Mohon tunggu...
Eko Nurhuda
Eko Nurhuda Mohon Tunggu... Penulis - Pekerja Serabutan

Peminat sejarah dan penikmat sepak bola yang sedang belajar berkebun di desa transmigrasi. Tulisannya pernah dimuat di Tabloid BOLA, BOLAVaganza, FourFourTwo Indonesia, detikSport, juga Jambi Ekspres, Telusuri.id dan Mojok.co. Sempat pula menelurkan beberapa buku seputar blog-internet, juga menulis cerita silat di aplikasi novel online.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Mengenang Kejutan Yunani di Euro 2004

4 Juli 2022   23:57 Diperbarui: 5 Juli 2022   01:18 1114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

TEPAT hari ini pada 18 tahun lalu, 4 Juli 2004, sebuah sejarah besar di jagat sepak bola Eropa tercipta. Bertempat di Estadio da Luz di kota Lisabon, Yunani yang sama sekali tidak diunggulkan justru keluar sebagai juara Euro 2004.

Segala prediksi seketika menjadi jungkir balik saat itu. Sejarah yang ditorehkan Yunani menjadi lebih istimewa karena tim asuhan Otto Rehagel tersebut mengalahkan tuan rumah Portugal di partai final.

Padahal sejak awal Portugal digadang-gadang oleh banyak pengamat sebagai salah satu calon kuat juara. Salah satunya karena status mereka sebagai tuan rumah. Ditambah lagi nama besar Luiz Felipe Scolari, pelatih yang mengantar Brasil sebagai juara Piala Dunia 2002.

Alasan lain, skuat Portugal berisikan pemain-pemain ternama. Mulai dari generasi veteran seperti Luis Figo, Rui Jorge dan Pauleta; bintang baru yang tengah mencorong sinarnya dalam diri Cristiano Ronaldo, serta 6 pemain FC Porto yang baru saja menjuarai Liga Champions Eropa bersama Jose Mourinho.

Bandingkan dengan Yunani. Dari 23 nama yang diumumkan Rehagel waktu itu, hanya 8 pemain yang merumput di luar Yunani. Itu pun kebanyakan di klub semenjana.

Dari 8 pemain di luar Yunani tersebut, rasa-rasanya hanya bek Traianos Dellas (AS Roma) dan gelandang Giorgos Karagounis (Internazionale Milano) yang boleh dikategorikan sebagai pemain papan atas.

Nama Rehagel sebagai pelatih Yunani juga tak segemerlap Scolari di kubu Portugal. Sebagai gambaran, Yunani adalah timnas pertama dan satu-satunya yang pernah ditangani pria Jerman itu sepanjang kariernya sebagai pelatih.

Sedangkan Scolari punya pengalaman menukangi dua timnas sebelum ditunjuk menangani Portugal. Hasilnya adalah satu gelar juara Piala Teluk 1990 bagi Kuwait dan Piala Dunia 2002 bagi Brasil.

Pendek kata, dilihat dari segala sisi Yunani bukan apa-apanya Portugal. Toh, dua kali mereka bertemu di Euro 2004, dua kali pula Scolari harus mengakui keunggulan taktik Rehagel. Salah satunya bahkan berharga mahal: melayangnya trofi juara.

Mengejutkan Sejak Kualifikasi

Sebetulnya kejutan Yunani sudah dimulai sejak putaran Kualifikasi. Menempati Pot C yang berisi tim-tim semenjana Eropa, Yunani diundi ke dalam Grup 6 bersama Spanyol, Ukraina, Armenia, dan Irlandia Utara.

Sekilas pandang saja kebanyakan orang bakal menebak Spanyol yang bakal menjadi Juara Grup 6, sekaligus lolos ke putaran final Euro 2004. Sedangkan posisi runner-up grup rasa-rasanya bakal ditempati Ukraina yang dimotori Andriy Shevchenko, bintang AC Milan yang sangat subur di Serie A.

Prediksi ini tepat, setidaknya dalam dua pertandingan awal. Yunani mengawali kampanye mereka dengan buruk, yakni kalah 0-2 dari Spanyol di kandang sendiri. Bertandang ke Ukraina pada pertandingan kedua, kekalahan kembali diderita dengan skor identik.

Alhasil, posisi Yunani di klasemen sementara setelah dua pertandingan awal sempat berada di bawah Armenia. Tanpa mencetak gol sebiji pun, kebobolan 4 gol. Sedangkan Armenia sempat menahan imbang Ukraina 2-2.

Namun Yunani bangkit sejak pertandingan ketiga.  Semenjak itu mereka selalu menang dalam 6 pertandingan sisa. Catatan ini semakin mengesankan karena gawang Yunani tak pernah lagi kebobolan hingga akhir putaran Kualifikasi.

Kebangkitan Yunani diawali dengan membabat Armenia 2-0 di partai ketiga. Disusul mengalahkan Irlandia Utara di partai keempat dengan skor sama. Saat ganti bertandang ke Spanyol, misi balas dendam sukses dijalankan dengan kemenangan tipis 1-0.

Setelah itu, tiga pertandingan sisa menghadapi Ukraina (kandang), Armenia (tandang) dan Irlandia Utara (kandang) selalu dimenangkan dengan gol tunggal. Mengejutkan banyak pengamat, Yunani justru keluar sebagai juara Grup 6 dan membuat Spanyol harus melalui babak play-off.

Kejutan Partai Pembuka

Dasar jodoh, Yunani kembali satu grup dengan Spanyol di putaran final Euro 2004. Tak cuma dengan Tim Matador, masih ada pula tuan rumah Portugal ditambah Rusia yang di atas kertas levelnya berada di atas Yunani.

Meski tampil mengagumkan di sepanjang putaran kualifikasi, Yunani tetap dipandang sebelah mata. Para pengamat lebih menjagokan Portugal dan Spanyol yang akan melaju ke fase gugur. Tinggal siapa yang jadi juara grup dan siapa yang peringkat kedua.

Eh, Yunani kembali membuat kejutan di partai pembuka. Menghadapi Portugal di bawah dukungan penuh suporter yang memadati Estadio do Dragao di Porto, 12 Juni 2004, Yunani langsung memimpin pada menit ke-7 berkat gol Giorgios Karagounis.

Suporter tuan rumah kembali terhenyak saat babak kedua baru berjalan 6 menit. Pelanggaran yang terjadi di dalam kotak 16 meter Portugal berbuah hukuman penalti. Angelos Basinas dengan tenang mengeksekusi bola untuk menggandakan keunggulan Yunani menjadi 2-0.

Portugal baru bisa mencetak gol balasan pada menit injury time melalui tendangan keras Ronaldo. Kekalahan Portugal ini menjadi sejarah tersendiri karena merupakan kali pertama dalam catatan Euro tim tuan rumah kalah di pertandingan pembuka.

Menghadapi Spanyol di pertandingan kedua, Yunani sempat kerepotan. Mereka tertinggal lebih dulu saat Fernando Morientes menjebol gawang Antonis Nikopolidis di pertengahan babak pertama. Beruntung Angelos Charisteas berhasil menyamakan skor dan membuat Yunani terhindar dari kekalahan.

Performa Yunani semakin jeblok di pertandingan ketiga menghadapi Rusia. Baru 2 menit pertandingan berjalan, gawang Nikopolidis sudah dijebol Dmitri Kirichenko. Lalu Dmitri yang lain, yakni Dmitri Bulykin, mencetak gol kedua bagi Rusia 15 menit berselang.

Susah payah Yunani berusaha membalas, sampai akhirnya striker Zisis Vryzas memperkecil marjin skor pada menit ke-43. Skor 2-1 untuk kemenangan Rusia bertahan hingga pertandingan usai.

Berbekal 4 angka, Yunani beruntung ditempatkan di atas Spanyol yang memiliki total poin sama. Karena head-to-head antara kedua tim berakhir imbang, serta keduanya sama-sama memiliki selisih gol 0, maka produktivitas gol yang menjadi penentu peringkat.

Yunani mencetak total 4 gol, yakni 2 ke gawang Portugal dan masing-masing 1 ke gawang Spanyol dan Rusia. Sedangkan Spanyol hanya mencetak total 2 gol, masing-masing ke gawang Rusia dan Yunani.

Rentetan Kejutan

Melaju ke perempatfinal, Yunani bertemu dengan Prancis yang adalah juara Grup B. Kebanyakan orang mudah saja menunjuk Zinedine Zidane, cs. sebagai calon pemenang laga ini. Namun yang terjadi kemudian sungguh mengejutkan.

Memainkan skema 4-3-2-1 seperti yang mengantar AC Milan menjuarai Liga Champions 2003, Rehagel kentara sekali mengandalkan permainan defensif untuk meredam lini tengah Prancis. Zidane dibuat cukup frustasi, sampai-sampai harus melakukan pelanggaran yang berbuah kartu kuning.

Hasilnya efektif. Gawang Yunani yang dikawal Nikopolidis tak kebobolan. Kemudian pada menit ke-65, Charisteas sekali lagi mencetak gol penentu kemenangan bagi timnya.

Gol tunggal dari kepala Charisteas sudah cukup bagi Yunani untuk menjungkalkan Prancis, salah satu tim favorit juara Euro 2004. Skor akhir 1-0 bagi kemenangan tim asuhan Rehagel.

Di semifinal, Yunani menghadapi tim kejutan lain, yakni Rep. Ceska. Meski sama-sama tampil mengejutkan, terdapat perbedaan yang sangat mencolok dalam hal kecantikan permainan di antara kedua tim.

Jika Yunani menorehkan kejutan dengan permainan defensif nan membosankan, Rep. Ceska tampil sangat atraktif di empat pertandingan sebelumnya. Lawan yang mereka hadapi juga bukan sebangsa kaleng-kaleng.

Di fase grup, Rep. Ceska tergabung bersama tim debutan Latvia, Belanda dan Jerman di Grup D. Dipandang tak akan bisa bersaing dengan dua nama terakhir, Pavel Nedved, dkk. justru membabat habis semua tiga pertandingan di grup dengan gaya.

Ketiga kemenangan Rep. Ceska di Grup D berupa comeback menawan. Masing-masing setelah tertinggal 1 gol dari Latvia (skor akhir 2-1) di partai pertama, lalu 2 gol dari Belanda (skor akhir 3-2) di partai kedua, dan 1 gol lagi dari Jerman (skor akhir 2-1) di partai ketiga.

Di perempatfinal, untuk pertama kalinya Rep. Ceska menang dengan tidak kebobolan. Mereka menghabisi Denmark dengan skor meyakinkan, 3-0. Milan Baros mencetak dua gol di laga ini, sekaligus membuatnya memimpin daftar sementara pencetak gol terbanyak turnamen dengan koleksi total 5 gol.

Sebagai fans Liverpool FC, jelas saya lebih mendukung Rep. Ceska yang diperkuat Baros dan juga Vladimir Smicer. Alasan lain tentu saja penampilan ciamik Nedved, dkk. di pertandingan-pertandingan sebelumnya. Saya yakin sekali Yunani bakal kalah saat itu.

Sayang, ketidak-beruntungan menerpa Rep. Ceska pada menit ke-40. Nedved mengalami cedera parah saat hendak melakukan tendangan voli di dalam kotak penalti Yunani. Alhasil, gelandang Juventus itu musti ditarik keluar.

Sejak saat itu Rep. Ceska timpang. Tanpa Nedved, agresivitas lini tengah tim asuhan Karel Brückner menurun. Meski gawang Petr Cech aman dari ancaman lawan, tetapi Rep. Ceska juga tak dapat menekan lini pertahanan Yunani yang sedemikian rapat. Padahal Bruckner menurunkan dua striker sekaligus: Baros dan si jangkung Jan Koller.

Skor imbang tanpa gol bertahan hingga waktu normal 90 menit habis. Babak ekstra pun digelar. Suasana tegang tampak sekali menyelimuti para pemain Rep. Ceska. Agaknya mereka mulai frustasi karena tak kunjung dapat menembus pertahanan Yunani.

Bencana melanda Rep. Ceska di pengujung babak ekstra yang pertama. Dari satu situasi sepak pojok, Dellas lepas dari kawalan sehingga dapat melompat lebih tinggi untuk menjangkau bola dengan kepala. Cech gagal mengantisipasi sundulan tersebut.

Gol! Yunani 1, Rep. Ceska 0.

Para pemain Rep. Ceska bertambah gugup. Sisa waktu 15 menit tak cukup bagi mereka untuk mencetak gol balasan. Sementara Yunani bertahan semakin rapat. Akhirnya, tim paling atraktif di Euro 2004 harus takluk dari tim paling membosankan.

Portugal Sekali Lagi

Kemenangan tipis 1-0 atas Rep. Ceska mengantar Yunani ke final. Pada saat bersamaan, tuan rumah Portugal juga melaju ke partai puncak usai susah payah mengalahkan Inggris di perempat final dan Belanda di semifinal.

Laga pamungkas yang dipimpin oleh wasit kawakan Markus Merk menjadi kali kedua Yunani dan Portugal bertemu. Pertemuan ini saja sudah merupakan sebuah sejarah, sebab menjadi kali pertama bagi kedua tim mentas di partai final Piala Eropa.

Meski Rehagel sukses mempecundangi Scolari di pertemuan pertama, tak banyak yang berani memprediksi Yunani bakal kembali menang atas Portugal kali ini. Alasannya kurang-lebih sama dengan prediksi pertandingan pertama.

Tambahan lagi, Yunani menampilkan sepak bola negatif dalam nyaris seluruh pertandingan yang sudah dijalani. Publik kurang suka cara permainan Yunani sehingga tidak menginginkan mereka keluar sebagai juara.

Scolari sendiri melakukan beberapa perubahan pada starter-nya. Kali ini lebih banyak menurunkan pemain muda. Tidak seperti pada pertemuan pertama di fase grup, di mana starting XI Portugal lebih banyak diisi pemain senior.

Jika pada partai pertama Grup A Ronaldo baru dimasukkan pada awal babak kedua, gelandang Manchester United tersebut menjadi starter pada pertandingan final. Ronaldo diposisikan sebagai sayap kanan, menggeser Simao Sabrosa yang musti rela digusur ke bangku cadangan.

Pauleta menjadi ujung tombak Portugal, disokong trio Ronaldo-Deco-Luis Figo di tengah. Costinha dan Maniche menjadi gelandang bertahan, sedangkan pos belakang diisi kuartet Nuno Valente-Ricardo Carvalho-Jorge Andrade-Miguel.

Dari kubu Yunani, gelandang andalan Karagounis harus absen akibat hukuman akumulasi kartu kuning. Sebagai pengganti, Rehagel memainkan Stelios Giannakopoulos yang ketika itu merumput di Liga Inggris bersama Bolton Wanderers.

Di bawah tatapan 62.865 pasang mata penonton yang memadati Estadio da Luz, Portugal siap membalas dendam sekaligus merebut gelar juara Eropa pertama mereka.

Nothing is Impossible

Misi tersebut diwujudkan dengan serangan-serangan serius sejak menit awal. Yunani yang mendapat jatah melakukan kick-off justru memilih, meminjam istilah komentator BBC Sports Phil McNulty, "langsung mundur ke belakang dan membiarkan Portugal terus menekan mereka".

Beberapa peluang didapatkan Portugal dalam 10 menit awal, tetapi tak satu pun yang dapat disebut bagus. Apalagi sampai berbuah gol. Bergantian Figo, Ronaldo dan Maniche melepas ancaman dari lini tengah, tetapi tak ada yang tepat sasaran.

Yunani sempat balas menyerang, meski hanya sesekali. Babak pertama yang terkesan seru tetapi minim peluang berarti ini lantas berakhir dengan skor tanpa gol. 0-0.

Tak ada pergantian pemain di babak kedua. Portugal ganti melakukan kick-off dan langsung mengambil inisiatif serangan. Pauleta sudah mengancam kotak penalti Yunani pada menit ke-48, tetapi tendangannya kena blok Takis Fyssas.

Portugal benar-benar mendominasi babak kedua, tetapi tak kunjung berhasil memberi ancaman mematikan. Justru kemudian Yunani yang, sekali lagi, memberi kejutan pada pendukung tuan rumah.

Menit ke-57, Yunani mendapatkan sepak pojok pertamanya di pertandingan ini. Angelos Basinas menjadi penendang dan melambungkan bola ke atas kotak penalti Portugal. Charisteas yang sebetulnya tengah ditempel ketat bek Portugal, sukses memenangkan duel udara dalam memperebutkan bola tersebut.

Begitu kepalanya mencapai bola, Charisteas mengirim satu sundulan keras. Si kulit bundar melesat ke dalam gawang, tanpa dapat dihalau Ricardo yang sudah melompat hendak menjangkau. Gol!

Yunani memimpin 1-0. Sebuah gol yang lahir dari situasi sangat mirip dengan saat Yunani mengalahkan Prancis di perempat final dan Rep. Ceska di semifinal. Sayang, agaknya Scolari lupa membuat antisipasi terhadap pola ini dalam latihan menjelang partai final.

Tertinggal, Portugal semakin meningkatkan serangan. Costinha ditarik keluar pada menit ke-60, menyisakan Maniche seorang diri sebagai gelandang bertahan. Sebagai gantinya, Scolari memasukkan Rui Costa. Ini menegaskan jika sang pelatih ingin habis-habisan memenangkan pertandingan.

Ketika hingga menit ke-74 tak kunjung ada gol balasan, Scolari kembali melakukan pergantian pemain. Pauleta yang tak berkutik di lini depan, ditarik keluar untuk digantikan Nuno Gomes.

Sayang, hasilnya sama saja. Portugal tetap tak mampu mencetak gol balasan, apalagi balik memenangkan pertandingan. Skor 1-0 untuk keunggulan Yunani tidak berubah hingga Merk meniup peluit panjang.

Sejarah besar tercipta. Yunani si underdog keluar sebagai juara Euro 2004.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun