AKHIRNYA, kompetisi antarklub Eropa yang dinamai "league" benar-benar diselenggarakan sebagai sebuah liga. Meski tak memakai sistem kompetisi penuh dan alih-alih mengadopsi aturan yang umum dipakai dalam turnamen catur.
Selamat datang di format baru Liga Champions 2024-25. Format yang secara bersamaan juga diberlakukan pada kompetisi-kompetisi antarklub level kontinental lainnya di bawah UEFA.
Berbeda dengan format sebelumnya yang berlaku sejak musim 1992-93, mulai sekarang tak ada lagi fase grup di Liga Champions Eropa. Distribusi empat kontestan ke dalam setiap grup dari A sampai H, di mana juara dan runner-up masing-masing grup lolos ke fase gugur, juga hanya tinggal cerita.
Yang ada sekarang adalah fase liga. Di mana seluruh 36 kontestan bakal bersaing memperebutkan tiket ke fase gugur dalam satu papan klasemen yang sama.
Tim peringkat 1-8 klasemen akhir berhak lolos otomatis ke babak 16 Besar, sedangkan tim peringkat 9-24 harus melalui pertandingan play-off kandang-tandang terlebih dahulu untuk mendapatkan delapan tiket tersisa.
Lalu yang paling revolusioner adalah ini: tak ada lagi skema degradasi ke level kompetisi lebih rendah seperti sebelumnya. Tim yang menduduki peringkat 25 ke bawah bakal tereliminasi dari seluruh kompetisi UEFA musim berlangsung
Maka, kisah Sevilla yang gagal bersaing di Liga Champions tetapi kemudian menjuarai Europa League 2022-23, juga Olympiacos yang tereliminasi dari fase grup Europa League tetapi lantas mengangkat trofi UEFA Conference League musim lalu, tak akan terulang lagi.
Sistem Swiss
Menyatukan 36 tim ke dalam satu papan klasemen tidak berarti membuat mereka saling bertemu satu sama lain. Jangankan memakai sistem kompetisi penuh, dengan setengah kompetisi saja bakal sangat melelahkan baik bagi klub maupun penyelenggara.
Belum lagi ancaman gelombang protes dari manajer-manajer liga top Eropa. Juga potensi kelelahan akut yang dipastikan menimpa para pemain, utamanya andalan timnas negara masing-masing.
UEFA pun harus memutar otak untuk menyatukan keinginan menghadirkan kompetisi yang lebih seru, lebih ketat, lebih menguntungkan, sekaligus tidak terlalu memberatkan kontestan. Juga yang bisa mengikat klub-klub top Eropa agar tak lagi punya ide membuat kompetisi tandingan.