Dalam pertandingan yang mentas di Estadio Azteca, Mexico City, tersebut dendam politis akibat Perang Falkland turut menyulut hawa panas pertandingan. Utamanya pada skuat Argentina sebagai pihak kalah perang.
Sampai enam menit babak pertama, skor masih sama kuat 0-0. Namun keadaan berubah ketika bintang Argentina, Diego Armando Maradona, membuat pergerakan berbahaya di sisi kiri pertahanan Inggris.
Sambil terus berlari, Maradona memberi umpan datar secara diagonal kepada Jorge Valdano di tepi lapangan. Maksud Maradona yang mengajak bermain umpan satu-dua dapat ditangkap dengan baik oleh Valdano yang lantas memantulkan bola tersebut.
Gol 'Bersejarah'
Sayang, umpan balik yang dilepas Valdano terlalu lemah dan justru lebih dekat kepada Steve Hodge, gelandang kiri Inggris yang turun untuk membantu pertahanan.
Hodge berusaha menyapu bersih bola, tetapi kesalahan tendangan yang dia lakukan justru membuat bola melambung tinggi menuju kotak penalti sendiri. Sementara di sana Maradona sudah siap menyambut.
Merasa gawangnya terancam, kiper Peter Shilton bergegas keluar untuk menghalau bola. Postur tubuh yang lebih tinggi membuat Shilton (185 cm) diunggulkan dalam duel perebutan bola dengan Maradona (165 cm).
Anehnya, Maradona yang lolos dari jeratan offside justru dapat lebih dulu mencapai bola. Shilton yang sudah sama-sama melompat tidak dapat menghalau si kulit bundar.
Lo, kok bisa? Bukankan postur Maradona 20 cm lebih rendah dari Shilton?
Ternyata, eh, ternyata, Maradona bukan menyundul bola dengan kepala. Melainkan dengan ... sisi luar kepalan tangan kirinya!
Bola pun bergulir masuk ke gawang dan, ajaibnya, wasit Ali bin Nasser dari Tunisia mengesahkan gol tersebut. Kontan saja para pemain Inggris melancarkan protes keras. Namun wasit Ali tetap pada keputusannya bahwa gol Maradona sah.