Mohon tunggu...
Eko Nurhuda
Eko Nurhuda Mohon Tunggu... Penulis - Pekerja Serabutan

Peminat sejarah dan penikmat sepak bola yang sedang asyik berkebun di desa transmigrasi. Tulisannya pernah dimuat di Tabloid BOLA, BOLAVaganza, FourFourTwo Indonesia, detikSport, juga Jambi Ekspres, Telusuri.id dan Mojok.co. Sempat pula menelurkan beberapa buku seputar blog-internet juga berkecimpung di dunia novel online dan digital self-publishing.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Mengenang 36 Tahun Gol Paling Kontroversial Sejagat - Varia Sepak Bola 02

22 Juni 2022   06:30 Diperbarui: 22 Juni 2022   06:49 520
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
FOTO: Getty Images via Telegraph.co.uk

MASIH ingat Janny Sikazwe? Ya, wasit yang membuat geger pagelaran Piala Afrika 2022 lalu. Di mana saat memimpin partai Tunisia vs Mali, wasit ini mengakhiri pertandingan sebelum menit ke-90.

Lebih nyelenehnya lagi, wasit asal Zimbabwe tersebut dua kali meniup peluit panjang. Yang pertama pada menit ke-85, tetapi sepertinya langsung disadari sehingga cepat-cepat dikoreksi. Pertandingan pun berlanjut lagi.

Namun usai mengecek layar VAR atas keputusannya memberi kartu merah pada bek Mali, El Bilal Toure, Sikazwe kembali meniup peluit panjang. Padahal waktu itu waktu normal baru menunjukkan menit ke-89 lebih 42 detik.

Terang saja para pemain dan ofisial Tunisia protes keras. Sikazwe bersikap sama keras, sehingga keputusannya tetap. Kontroversi pun mencuat jadi berita panas kala itu.

Nah, yang akan kita bahas kali ini adalah kisah kontroversi tanpa ujung. Meski kejadiannya telah berlalu puluhan tahun yang lalu, tepatnya 36 tahun, tetapi kasus ini tetap saja hangat diperbincangkan hingga zaman kiwari.

Entah kebetulan atau tidak, kontroversi legendaris ini melibatkan seseorang dari Tunisia. Plus, dua raksasa sepak bola dunia yang merupakan musuh bebuyutan: Argentina dan Inggris.

Musuh Abadi

Permusuhan antara kedua kubu telah dimulai pada Piala Dunia 1966. Ketika itu wasit terpaksa mengusir kapten Argentina, Antonio Ubaldo Rattin, dari lapangan akibat begitu panasnya tensi pertandingan.

Perseteruan melebar ke zona politik setelah rezim yang berkuasa di Argentina menyerang Kepulauan Falkland pada 1982. Padahal kepulauan tersebut saat itu berada dalam kekuasaan Kerajaan Britania Raya, entitas di mana Inggris menjadi pilar utamanya.

Pecah perang hebat yang pada akhirnya dimenangkan oleh Kerajaan Britania Raya.

Tahun 1986, atau hanya empat tahun setelah Perang Falkand, takdir mempertemukan Argentina dan Inggris di babak perempatfinal Piala Dunia 1986. Tepatnya pada 22 Juni 1986 alias hari ini 36 tahun lalu.

Dalam pertandingan yang mentas di Estadio Azteca, Mexico City, tersebut dendam politis akibat Perang Falkland turut menyulut hawa panas pertandingan. Utamanya pada skuat Argentina sebagai pihak kalah perang.

Maradona berjabat tangan dengan Shilton sebelum pertandingan. FOTO: Getty Images via Eurosport
Maradona berjabat tangan dengan Shilton sebelum pertandingan. FOTO: Getty Images via Eurosport

Sampai enam menit babak pertama, skor masih sama kuat 0-0. Namun keadaan berubah ketika bintang Argentina, Diego Armando Maradona, membuat pergerakan berbahaya di sisi kiri pertahanan Inggris.

Sambil terus berlari, Maradona memberi umpan datar secara diagonal kepada Jorge Valdano di tepi lapangan. Maksud Maradona yang mengajak bermain umpan satu-dua dapat ditangkap dengan baik oleh Valdano yang lantas memantulkan bola tersebut.

Gol 'Bersejarah'

Sayang, umpan balik yang dilepas Valdano terlalu lemah dan justru lebih dekat kepada Steve Hodge, gelandang kiri Inggris yang turun untuk membantu pertahanan.

Hodge berusaha menyapu bersih bola, tetapi kesalahan tendangan yang dia lakukan justru membuat bola melambung tinggi menuju kotak penalti sendiri. Sementara di sana Maradona sudah siap menyambut.

Merasa gawangnya terancam, kiper Peter Shilton bergegas keluar untuk menghalau bola. Postur tubuh yang lebih tinggi membuat Shilton (185 cm) diunggulkan dalam duel perebutan bola dengan Maradona (165 cm).

Anehnya, Maradona yang lolos dari jeratan offside justru dapat lebih dulu mencapai bola. Shilton yang sudah sama-sama melompat tidak dapat menghalau si kulit bundar.

Lo, kok bisa? Bukankan postur Maradona 20 cm lebih rendah dari Shilton?

Ternyata, eh, ternyata, Maradona bukan menyundul bola dengan kepala. Melainkan dengan ... sisi luar kepalan tangan kirinya!

Bola pun bergulir masuk ke gawang dan, ajaibnya, wasit Ali bin Nasser dari Tunisia mengesahkan gol tersebut. Kontan saja para pemain Inggris melancarkan protes keras. Namun wasit Ali tetap pada keputusannya bahwa gol Maradona sah.

