Mohon tunggu...
Eko Nurhuda
Eko Nurhuda Mohon Tunggu... Penulis - Pekerja Serabutan

Peminat sejarah dan penikmat sepak bola yang sedang belajar berkebun di desa transmigrasi. Tulisannya pernah dimuat di Tabloid BOLA, BOLAVaganza, FourFourTwo Indonesia, detikSport, juga Jambi Ekspres, Telusuri.id dan Mojok.co. Sempat pula menelurkan beberapa buku seputar blog-internet, juga menulis cerita silat di aplikasi novel online.

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Setahun Tragedi Kanjuruhan dan Suporter yang Tak Kunjung Dewasa

1 Oktober 2023   12:39 Diperbarui: 1 Oktober 2023   18:10 1997
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
FOTO: Istimewa via Rumah.com

Dalam hal invasi lapangan saja, sejak 1 Oktober 2022 hingga 1 Oktober 2023 tercatat beberapa kejadian. Yang langsung diingat mungkin pitch invader dalam pertandingan timnas melawan Argentina, Juni lalu.

Ketika itu seorang penonton masuk dan berswafoto bersama Alejandro Garnacho. Aksinya sukses, tetapi setelahnya Ketua Umum PSSI mengancam sanksi blacklist seumur hidup di semua stadion di Indonesia pada si pelaku.

Di Liga 1, awal Agustus lalu sejumlah suporter PSS Sleman memasuki lapangan untuk mengejar-ngejar wasit selepas pertandingan. Mereka ditengarai tidak puas dengan kepemimpinan perangkat pertandingan yang dinilai menguntungkan tim tamu Persija.

Menariknya, aksi para pitch invader tersebut digagalkan oleh Ondrej Kudela dan Adritany Ardhiyasa. Gagal mengejar wasit, mereka lantas terlibat adu argumen dengan pemain PSS (sumber).

Terlihat keren, tetapi turun ke lapangan seperti itu adalah aksi kampungan di mata internasional. Rasa-rasanya hanya di Indonesia tindakan melanggar aturan dipandang sebagai sebuah kehebatan.

Kalau ingin Indonesia dihormati oleh masyarakat sepak bola dunia, suporter harus ikut berbenah. Salah satunya dengan tidak lagi bertindak konyol menjadi pitch invader.

Stop Rasisme

Selain soal invasi lapangan, satu kejadian terbaru kembali mempertontonkan ketidak-dewasaan suporter sepak bola Indonesia. Ya, komentar rasisme terhadap Hugo Samir.

Seperti kita ketahui bersama, Hugo Samir mendapat kartu merah ketika Indonesia dikalahkan Uzbekistan pada babak 16 besar cabor sepak bola Asian Games di Hangzhou, 27 September lalu. Inilah pemicu aksi rasisme terhadap si pemain.

Ketika Hugo Samir mendapat kartu kuning kedua, Indonesia tengah tertinggal 0-1. Diharapkan membalas, Garuda Muda justru kembali kebobolan sehingga kalah 0-2.

Tak pelak, Hugo Samir menjadi kambing hitam atas kekalahan tersebut. Sebagian suporter enak saja menganggap Indonesia tidak akan kalah andai putera Jacksen F. Thiago tidak diusir keluar oleh wasit.

Pemikiran tersebut bukan saja keliru, tetapi juga menunjukkan rendahnya level pemahaman mereka terhadap sepak bola. Mereka gagal melihat di mana letak kekurangan Indonesia sehingga tak berkutik kala melawan Uzbekistan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun