Mohon tunggu...
Eko Nurhuda
Eko Nurhuda Mohon Tunggu... Penulis - Pekerja Serabutan

Peminat sejarah dan penikmat sepak bola yang sedang belajar berkebun di desa transmigrasi. Tulisannya pernah dimuat di Tabloid BOLA, BOLAVaganza, FourFourTwo Indonesia, detikSport, juga Jambi Ekspres, Telusuri.id dan Mojok.co. Sempat pula menelurkan beberapa buku seputar blog-internet, juga menulis cerita silat di aplikasi novel online.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Kejutan Manis dari Kompasiana

23 Agustus 2022   18:35 Diperbarui: 23 Agustus 2022   19:00 374
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tawa Nenek Amina Sabtu di rumahnya, selepas upacara bendera 18 Agustus 2017 di Kelurahan Mareku, Tidore. FOTO: Eko Nurhuda/bungeko.com

Namun bagi saya ini penting, sebab yang saya angkat dalam artikel tersebut adalah satu sejarah lokal Tidore. Peristiwa yang sedikit-banyak berpengaruh pada sejarah terbentuknya negara ini, tetapi sempat tidak terdengar di skala nasional. Lama terpendam di bawah dominasi sejarah yang jawasentris.

Jangan kata di level nasional, orang-orang di Maluku Utara saja tidak semua tahu peristiwa 18 Agustus 1946 di Tanjung Mafutabe tersebut. Memang ada media nasional yang sempat mengangkat, tetapi agaknya belum terlalu memberikan efek. Terutama bagi satu-satunya pelaku sejarah yang tersisa saat itu: mendiang Nenek Amina Sabtu.

Baca juga: Mengenang Perjumpaan dengan Amina Sabtu, Fatmawati-nya Tidore

Saya termasuk beruntung karena begitu mengetahui kisah ini dari Anita Gathmir, saat pertama kali datang ke Tidore pada April 2017, saya berkesempatan menemui dan mewawancarai langsung Nenek Amina. Tekad saya semakin bulat untuk menyebar-luaskan peristiwa heroik ini melalui media apa pun yang dapat saya jangkau.

Saya lantas mengikuti jejak Sofyan Daud, budayawan Maluku Utara, yang pernah mengangkat sosok Nenek Amina di media setempat. Namun saya memilih jalur berbeda. Saya cukup sadar diri akan kapasitas serta kredibilitas saya yang bukan siapa-siapa ini.

Maka saya lantas memilih cara yang mungkin dianggap aneh. Alih-alih mengirim artikel hasil liputan saya ke sana-sini, saya putuskan untuk menggalang satu kampanye di Kitabisa. Ya, saya membuat penggalangan dana bertajuk Apresiasi untuk Amina Sabtu, Fatmawati-nya Tidore.

Mulanya saya pasang target Rp 25 juta. Namun lagi-lagi saya sadar diri, sehingga target diturunkan menjadi Rp 10 juga saja. Itupun sampai akhir kampanye tidak terpenuhi. Padahal sudah mendapat bantuan donasi berlimpah dari acara lelang amal Hard Rock FM dan juga Wardah.

Namun tidak jadi masalah. Sejak awal tujuan utama saya memang bukan dananya, tetapi exposure terhadap peristiwa sejarah di Tanjung Mafutabe, Kelurahan Mareku, di Pulau Tidore pada 76 tahun lalu.

Pertemuan pertama saya dengan Nenek Amina Sabtu di rumahnya di Kelurahan Mareku, Tidore, pada April 2017. FOTO: Rifqy Faiza Rahman
Pertemuan pertama saya dengan Nenek Amina Sabtu di rumahnya di Kelurahan Mareku, Tidore, pada April 2017. FOTO: Rifqy Faiza Rahman

Perhatian Membawa Perubahan

Target yang satu ini terbukti sukses. Exprosure skala nasional itu akhirnya bisa didapat. Setidaknya dari perhatian yang diberikan Hard Rock FM Jakarta, sebuah stasiun radio yang menyasar pendengar dari kalangan generasi muda.

Dua kali saya diwawancarai Hard Rock FM untuk menceritakan perihal Nenek Amina, peristiwa Tanjung Mafutabe, dan mengapa kita semua layak mengangkat kisah heroik ini serta mengapresiasi para pelakunya. Bersama saya juga ikut diwawancarai seorang co-founder Kitabisa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun