Entah mengapa setiap kali menghadapi tiga tim tersebut, sering terkesan ada prinsip "yang penting tidak kalah". Lebih-lebih kala melawan Thailand dan belakangan Vietnam. Jika menghadapi Malaysia, maka slogannya adalah: boleh kalah, asalkan jangan dari Malaysia.
Ini tentu prinsip keliru. Karena hanya menghindari kekalahan, asalkan tidak kalah, ya hasil akhirnya mentok-mentok cuma seri. Padahal tidak ada salahnya memasang target tinggi. Toh, Indonesia pernah mengalahkan ketiganya.
Seperti pesan Bung Karno, kalau kita menggantungkan cita-cita setinggi langit, andaipun gagal kita masih berada di awan. Kalau targetnya hanya tidak kalah, tidak heran kalau cuma mendapat hasil imbang saja sudah senang.
Barulah sekarang kita merasakan pahitnya hasil seri. Kalau saja sederet peluang yang tercipta pada saat menghadapi Vietnam dan Thailand berbuah gol, tidak akan ada pemain yang menangis karena gagal lolos ke semifinal.Â
4. Masih Suka Egois
Ini masih ada kaitannya dengan mental, juga sama buruknya dengan mental tempe tadi.
Tak jarang kita saksikan para pemain timnas bersikap egois ketika mendapatkan peluang. Alih-alih memberikan bola pada rekannya yang punya posisi lebih bagus lagi bebas kawalan musuh, eh, malah memaksakan menembak sendiri ke gawang.
Sikap seperti inilah yang, menurut saya, membuat partai melawan Vietnam dan Thailand berakhir imbang 0-0. Padahal ada beberapa peluang bagus yang seharusnya bisa berbuah gol bagi Indonesia ketika itu.
Seperti pada saat Ronaldo Kwateh berdiri bebas di dalam kotak penalti Thailand, tetapi tidak diberi umpan. Alih-alih, si pembawa bola memilih menembakkan bola sendiri ke gawang. Sedangkan posisinya kurang baik karena diadang beberapa pemain lawan, sudut tembaknya pun sempit.
Indonesia juga bisa menang lebih dari 7-0 saat menghadapi Brunei Darussalam. Namun ada sejumlah kesempatan di mana pemain terkesan ingin ikut mencetak gol pula, sehingga ogah memberikan bola pada teman yang berposisi lebih terbuka.
Shin Tae-yong harus sering-sering mengingatkan anak-anak asuhannya bahwa pencapaian tim di atas segalanya. Nama negara yang dibawa para pemain jauh lebih luhur dan agung ketimbang nama-nama mereka.
Coba para pemain dibawa bersilaturahim dengan Bambang Pamungkas atau Ilham Jayakesuma. Lemparkan satu saja pertanyaan pada kedua legenda hidup timnas tersebut. Mana yang lebih mereka sukai, meraih gelar top scorer atau menjuarai Piala AFF?