Mohon tunggu...
Eko Nurhuda
Eko Nurhuda Mohon Tunggu... Penulis - Pekerja Serabutan

Peminat sejarah dan penikmat sepak bola yang sedang belajar berkebun di desa transmigrasi. Tulisannya pernah dimuat di Tabloid BOLA, BOLAVaganza, FourFourTwo Indonesia, detikSport, juga Jambi Ekspres, Telusuri.id dan Mojok.co. Sempat pula menelurkan beberapa buku seputar blog-internet, juga menulis cerita silat di aplikasi novel online.

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Memetik Hikmah dari Kegagalan Indonesia di Piala AFF U19 2022

11 Juli 2022   12:53 Diperbarui: 12 Juli 2022   17:31 957
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Entah mengapa setiap kali menghadapi tiga tim tersebut, sering terkesan ada prinsip "yang penting tidak kalah". Lebih-lebih kala melawan Thailand dan belakangan Vietnam. Jika menghadapi Malaysia, maka slogannya adalah: boleh kalah, asalkan jangan dari Malaysia.

Ini tentu prinsip keliru. Karena hanya menghindari kekalahan, asalkan tidak kalah, ya hasil akhirnya mentok-mentok cuma seri. Padahal tidak ada salahnya memasang target tinggi. Toh, Indonesia pernah mengalahkan ketiganya.

Seperti pesan Bung Karno, kalau kita menggantungkan cita-cita setinggi langit, andaipun gagal kita masih berada di awan. Kalau targetnya hanya tidak kalah, tidak heran kalau cuma mendapat hasil imbang saja sudah senang.

Barulah sekarang kita merasakan pahitnya hasil seri. Kalau saja sederet peluang yang tercipta pada saat menghadapi Vietnam dan Thailand berbuah gol, tidak akan ada pemain yang menangis karena gagal lolos ke semifinal. 

4. Masih Suka Egois

Ini masih ada kaitannya dengan mental, juga sama buruknya dengan mental tempe tadi.

Tak jarang kita saksikan para pemain timnas bersikap egois ketika mendapatkan peluang. Alih-alih memberikan bola pada rekannya yang punya posisi lebih bagus lagi bebas kawalan musuh, eh, malah memaksakan menembak sendiri ke gawang.

Sikap seperti inilah yang, menurut saya, membuat partai melawan Vietnam dan Thailand berakhir imbang 0-0. Padahal ada beberapa peluang bagus yang seharusnya bisa berbuah gol bagi Indonesia ketika itu.

Seperti pada saat Ronaldo Kwateh berdiri bebas di dalam kotak penalti Thailand, tetapi tidak diberi umpan. Alih-alih, si pembawa bola memilih menembakkan bola sendiri ke gawang. Sedangkan posisinya kurang baik karena diadang beberapa pemain lawan, sudut tembaknya pun sempit.

Indonesia juga bisa menang lebih dari 7-0 saat menghadapi Brunei Darussalam. Namun ada sejumlah kesempatan di mana pemain terkesan ingin ikut mencetak gol pula, sehingga ogah memberikan bola pada teman yang berposisi lebih terbuka.

Shin Tae-yong harus sering-sering mengingatkan anak-anak asuhannya bahwa pencapaian tim di atas segalanya. Nama negara yang dibawa para pemain jauh lebih luhur dan agung ketimbang nama-nama mereka.

Coba para pemain dibawa bersilaturahim dengan Bambang Pamungkas atau Ilham Jayakesuma. Lemparkan satu saja pertanyaan pada kedua legenda hidup timnas tersebut. Mana yang lebih mereka sukai, meraih gelar top scorer atau menjuarai Piala AFF?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun