Meski lebih sering memegang bola, para pemain Indonesia U23 malah berada dalam tekanan Malaysia. Bahkan setelah unggul terlebih dahulu. Lawan selalu berhasil menekan sejak Bagas Kaffa, dkk. hendak memulai serangan di area pertahanan sendiri.
Alhasil, para pemain kita tampak kebingungan setiap kali menguasai bola. Ujung-ujungnya mereka terlihat frustasi, sehingga berakibat pada buruknya kerja sama tim juga lahirnya keputusan-keputusan tidak tepat.
Alih-alih menampilkan kerja sama apik yang rapi lagi menebar ancaman serius, sebagaimana disuguhkan timnas semenjak diracik Coach Shin, Indonesia U23 seolah kembali ke 'setelan pabrik'. Penyakit-penyakit lama timnas diperlihatkan semua.
Terlalu lama memegang bola, akurasi umpan yang payah, kontrol bola yang amburadul, terburu-buru dalam membangun serangan, dilengkapi dengan keluarnya tembakan-tembakan jarak jauh yang lebih mirip mengincar burung di langit alih-alih ingin menjebol gawang lawan.
Tambahan lagi, barisan belakang langsung panik ketika mendapat serangan balik dari lawan. Ini terlihat jelas dari lahirnya dua gol Malaysia pada babak kedua yang membalik keadaan menjadi 1-2 bagi Indonesia.
Lihat saja highlight pertandingan tersebut. Kita dapat sama-sama dapat menyaksikan jika dua gol Fergus Tierney dalam pertandingan tersebut lahir akibat kecerobohan para center-beck Indonesia U23.
Gol pertama Malaysia diawali Kadek Arel yang terpancing provokasi sehingga menjatuhkan Tierney di dalam kotak penalti. Sedangkan pada gol kedua, Muhammad Ferrari gagal menutup ruang tembak Tierney yang mendapat bola liar tepat di hadapannya.
Karena selalu terburu-buru dalam membangun serangan, tim asuhan Shin Tae-yong tak mampu mengubah keadaan. Skor 1-2 bertahan.
Padahal gol kedua Malaysia lahir di menit ke-63. Artinya, masih ada waktu nyaris setengah jam bagi Indonesia di sisa pertandingan untuk setidaknya menyamakan kedudukan.
Yakin Juara?
Melawan Timor Leste dua hari setelahnya, penyakit-penyakit itu masih saja terlihat. Terutama pada bagian terburu-buru membangun serangan dan tendangan-tendangan menembak burung.
Tidak perlu menyalahkan asisten wasit yang menganulir gol kedua Sananta. Andai saja para pemain lebih tenang dan sabar dalam mengkreasi ancaman, juga lebih memilih mengoper ke teman yang posisinya lebih bagus alih-alih melakukan tembakan lambung, tanpa gol yang dianulir itupun skor akhir bisa setidaknya 3-0.