Meski geram, pemain-pemain Inggris menghormati keputusan tersebut. Pertandingan dilanjutkan. Inggris kemudian membalas satu gol lewat aksi Garry Lineker. Akan tetapi aksi brilian Maradona saat mencetak gol kedua memaksa Inggris keluar dari turanamen.

Skor akhir 2-1 untuk kemenangan Argentina.


Dendam Tak Sudah

Seusai laga, Maradona mengeluarkan pernyataan menggelikan yang membuat kubu Inggris semakin naik pitam. Kepada wartawan dia berkata bahwa gol pertamanya dicetak "sebagian oleh tangan Tuhan, sebagian lagi oleh kepala Maradona".

Padahal dari bukti-bukti rekaman kamera maupun foto terlihat jelas bagaimana Maradona mengangkat tangannya untuk mencapai bola mendahului Shilton. Jaringan televisi di seluruh dunia bahkan menayangkan adegan tersebut berulang kali.

Dari rekaman video juga terlihat Maradona melirik wasit sesaat setelah bola melewati garis gawang. Begitu wasit Ali bin Nasser meniup peluit pertanda gol itu sah, barulah ia melakukan selebrasi bersama rekan-rekannya.

Aksi tersebut membuat Maradona amat dibenci publik Inggris. Gol yang diklaimnya sebagai "Gol Tangan Tuhan" oleh pers Inggris disebut sebagai "Gol Tangan Setan".

Ketika Maradona terjerat kasus penyalahgunaan narkoba, media-media Inggris langsung memojokkannya. Ramai-ramai headline koran mengecam si pemain.

Maradona sendiri tak begitu memusingkan reaksi masyarakat Inggris. Ketika biografinya diluncurkan pada tahun 2002, tanpa tedeng aling-aling dia mengakui kalau bola memang menyentuh tangannya sebelum menembus gawang Shilton.

Pendek kata, Maradona mengakui kalau dia sengaja mencetak gol dengan tangan! Lebih dari itu, dia juga berkata bahwa gol pertama pada pertandingan tersebut lebih disukainya daripada yang kedua.

"Rasa-rasanya sekarang saya dapat mengatakan apa yang sebelumnya tidak bisa saya ceritakan. Ketika itu saya menyebutnya sebagai 'Tangan Tuhan'. Sesungguhnya itu bukanlah 'Tangan Tuhan', tetapi tangan Diego! Dan itu membuat saya merasa seperti mencopet dompet orang Inggris," bebernya dalam biografi tersebut.

Jangan tanya bagaimana reaksi orang Inggris membaca pernyataan tersebut. Luka yang hingga kini masih menganga lebar. Belum sembuh.

Sebagai bukti, ketika Maradona berkunjung ke Tunisia dan bertemu dengan Ali pada Agustus 2015, media Inggris ramai-ramai mengangkat foto kedua sosok tersebut tengah berpelukan. Tentu saja untuk memberi kecamam.

The Telegraph bahkan menyebut Ali sebagai "eternal friend", sahabat abadi Maradona (sumber).

Saat itu Maradona memberi hadiah berupa jersey Argentina lengkap dengan tanda-tangannya kepada Ali. Tindakan yang membuat media Inggris kembali mengulang kisah terciptanya gol pertama Maradona ke gawang Shilton 36 tahun lalu.

Eks wasit Ali bin Nasser menunjukkan foto-foto saat Maradona menemuinya. FOTO: Getty Images via BBC
Eks wasit Ali bin Nasser menunjukkan foto-foto saat Maradona menemuinya. FOTO: Getty Images via BBC

Momen Mengesankan

Orang-orang yang terlibat langsung dengan kejadian tersebut mengabadikannya dengan cara masing-masing. Kiper Peter Shilton jelas merupakan sosok yang memiliki kesan paling mendalam tentang gol Maradona itu.

Seumur-umur menjadi penjaga gawang, baru kali itulah Shilton merasakan sakitnya kebobolan sebuah gol. Apalagi penyebabnya kalau bukan karena gol itu dicetak dengan tangan. Di ajang semeriah Piala Dunia pula.

Maka ketika meluncurkan biografi di tahun 2004, Shilton memajang foto Maradona saat mencetak gol kontroversial tersebut di sampul belakang. Bukan untuk mengenang, tetapi menyindir tentu saja.

Kelak di kemudian hari Silton mendeskripsikan Maradona sebagai seorang pesepak bola hebat, tetapi tidak memiliki jiwa kesatria (sumber). Tidak sportif kalau menurut istilah olahraga.

Apa pun itu, saking bersejarahnya peristiwa ini kaus yang dikenakan Maradona saat mencetak gol kontroversial tersebut dihargai sangat mahal oleh kolektor memorabilia. Kaus ini terjual seharga 7,1 juta poundsterling atau USD 9,3 juta, kira-kira setara Rp 128.802.670.662.000,02 (sumber).

SERATUS DUA PULUH DELAPAN TRILIUN LEBIH! Tak heran jika kaus Maradona ini menjadi memorabilia olahraga termahal sampai sekarang.

Masih kurang seru? Coba lihat apa yang sempat dilakukan penggemar Maradona.

Sekelompok pemuja fanatik legenda lapangan hijau yang sempat membesarkan nama Napoli di Liga Italia ini malah sempat mendirikan agama baru. Lengkap dengan gereja, kebaktian, serta lagu-lagu pujian tersendiri.

Yang dipuja-puji dalam gereja ini siapa lagi kalau bukan Maradona. Sedangkan gol ajaib ke gawang Inggris pada Piala Dunia 1986 tersebut dianggap sebagai 'mukjizat', sebuah pertanda yang menunjukkan status ketuhanan Maradona.

Ah, dunia sepak bola kadang segila itu memang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun