Apa pasal? Sebab dalam menentukan kewarga-negaraan seseorang terdapat dua asas yang dapat dipakai. Kedua asas tersebut adalah ius sanguinis yang mendasarkan pada garis keturunan dan asas ius soli yang mendasarkan pada tempat kelahiran.
Mengacu pada asas ini, Van der Vin dapat memilih dua kewarga-negaraan waktu itu. Pilihannya adalah Hindia Belanda (kelak Indonesia) sebagai tempatnya dilahirkan atau Belanda sebagai negara asal-usul leluhurnya.
Ini kasusnya sama seperti Elkan Baggott yang kelahiran Bangkok, tetapi punya ibu asal Indonesia dan ayah orang Inggris. Menurut dua asas di atas, Baggott berhak untuk menjadi warga negara Thailand, Indonesia atau Inggris. Tinggal pilih.
Bagaimana dengan Van der Vin? Sayangnya saya belum mendapat keterangan mengenai pilihan kewarganegaraan kiper ini. Mungkin juga pada masa itu memang tidak perlu memilih-milih seperti yang musti dilakukan Baggott.
Aturan mengenai kewarganegaraan masih terhitung longgar pada masa itu. Perpindahan penduduk dari satu negara ke negara lain tidak seketat sekarang. Orang Hindia Belanda bebas keluar-masuk dan menetap di kawasan British Malaya, demikian pula sebaliknya.
Buktinya, sejarah mencatat pencipta lagu kebangsaan Singapura adalah seorang Minangkabau. Zubir Said yang menggubah Majulah Singapura lahir di Bukittinggi dari pasangan Minang asli, lalu di masa dewasa merantau dan menetap di Singapura.
Namun demikian kesimpulan saya Van der Vin tetaplah WNI sejak lahir. Alasannya karena dia lahir di Semarang, maka dia adalah warga negara Indonesia yang kala itu masih bernama Hindia Belanda.
Ketika kelak Republik Indonesia diproklamasikan, secara otomatis dia berhak menyandang status sebagai WNI. Bolehkah ditambahkan keturunan Belanda.
Memilih Indonesia
Pendapat saya ini diperkuat dengan fakta kedua, yakni catatan kelanjutan kisah hidup Van der Vin setelah beranjak dewasa. Di mana dari serpihan-serpihan informasi yang saya kumpulkan di internet, Nol terus-menerus tinggal di Hindia Belanda. Dia lebih banyak menghabiskan waktunya di negara ini.
Bahkan ketika orang etnis Belanda ramai-ramai melakukan repatriasi, alias kembali ke tanah leluhur mereka di Eropa sana usai Indonesia merdeka, Van der Vin memilih tetap tinggal di republik yang baru lahir ini. Bisa dimaklumi, sebab dia lahir dan hidup di negara ini. Baginya, Semarang adalah kampung halaman.
Pilihan tersebut lantas berbuah panggilan dari timnas. Van der Vin melakukan debut bagi timnas ketika diturunkan dalam laga persahabatan melawan South China AA. Tim asal Hong Kong tersebut dijamu Indonesia di Lapangan Ikada pada 27 Juli 1952.