ORANG Indonesia memang tak perlu diragukan lagi kalau sudah soal nasionalisme. Ini juga tercermin dalam setiap kali timnas bertanding. Tak peduli tampil di GBK, Pakansari, atau di stadion mana pun di seantero negeri ini, penonton selalu membludak.
Tidak peduli timnas kerap menunjukkan penampilan menggemaskan serta tak kunjung menjadi juara, dukungan suporter Indonesia tetap saja meriah. Bahkan saat tampil di negeri orang lain pun, pendukung Tim Garuda selalu banyak dan dipastikan ramai.
Contoh terbaru pertandingan semalam, ketika anak-anak asuhan Coach Shin Tae-yong berpesta 7 gol tanpa balas melawan Nepal. Mentas di Kuwait nun jauh yang berselisih 4 zona waktu, Indonesia seolah-olah bermain di rumah sendiri.
Sayang, tingginya semangat serta nasionalisme membuat orang Indonesia seringkali tak realistis. Logika selalu kalah dengan emosi berlebihan. Kenyataan pun selalu tertutup oleh harapan membuncah.
Ambil contoh jelang pertandingan melawan Yordania beberapa hari lalu. Banyak the so-called pundit di YouTube yang mengatakan target realistis timnas adalah seri. Target yang menurut saya lebih mirip harapan.
Belajar Lebih Realistis
Hei, Bung! Yordania berada di peringkat 90 FIFA saat memulai Kualifikasi III ini. Bandingkan dengan Indonesia yang menduduki peringkat 160. Selisihnya 70 angka!
Maka, menurut saya saat itu---seperti saya katakan pada istri, tanya saja dia kalau tak percaya---target paling realistis bagi timnas adalah tidak kalah dengan skor telak. Kalah tipis saja, syukur-syukur bisa mencetak gol balasan. Jangan malah jadi lumbung gol bagi Yordania.
Menahan imbang Yordania itu justru target melebihi realistis. Bukan berarti tidak optimis, tetapi kita sedang membicarakan probabilitas berdasarkan rasional yang ditumpukan pada deretan data. Ya, meski analisisnya masih ecek-ecek bermodal Google.
Okelah, bola itu bundar, katanya. Namun, tetapi saja the man behind the ball yang pegang kendali bagaimana nanti bola tersebut bakal bergulir di lapangan. Pada poin ini, timnas Yordania yang belum lama tampil apik di Piala Arab 2022 menurut saya lebih unggul ketimbang timnas kita.
Mari kita mundur agak lebih jauh, ke final leg kedua Piala AFF 2020 melawan Thailand awal tahun ini, untuk melihat contoh lain. Serupa tapi tak sama.