Mohon tunggu...
Eko Nurhuda
Eko Nurhuda Mohon Tunggu... Penulis - Pekerja Serabutan

Peminat sejarah dan penikmat sepak bola yang sedang belajar berkebun di desa transmigrasi. Tulisannya pernah dimuat di Tabloid BOLA, BOLAVaganza, FourFourTwo Indonesia, detikSport, juga Jambi Ekspres, Telusuri.id dan Mojok.co. Sempat pula menelurkan beberapa buku seputar blog-internet, juga menulis cerita silat di aplikasi novel online.

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Membedah Rahasia Sukses Australia Jadi Raksasa Sepak Bola Asia

28 Januari 2024   23:43 Diperbarui: 30 Januari 2024   12:07 1122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah memperlihatkan permainan menawan bersama Central Coast Mariners, serta memenangkan sederet penghargaan, barulah ia mencoba peruntungan ke Eropa. Karena memang pada dasarnya bagus dan ditempa di liga yang sehat, karier Ryan di Benua Biru awet sampai sekarang.

Satu contoh lagi adalah gelandang Connor Metcalfe. Sama halnya Ryan, pemain berusia 24 tahun ini merupakan peraih Harry Kewell Medal pada musim 2020-21.

Metcalfe kini merumput bersama FC St. Pauli di Zweite Bundesliga alias 2. Bundesliga di Jerman. Dan jalur kariernya persis sama seperti Ryan, yakni tampil menonjol di A-League terlebih dahulu, baru kemudian going abroad.

Cek nama lain dalam skuat Australia, maka begitu pulalah pola karier mereka. Ini menunjukkan jika kualitas A-League baik, sehingga pemain jebolannya dapat beradaptasi di liga Eropa dan bahkan bertahan lama.

Merumput di Eropa, tapi....

Sekarang bandingkan dengan skuat Indonesia. Di mana ada 7 pemain yang berkompetisi di Eropa dan tiga lainnya tersebar di tiga liga Asia.

Berbeda dengan skuat Australia, pemain-pemain Indonesia yang merumput di Eropa nyaris seluruhnya adalah pemain hasil naturalisasi. Kecuali Elkan Baggott yang memang memilih menjadi warga negara Indonesia ketika berusia 18 tahun, serta Marselino.

Artinya, pemain-pemain berbasis Eropa tersebut bukan hasil pembinaan liga Indonesia. Mereka bermain di Eropa karena memang sejak kecil hidup di sana dan awalnya penduduk sana, kecuali Marselino.

Barulah setelah dewasa mereka memutuskan bergabung dengan timnas Indonesia. Tak perlu saya sebutkan nama-namanya, Anda semua pasti hafal siapa saja orangnya.

Sedangkan dari tiga nama yang merumput di Asia, Jordi Amat bersama Johor Darul Takzim juga tak pernah mencicipi liga Indonesia. Seluruh karirnya dihabiskan di Eropa, sebelum menerima pinangan JDT jelang menjalani proses naturalisasi.

Alhasil, hanya Asnawi, Pratama Arhan dan Marselino pemain Indonesia yang keluar negeri setelah meniti karir di liga Indonesia. Asnawi tiga tahun di kasta kedua Liga Korea, sedangkan Arhan di musim di kasta kedua Liga Jepang.

Bagaimana performa mereka selama berkiprah di kedua negara top Asia tersebut? Biarlah statistik saja yang menjawab, di mana keduanya bukanlah pemain regular di klub masing-masing.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun