Mohon tunggu...
Eko Nurhuda
Eko Nurhuda Mohon Tunggu... Penulis - Pekerja Serabutan

Peminat sejarah dan penikmat sepak bola yang sedang belajar berkebun di desa transmigrasi. Tulisannya pernah dimuat di Tabloid BOLA, BOLAVaganza, FourFourTwo Indonesia, detikSport, juga Jambi Ekspres, Telusuri.id dan Mojok.co. Sempat pula menelurkan beberapa buku seputar blog-internet, juga menulis cerita silat di aplikasi novel online.

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Catatan di Balik Kelolosan Indonesia ke Piala Asia U20 2025

1 Oktober 2024   05:25 Diperbarui: 3 Oktober 2024   12:56 346
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Momen tersebut membuktikan dua hal sekaligus: (1) lini tengah kurang memberi sokongan pada serangan yang tengah dilakukan teman-temannya di depan; (2) serangan-serangan Indonesia bersifat sporadis mengandalkan bola lambung dan pemain sayap yang menyisir tepi lapangan, dengan kata lain skema template.

Berbenah Jelang Turnamen Sesungguhnya

Kelemahan Indonesia tersebut sebetulnya sudah terlihat saat melawan Timor Leste di pertandingan kedua Grup F. Sekalipun menang dengan skor meyakinkan, menurut saya anak-anak asuhan Coach Indra justru kalah secara permainan.

Bandingkan saja proses terjadinya gol-gol Indonesia dengan punya Timor Leste. Di mana dua gol pertama Garuda Muda boleh dibilang berbau keberuntungan karena antisipasi lawan sebenarnya sudah tepat, hanya saja tidak sempurna.

Andai kiper Timor Leste mengeblok bola lebih baik, tak akan ada rebound yang berbuah gol pertama dari Raven. Demikian pula gol kedua oleh Afrisal, di mana clearance bek lawan justru seolah menyodorkan bola ke depan gawang kosong.

Jika kedua gol Indonesia lahir dari pergerakan sisi sayap yang diakhiri umpan ke kotak penalti, gol tunggal Timor Leste lahir dari keberanian menyisir tengah lapangan. Di mana Luis Figo melakukan solo run, menggocek Iqbal di depan kotak kecil, sebelum mengecoh Ikram dengan tendangan mendatar nan terukur.

Hanya gol ketiga Indonesia yang menurut saya prosesnya cantik. Meski sama-sama diawali pergerakan di sisi lapangan, setidaknya terjadi build up dari bawah. Juga ada terobosan dari tengah yang dilakukan Donny Tri, lalu diakhiri umpan kepada Ragil yang tak terkawal di sisi lain kotak penalti.

Saya tidak sependapat dengan Shin Tae-yong berkata Indonesia U20 butuh pemain belakang lebih berkualitas. Di mata saya, Kadek, Iqbal, dan juga Meshaal Hamzah sudah cukup sebagai tembok kokoh di depan Ikram.

Pada hemat saya, justru lini tengahlah yang butuh pembenahan. Entah dengan menghadirkan pemain-pemain baru yang lebih mumpuni ataupun menggojlok penggawa yang sudah ada agar lebih kreatif dan bertenaga.

Indra Sjafri harus bisa mengatasi persoalan ini sebelum tampil di turnamen sesungguhnya tahun depan. Kalau masih mengandalkan skema template seperti dalam kualifikasi ini, siap-siap saja pulang lebih cepat.

Talang Datar, 30 September 2024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun