RUPANYA tidak semua menyambut positif kelolosan timnas Indonesia ke 16 Besar Piala Asia 2023. Tidak sedikit yang menganggap catatan ini hanyalah sebuah keberuntungan belaka. Benarkah?
Memang harus diakui, Indonesia tidak memastikan sendiri tiket ke fase gugur. Karena hanya mampu meraih 3 poin dari 3 pertandingan di Grup D, posisi Asnawi Mangkualam, dkk. sempat rawan.
Berakhir sebagai peringkat ketiga grup, Indonesia harus menunggu hasil-hasil pertandingan di grup lain. Karena usaha sendiri tidak mampu memastikan langkah, maka lolos atau tidak sangat tergantung pada perkembangan keadaan.
Indonesia hanya bisa terus melaju jika ada dua tim dari sesama peringkat ketiga grup yang koleksi poinnya lebih sedikit. Atau kalaupun ada yang berpoin sama-sama 3, selisih gol dan atau catatan kedisiplinannya lebih buruk.
Dan itulah yang kemudian terjadi. Tiongkok di Grup A dan Oman di Grup F hanya mengumpulkan total 2 poin, hasil dari dua kali imbang dan sekali kalah.
Alhasil, Indonesia berhak lolos ke 16 Besar bersama tiga peringkat ketiga grup lainnya. Yakni Yordania dari Grup E, Palestina (C) dan Suriah (B).
Bagian dari Permainan
Melihat cara Indonesia lolos ke 16 Besar Piala Asia 2023, memang tidak salah jika ada yang beranggapan ini hanyalah sebuah keberuntungan. Akan tetapi di mana masalahnya?
Dalam sepakbola, bahkan dalam dunia olahraga pada umumnya, faktor keberuntungan adalah bagian dari permainan. Itu sebabnya atlet paling jago di dunia sekalipun, tim paling hebat sejagat raya sekalipun, tetap bakal deg-degan setiap kali akan bertanding.
Kenapa? Karena mereka tahu betul, kemungkinan menang sama besarnya dengan kemungkinan kalah. Ada banyak faktor yang bakal menentukan hasil akhir, salah satunya keberuntungan tadi.
Istilah "bola itu bundar" dalam sepakbola muncul akibat banyaknya hasil tak terduga dalam sebuah pertandingan. Ini untuk menggambarkan kalau yang akan terjadi di atas lapangan bisa saja sangat berbeda dari hitung-hitungan di atas kertas.
Kita bisa saja memprediksi dengan hitung-hitungan ini-itu, tetapi sepakbola bukanlah matematika yang eksak. Tidak selalu tim yang dipenuhi pemain bintang bakal menang. Tidak ada juga jaminan tim dengan peringkat FIFA tinggi lebih pasti unggul.
Qatar sendiri pernah menjadi locus dari sebuah momen di luar nalar seperti itu. Siapa bakal menyangka Argentina dengan Lionel Messi-nya bakal kalah dari Arab Saudi yang cuma punya Salem Al-Dawsari?
Di Piala Asia 2023, kejutan besar terjadi ketika Irak mengalahkan Jepang. Padahal sebagian besar memprediksi Jepang yang bakal keluar sebagai pemenang, mengingat rekor tak terkalahkan dalam 11 partai beruntun.
Masih ingat bagaimana cara Portugal memenangi Euro 2016? Siapa menyangka Cristiano Ronaldo, cs. bakal keluar sebagai juara, setelah hanya bisa bermain seri dengan ketiga lawan di fase grup?
Mengubah Keberuntungan Menjadi Sejarah
Portugal datang ke Euro 2016 sebagai favorit juara. Terlebih Ronaldo tengah dalam masa keemasan bersama salah satu klub terkuat sejagat, Real Madrid.
Ronaldo baru saja memenangkan trofi Liga Champions Eropa bersama Madrid ketika itu. Ia melengkapi prestasi itu dengan menjadi top scorer turnamen.
Namun ternyata Ronaldo tak langsung on fire di Euro 2016. Akibatnya, Portugal selalu ditahan imbang oleh Islandia, Austria, lalu Hungaria. CR7 baru mencetak gol pada laga ketiga.
Rentetan hasil imbang membuat Portugal hanya mengoleksi 3 poin. Tim asuhan Fernando Santos pun harus puas finish sebagai peringkat ketiga Grup F.
Eh, ndilalah Portugal berhak melaju ke babak 16 Besar sebagai salah satu dari empat peringkat ketiga grup terbaik. Bayangkan, hanya berbekal 3 poin dan tidak pernah menang!
Beruntung tidak beruntung, Portugal memanfaatkan kesempatan tersebut dengan sangat baik. Sampai pada puncaknya mengalahkan tuan rumah Prancis di partai final.
Para pemain Indonesia bisa menjadikan kisah Portugal pada Euro 2016 sebagai inspirasi. Jangan malah terpengaruh oleh komentar-komentar miring yang menyebut kelolosan ke 16 Besar Piala Asia 2023 sebagai sebuah keberuntungan belaka.
Katakanlah memang sebuah keberuntungan, lalu masalahnya apa? Toh, sesuai aturan kompetisi Indonesia memang berhak melaju.
Salah sendiri kenapa Tiongkok tidak bisa mengalahkan Tajikistan maupun Lebanon. Atau menahan imbang Qatar di partai terakhir.
Demikian pula Oman yang gagal memanfaatkan momentum, padahal sempat unggul 1-0 atas Arab Saudi sampai menit ke-78. Kesalahan sama mereka ulangi saat melawan Kirgistan di laga pamungkas nan menentukan.
Jadi, para pemain timnas Indonesia harus menutup telinga atas segala komentar negatif di luar sana. Abaikan saja mereka-mereka yang memandang remeh catatan emas yang baru saja dicapai.
Yang perlu dilakukan tim asuhan Shin Tae-yong saat ini hanyalah bermain sebaik mungkin. Bermain lebih baik dari tiga pertandingan sebelumnya.
Biarlah disebut beruntung, terpenting Asnawi, dkk. dapat mengubah kesempatan ini menjadi prestasi membanggakan. Jangankan sampai menjadi juara seperti dilakukan Portugal pada Euro 2016, sukses melewati Australia saja sudah merupakan satu prestasi bersejarah yang entah kapan dapat terulang lagi.
Kalian bisa, Garuda!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H