Karenanya masa itu saya mengindentikkan RCTI dengan Serie A, lalu Bundesliga. TV7 adalah Liga Inggris, sedangkan ANteve (kini ANTV) adalah Liga Indonesia. Atau yang terkini, SCTV adalah Liga Champions.
Satu-satunya televisi yang pernah saya hidupkan bukan untuk menonton sepak bola adalah Metro TV. Di awal-awal kehadirannya, tvOne sempat membuat saya mendua. Namun sejak lumpur Lapindo muncrat di Porong, saya tidak pernah lagi menontonnya.
Pendek kata, saya adalah orang yang tumbuh bersamaan dengan membesarkan industri televisi di tanah air. Akan tetapi justru tidak menyukai kebanyakan tayangan-tayangan televisi.
Saya lebih suka dengan internet, terutama karena mengetahui yang namanya make money online di tahun 2003. Masih zamannya paid to surf, paid to click, lalu sempat mempelajari afiliasi Clickbank dan Amazon meski hasilnya zonk.
Ketika kemudian berkenalan dengan blog, saya semakin keranjingan dengan internet. Sejak itu pula semakin giat mencari penghasilan dari internet. Sponsored reviews, jualan backlink, sampai jadi blogger-reporter yang dibayar untuk hadir dan meliput acara brand name tertentu.
Selain faktor mencari uang, saya lebih menyukai internet karena kebebasan yang diberikan. Tidak seperti televisi dan juga radio yang mengharuskan saya menunggu hari dan jam tertentu demi menyaksikan atau mendengarkan sebuah acara, internet membuat pengguna jauh lebih bebas.
Kapan saja saya sempat berselancar, ya berselancarlah saat itu. Tidak perlu menunggu hari dan jam tertentu, yang kalau sampai terlupa sama sekali tidak bisa mengikuti siarannya. Tidak bisa mengulang lagi.
Masa itu tayangan video masih sangat jarang di internet. Yang marak adalah layanan penyedia berkas suara yang mana bisa kita dengarkan secara daring. Mirip layanan music streaming seperti Joox atau Spotify di masa kini.
Kepincut YouTube
Kebebasan tersebut jauh lebih terasa ketika kemudian trio Jaweed Karim, Chad Hurley dan Steve Chen melahirkan YouTube di tahun 2005. Hiburan yang mulanya hanya suara dan teks, kini sudah tersedia dalam bentuk video pula.
Saya bisa menonton rekaman konser The Beatles, termasuk juga video-video klip lawasnya, berkat YouTube. Saya bahkan berhasil mmengumpulkan seluruh lagu grup band legendaris asal Liverpool ini karena YouTube.
Eits, jangan bilang saya pembajak, ya. Masa itu urusan hak cipta begini masih wilayah abu-abu. Saya pun masih lugu, berpikir apa yang tersedia di internet sah-sah saja diunduh. Harap maklum dan dimaafkan, ya.