USAI kekalahan Indonesia dari Vietnam di semifinal leg kedua Piala AFF 2022 beberapa hari lalu, tiba-tiba saja satu gagasan melintas di kepala saya. Sebuah usul yang terbilang usil, semata-mata demi impian menyaksikan timnas tercinta menjadi juara.
Harap maklum kalau ide ini sampai mengemuka. Pasalnya, mengikuti kiprah timnas dari 1997, seumur hidup saya belum pernah melihat Indonesia mengangkat trofi. Bahkan setelah PSSI menerapkan strategi naturalisasi pemain sejak 2010, tetap saja nirgelar.
Oya, sebelum melanjutkan lebih jauh, mari kita samakan pemahaman dulu. Yang dimaksud tim nasional menurut FIFA adalah tim senior, ya. Tim ini jugalah yang hasil-hasil pertandingannya memengaruhi peringkat FIFA.
Jadi, timnas yang saya maksud dalam tulisan ini adalah tim senior. Bukan tim junior yang sudah pernah meraih sederet gelar juara semenjak  trofi Piala AFF U19 dipersembahkan oleh Evan Dimas, dkk. pada 2013 lalu.
Satu lagi, tolong jangan sebut-sebut 'keberhasilan' menjuarai Piala Kemerdekaan 2008. Saya malu sama orang Libya kalau kita sampai membangga-banggakan trofi yang didapat secara kontroversial dari even tersebut.
Lantas, apa usul usil yang ingin saya sampaikan?
Dua Region AFF
Kalau kita perhatikan, subkontinen Asia Tenggara yang negara-negaranya kemudian membentuk federasi sepak bola bernama ASEAN Football Federation (AFF) terbagi atas dua kawasan berbeda berdasarkan letak geografisnya. Satu di daratan utama benua Asia, satu lagi berupa gugusan kepulauan di antara Samudera Indonesia dan Samudera Pasifik.
Tak hanya dipisahkan oleh letak geografis, daratan dan kepulauan, secara kultur pun terdapat perbedaan besar di antara kedua kawasan Asia Tenggara ini. Jadi, rasa-rasanya usulan saya di sini tidaklah usil-usil amat.
Pada saat googling untuk memperkaya tulisan ini, saya baru tahu jika di Wikipedia ternyata sudah ada artikel mengenai pembagian dua region ini. Jadi, saya pakai saja istilah yang digunakan oleh laman ensiklopedia keroyokan tersebut.
Kawasan AFF di daratan utama benua Asia disebut sebagai Mainland Southeast Asia. Â Nama lainnya adalah Semenanjung Indochina. Nama Indochina diambil karena beberapa negara yang masuk ke dalamnya adalah daerah bekas jajahan Prancis bernama sama.
Negara-negara yang masuk kawasan Mainland Southeast Asia adalah (diurut dari timur ke barat) Myanmar, Thailand, Laos, Kamboja, Vietnam. Malaysia terkadang ikut dimasukkan pula, tetapi jika menilik dari kebudayaannya akan lebih pas jika tergabung dalam region kedua.
Adapun kawasan berupa gugusan kepulauan di antara dua samudera tadi dinamakan sebagai Maritime Southeast Asia. Saya sendiri tadinya mau memakai istilah Archipelago Southeast Asia alias Asia Tenggara Kepulauan, tetapi istilah dari Wikipedia boleh juga.
Sudah bisa menebak bukan, negara-negara mana saja yang masuk ke dalam kawasan kepulauan ini? Ya: Malaysia, Singapura, Indonesia, Filipina, Brunei Darussalam dan Timor Leste.
Dua Piala AFF: Mainland dan Archipelago
Saya juga bakal maklum kalau sudah ada yang bisa menebak apa usul usil saya sampai di sini. Betul sekali, yang tergambar di kepala saya usai menyaksikan kekalahan timnas di Hanoi adalah membagi Piala AFF menjadi dua kejuaraan berdasarkan kawasan masing-masing negara.
Yang satu AFF Mainland Cup yang diikuti Myanmar, Thailand, Laos, Kamboja dan Vietnam. Satunya lagi AFF Maritime Cup atau saya lebih suka menyebutnya AFF Archipelago Cup yang diikuti Malaysia, Singapura, Indonesia, Filipina, Brunei Darussalam dan Timor Leste.
