Mohon tunggu...
Eko Nurhuda
Eko Nurhuda Mohon Tunggu... Penulis - Pekerja Serabutan

Peminat sejarah dan penikmat sepak bola. Tulisannya pernah dimuat di Tabloid BOLA, BOLAVaganza, FourFourTwo Indonesia, detikSport, juga Jambi Ekspres, Telusuri.id dan Mojok.co. Sempat pula menelurkan beberapa buku seputar blog-internet. Kini berkecimpung di dunia novel online dan digital self-publishing.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Indonesia, Thailand, Vietnam dan Sepak Bola Gajah

11 Juli 2022   00:48 Diperbarui: 11 Juli 2022   00:59 1275
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Vietnam dan Thailand jelang partai terakhir Grup A Piala AFF U19 2022 di Stadion Madya GBK, Jakarta, 10/7/2022. FOTO: Twitter/AFFPresse

RAKYAT Indonesia kecewa berat. Timnas U19 yang tampil trengginas di gelaran Piala AFF U19 2022 harus tersingkir secara menyakitkan. Jadi tim paling produktif serta paling atraktif sepanjang turnamen, Garuda Nusantara terjegal di laga terakhir Grup A.

Wajar saja jika netizen Indonesia kecewa. Pasalnya, ada aroma tidak sedap yang dianggap dengan sengaja diatur demi menjegal langkah tim asuhan Shin Tae-yong. Aturan tiebreaker yang sudah belasan tahun diterapkan dalam turnamen, konon mendadak diubah jelang laga pamungkas fase grup.

Sejak beberapa hari lalu saya sudah mencari-cari dokumen regulasi Piala AFF U19. Namun entah di mana dapat ditemukan, bahkan di laman AFF saja tidak ada. Melongok akun sosmen AFF, juga tidak ada. Barulah Minggu (10/7/2022) pagi akun Twitter resmi AFF (@AFFPresse) menunjukkan regulasi tiebreaker.

Aturan tiebreaker yang biasa dipakai AFF di segala kompetisi gelarannya selama ini adalah selisih gol. Aturan tersebut masih diterapkan pada Piala AFF U19 tahun 2019, juga Piala AFF 2020. Namun ternyata dalam cuitan pagi itu, regulasi kompetisi sudah berganti menjadi head-to-head.

Peluang Indonesia yang semula lebih terbuka ketimbang Vietnam atau Thailand, mendadak jadi di ujung tanduk. Dengan aturan head-to-head, kedua negara bertetangga tersebut cukup bermain imbang dengan skor 1-1 atau lebih di partai terakhir Grup A untuk sama-sama melaju ke semifinal.

Ternyata skor itu menjadi kenyataan. Thailand sempat unggul duluan pada menit ke-71 melalui Kroekphon Abram. Namun Vietnam langsung membalas lima menit berselang lewat gol Khuat Van Khang. Usai gol tersebut kedua tim terkesan bermain santai hingga akhir pertandingan.

Tak heran jika netizen Indonesia menuding Vietnam dan Thailand memperagakan sepak bola gajah. Dengan sengaja hanya mencari hasil imbang 1-1 sehingga sama-sama lolos ke semifinal sekaligus menyingkirkan Indonesia. Kekecewaan tersebut mereka tumpahkan di akun media sosial resmi AFF.

Berkaca pada 1998

Netizen tentu boleh saja marah-marah. Tuntutan agar diadakan investigasi mengenai dugaan match fixing dalam pertandingan Vietnam vs Thailand juga wajar, kalau tidak mau dikatakan perlu dilakukan. Tinggal bagaimana bapak-bapak pengurus PSSI yang terhormat menyikapi kejadian ini.

Jika kita melihat sejarah, ada preseden serupa tapi tak sama di tahun 1998. Yang terlibat langsung kala itu adalah Indonesia dan Thailand. Sedangkan Vietnam berada dalam posisi seperti Indonesia sekarang, tuan rumah dan seolah ingin dihindari.

Kejadian yang saya maksud adalah partai terakhir Grup A Piala AFF 1998 antara Thailand dan Indonesia. Alih-alih mencari kemenangan, Thailand sudah merasa cukup puas dengan hasil seri. Sementara Indonesia malah berburu kekalahan.

Vietnam sendiri waktu itu bertindak sebagai tuan rumah kompetisi. Mereka tampil menggila di sepanjang fase grup. Tak terkalahkan dari 3 laga. Rinciannya adalah menang 4-1 atas Laos, imbang 0-0 dengan Singapura, serta menang 1-0 versus Malaysia.

Meski demikian Vietnam harus puas duduk di posisi kedua klasemen akhir Grup B. Penyebabnya adalah mereka kalah jumlah selisih gol dari Singapura yang sama-sama hanya kebobolan sekali, tetapi mencetak 6 gol.

Gebrakan Vietnam ini ternyata membuat gentar kontestan lain di Grup A. Grup yang tengah dipuncaki Indonesia, dengan Thailand di bawahnya. Konon, "teror" pendukung fanatik tuan rumahlah yang membuat rontok nyali tim tamu.

Indonesia yang sudah memastikan satu tiket ke semifinal agaknya termakan desas-desus tersebut. Jika terus bertahan di puncak klasemen Grup A, Tim Garuda bakal berhadapan dengan Vietnam di semifinal.

Mulailah ada kasak-kusuk untuk menghindari Vietnam. Caranya dengan sengaja mengalah di partai pamungkas fase grup. Sebuah misi mudah mengingat lawan terakhir Indonesia di Grup A adalah Thailand.

Menghindari Tuan Rumah?

Kalau menilik pertemuan terakhir di final SEA Games 1997, Thailand mustinya dapat mengungguli Indonesia. Anehnya, pada pertandingan yang berlangsung di Stadion Thong Nhat, Ho Chi Minh City, pada 31 Agustus 1998 tersebut Tim Gajah Putih seolah sudah puas dengan hasil seri.

Babak pertama berakhir imbang 0-0. Pada babak kedua, Indonesia unggul terlebih dahulu lewat gol Miro Baldo Bento di menit ke-52. Tepat 10 menit berselang Thailand membalas melalui aksi Kritsada Piandit.

Gol tambahan baru tercipta pada menit ke-84. Lagi-lagi Indonesia memimpin berkat sumbangan angka Aji Santoso. Eh, dua menit berselang Thailand sudah membalas. Gelandang mungil lagi lincah Therdsak Chaiman menyamakan skor menjadi 2-2.

Setelahnya pertandingan berjalan membosankan, persis seperti laga Vietnam vs Thailand di Piala AFF U19 2022 kemarin. Thailand tak terlihat punya niat menambah gol. Sepertinya target mereka memang hanya finish sebagai runner-up Grup A.

Thailand sengaja menghindari Vietnam? Entahlah. Yang jelas para pemain Indonesia kemudian melakukan satu tindakan konyol. Jelang pertandingan berakhir, bek Mursyid Effendi menembak gawang sendiri. Sebuah gol bunuh diri yang telanjang sekali dilakukan dengan sangat sengaja.

Pertandingan berakhir dengan skor 3-2 untuk kemenangan Thailand. Dengan demikian Tim Gajah Putih naik ke peringkat 1 klasemen Grup A dan berhadapan dengan Vietnam selaku runner-up Grup B. Indonesia sendiri menghadapi Singapura di semifinal.

Investigasi dan Sanksi

Usai pertandingan mencurigakan tersebut, investigasi langsung dilakukan oleh badan-badan terkait. FIFA sampai ikut turun tangan. Pasalnya, mencolok sekali jika kedua tim sama-sama tidak ingin menang. Tindakan Indonesia dan Thailand dinilai mencederai semangat sportivitas olahraga.

Hasilnya, timnas Indonesia mendapat sanksi. Nasib Mursyid Effendi lebih apes lagi. Tidak tanggung-tanggung, FIFA melarang bek asal Jawa Timur itu bermain di level internasional seumur hidup! Artinya, Mursyid tak bisa lagi membela timnas.

Nah, maksud saya dengan membawa kisah kelam masa lalu ini adalah menunjukkan jika terbuka peluang bagi Indonesia untuk menuntut investigasi terhadap pertandingan Vietnam vs Thailand. Jika memang dua tim itu dicurigai melakukan match fixing, PSSI musti bertindak.

Toh, ketika ulah Indonesia dan Thailand di Piala AFF 1998 tidak merugikan tim mana pun saja, badan-badan terkait langsung bergerak cepat melakukan investigasi. Bahkan FIFA ikut turun tangan dan menjatuhi sanksi. Sanksinya tidak main-main pula.

Sekarang, jelas-jelas hasil pertandingan Vietnam vs Thailand merugikan Indonesia. Maka, tidak bisa dianggap berlebihan jika netizen menyuarakan diadakannya investigasi oleh AFF. Kalau perlu kasus ini ditembuskan ke FIFA sekalian, seperti yang terjadi pada Piala AFF 1998.

Bagaimana menurut Kompasianer sekalian? Mari berdiskusi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun