penalti, kedua tim diputuskan menjadi juara bersama.
Indonesia gagal mengulangi kesuksesan tersebut di edisi 1962, hanya mampu menjadi runner-up Grup B. Namun kali ini Garuda Muda sukses menekuk Malaya (ya, Malaya, bukan Malaysia) untuk menduduki peringkat ketiga.
Sayang, gonjang-ganjing politik yang melanda Tanah Air membuat Indonesia harus absen di empat edisi selanjutnya: 1963, 1964, 1965, dan 1966.
Ke Final Lagi, Tetapi Gagal
Di 1967, Indonesia kembali tampil ketika format Piala Asia Junior sudah berganti dengan adanya fase gugur selepas fase grup. Jumlah kontestan juga bertambah dua kali lipat, dari A sampai D.
Kali ini Indonesia keluar sebagai juara Grup B dan bertemu India di perempatfinal. Kemenangan besar 6-2 lantas mengantar Garuda Muda ke semifinal melawan Singapura.
Negara pulau tersebut dapat ditekuk meski skornya hanya 1-0. Indonesia pun melaju ke final, tetapi sayangnya kemudian kalah tipis 0-1 dari Israel yang merupakan pendatang baru.
Indonesia kembali absen di edisi 1968. Lalu ketika kembali aktif lagi setahun berselang, langsung gugur di fase grup karena tergabung bersama Iran dan Malaysia yang merupakan raksasa Asia pada zaman itu.
Setahun berikutnya Indonesia tampil lebih menjanjikan. Usai menjuarai Grup D, Garuda Muda menekuk Laos di perempatfinal dan mengalahkan Korea Selatan di semifinal.
Final ulangan edisi 1961 terjadi, yakni Indonesia melawan Burma. Namun keadaan sudah berubah jauh dan Garuda Muda kalah telah tiga gol tanpa balas.
Semakin Tertinggal
Memasuki era 70-an, terlihat bagaimana sepak bola kita tertinggal oleh negara-negara lain. Bahkan yang baru mengikuti Piala Asia Junior. Tim-tim yang sebelumnya bisa dikalahkan, berubah menjadi batu sandungan tak terlewati.
Dari 7 partisipasi sepanjang 1971-1978, Indonesia selalu mentok di perempatfinal. Menariknya, yang menjadi penghalang selalunya Korea, baik Korea Selatan (1972 dan 1976) maupun Korea Utara (1978).
Tahun 1980, Piala Asia Junior untuk kali pertama digelar dwitahunan. Kali pertama pula ada kualifikasi bagi calon kontestan, tidak lagi langsung ke putaran final seperti sebelum-sebelumnya.
Mengingat sepak bola nasional semakin mundur alih-alih berkembang, tidak sekalipun Indonesia berhasil lolos kualifikasi dalam tiga edisi berturut-turut. Alhasil tak ada nama Indonesia dalam daftar kontestan Piala Asia Junior 1980, 1982 dan 1985.
Indonesia baru bisa ke putaran final lagi di tahun 1986, tetapi langsung babak belur di fase grup. Jadi juru kunci Grup A setelah kalah dari tuan rumah Arab Saudi dan Qatar, serta hanya bisa imbang melawan India.
Tahun 1988 kembali tidak lolos kualifikasi. Lalu edisi berikutnya jadi kontestan, tetapi karena menjadi tuan rumah. Dan lagi-lagi babak belur di fase grup, selalu kalah dari Qatar, Korea Utara dan India.
Cerita sama berulang lagi. Di mana Indonesia tidak lolos kualifikasi pada edisi 1992, lalu menjadi kontestan sebagai tuan rumah edisi 1994. Namun kali ini dengan pencapaian lebih baik, yakni menduduki peringkat ketiga Grup A di bawah Suriah dan Irak.
Setelah itu, Indonesia selalu absen dari Piala Asia Junior yang telah berubah nama menjadi Piala Asia U19. Berturut-turut pada 1996, 1998, 2000 dan 2002. Kegagalan di tahun 2002 paling menyakitkan, sebab hanya kalah produktivitas gol dari Thailand yang keluar sebagai juara Grup 9.
Indonesia akhirnya kembali berpartisipasi di edisi 2004, setelah menjuarai Grup K dalam Kualifikasi. Namun kisah babak belur di putaran final lagi-lagi terulang, kali ini dihajar Qatar (0-1), Tiongkok (1-5) dan Iran (2-6).
Tradisi Baru
Absensi di edisi 2006 dan 2008 membuat PSSI menunjuk pelatih asing untuk menangani tim yunior. Sosok yang dipercaya federasi kala itu adalah Cesar Manuel Payovich Perez, mantan bek asal Uruguay.
Apa daya, Cesar Payovich gagal mengemban misi lolos ke putaran final. Setelah pada edisi 2010 kalah bersaing dari Vietnam dan Malaysia, dua tahun berselang hanya nyaris lolos karena kalah produktivitas gol dari Tiongkok yang keluar sebagai juara grup.
PSSI lantas kembali mempercayakan pelatih lokal. Terlebih nama Indra Sjafri tengah naik daun usai menghadirkan gelar juara Piala AFF U19 di tahun 2013. Gelar pertama Indonesia di level Asia Tenggara usai medali emas SEA Games 1991.
Coach Indra sukses menunaikan kewajiban. Indonesia dibawanya lolos ke Piala Asia U19 2014, salah satunya dengan mengalahkan Korea Selatan dengan skor ketat 3-4.
Kelolosan tersebut disambut dengan target tinggi oleh pengurus PSSI. Malah boleh disebut target mahatinggi, yakni melaju hingga semifinal demi mengamankan tiket Piala Dunia u20.
Apa daya, Indonesia justru (lagi-lagi) babak belur di fase grup putaran final. Evan Dimas, dkk. dihajar Uzbekistan (1-3), Australia (0-1) dan Uni Emirat Arab (1-4). Asa lolos ke Piala Dunia U-2o pun kandas.
Meski demikian, kelolosan di edisi 2014 tersebut menghadirkan tren baru. Sejak itu, Indonesia selalu lolos ke putaran final Piala Asia Junior, yang belakangan berubah nama menjadi Piala Asia U20.
Satu-satunya absensi Indonesia terjadi di tahun 2016, masa-masa di mana PSSI kena sanksi FIFA akibat perseteruan dengan Kemenpora. Setelah itu, Garuda Muda selalu berpartisipasi dengan diawali sebagai tuan rumah edisi 2018.
Walaupun lolosnya tanpa kualifikasi, Indonesia dapat melaju ke fase gugur. Kelolosan ini ditandai dengan pertandingan heroik melawan Qatar, di mana Garuda Muda dapat mengubah ketertinggalan 1-6 menjadi 5-6.
Tahun 2020, giliran Fachry Husaini yang meloloskan Indonesia ke putaran final. Kelolosan yang diwarnai hasil imbang melawan Korea Utara. Sayang, turnamen dibatalkan menyusul pandemi Covid-19.
Indonesia kembali lolos ke putaran final pada edisi berikutnya. Lolos sebagai juara Grup F usai mengalahkan Timor Leste, Hong Kong dan Vietnam di kualifikasi. Catatan tersebut dibarengi rekor pribadi Shin Tae-yong, yakni kali pertama bisa mengalahkan Vietnam sejak ditunjuk sebagai pelatih Indonesia.
Di putaran final, STY nyaris membawa Indonesia ke fase gugur. Sayang, Garuda Muda gagal melaju setelah kalah head-to-head sekaligus selisih gol dari Irak yang sama-sama meraih 4 poin (hasil 1 kemenangan atas Suriah dan imbang melawan tuan rumah Uzbekistan).
Kini, Indonesia kembali lolos ke putaran final. Menarik dinantikan catatan seperti apa yang bakal dihadirkan Garuda Muda di Tiongkok tahun depan.
Talang Datar, 30 September 2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H