Dasar pemikiran ini simpel saja. Kita harus realistis mengakui jika Indonesia semakin lama semakin tertinggal dari Thailand dan Vietnam. Kalau memakai angka, level Indonesia rasa-rasanya sudah tiga tingkat di bawah Thailand dan dua atau dua setengah tingkat di bawah Vietnam.
Bahkan belakangan Indonesia juga mulai kerepotan menghadapi Kamboja dan Myanmar. Jika dulu selalu menang mudah dengan skor besar, menurunkan pemain pelapis pula, kini bisa menang tipis saja harus dengan susah payah.
Ingat lagi, keempat negara di atas berasal dari kawasan mainland Asia Tenggara. Dan bukan hanya Indonesia anggota AFF dari kawasan archipelago yang merasakan kerepotan setiap kali berhadapan dengan Thailand dan Vietnam.
Betul Singapura bisa menahan imbang Vietnam di fase grup Piala AFF 2022. Namun ingat juga skornya o-0, di mana artinya para penyerang Negeri Singa tidak mampu menjebol gawang Vietnam. Sedangkan Park Hang-seo menurunkan mayoritas pemain pelapis saat itu.
Pendek kata, saya ingin mengatakan jika perbedaan kekuatan dan kualitas di antara negara-negara archipelago dengan negara-negara mainland kian menjauh. Atau lebih spesifiknya lagi, kekuatan trio Indonesia-Malaysia-Singapura versus duo Thailand-Vietnam.
Kita sebut saja jomplang, sebab memang demikianlah adanya. Ini dibuktikan dengan gelar juara Piala AFF (juga cabang sepak bola SEA Games) yang selalu jatuh ke tangan Thailand atau Vietnam dalam empat perhelatan terakhir.
Sejak Singapura mengalahkan Thailand dengan skor agregat 3-2 pada edisi 2012, juara Piala AFF setelahnya adalah Thailand (2014, 2016, 2020) dan Vietnam (2018). Eh, tahun 2022 ini keduanya malah bertemu di final.
Memperbesar Kans Juara
Jadi, ceritanya ini usul untuk menghindari Thailand dan Vietnam di Piala AFF?
Akui saja begitu. Toh, nyatanya memang di dalam diri mayoritas pemain Indonesia hinggap ketakutan tersendiri setiap bersua Thailand atau Vietnam. Lebih besar dari rasa grogi jika berhadapan dengan Malaysia atau Singapura.
Secara tim, organisasi permainan Thailand dan Vietnam juga jauh di atas Indonesia. Malah kalau menyaksikan semifinal kedua antara Malaysia vs Thailand, jiran kita itu juga punya problem serupa. Namanya juga saudara.
Tanpa Thailand dan Vietnam, maka kans Indonesia untuk menjadi juara sebuah turnamen akan lebih besar. Saingan terberat di AFF Archipelago Cup berganti menjadi Malaysia dan Singapura, ditambah Filipina sebagai kuda hitam.
Eits, jangan sebut AFF Archipelago Cup sebagai turnamen kacangan, ya. Bagaimanapun ini tetap kompetisi dengan tensi tinggi yang menawarkan keseruan maksimal.
Ada dua musuh bebuyutan Indonesia vs Malaysia dan Malaysia vs Singapura di sini. Trio ini adalah kandidat juara di kawasan archipelago. Satu rivalitas tinggi lainnya adalah Indonesia vs Timor Leste, dengan alasan keterkaitan sejarah kedua negara.
Dari segi pasar alias konsumen, jelas kawasan Asia Tenggara Kepulauan menawarkan banyak potensi bagi sponsor. Stadion bakal selalu ramai dengan suporter, siaran langsung di televisi pun rating-nya berpeluang tinggi.
Coba kita hitung. Indonesia saja sudah 273,8 juta jiwa, lalu Filipina 113,9 juta jiwa, ditambah Malaysia (33,5 juta), Singapura (5,454 juta), Timor Leste (1,321 juta) dan Brunei Darussalam (445.373), total jenderalnya sebanyak 428,420 juta jiwa. Hampir setengah miliar!
Bagaimana usul usil dari saya ini?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H