Kalau tour guide lupa menjelaskan, mereka akan mengejar informasinya. Ini candi dibangun kapan, oleh siapa, cara membangunnya seperti apa, dan lain-lain dan seterusnya.
Lain cerita dengan wisatawan lokal (dan kebanyakan turis Asia). Mereka yang juga pemilik kekayaan budaya ini, anehnya sama sekali enggak menunjukkan ketertarikan. Sekadar mencari tahu lebih dalam mengenai candi yang dikunjungi saja enggak berminat. Ini bicara kebanyakan ya, bukan seluruhnya.
Yakinlah, wisatawan lokal itu kalau berkunjung ke Prambanan, kebanyakan enggak akan tahu tahun berapa itu candi dibangun. Siapa yang membangun, tujuan membangunnya buat apa, dll. Termasuk pelajar/mahasiswa yang datang dalam rangka study tour, tur pendidikan.
Mereka cuma butuh tahu letak arca Roro Jonggrang---padahal bukan---di mana, sumur Bandung Bondowoso---padahal bukan---di mana, lalu foto-foto di sudut compound. Boro-boro mau nyimak jalan cerita epos Ramayana dalam relief Candi Siwa yang bersambung hingga ke Candi Brahma.
Berkunjung ke Borobudur, yang langsung dicari-cari dan dikerubungi stupa yang ada arca Kunto Bimo. Enggak bakal mereka sampai tahu tentang pembagian kamadhatu, rupadhatu, arupadhatu. Apatah lagi mempertanyakan apa makna yang terkandung dalam pahatan relief di badan candi.
Perlu Disaring
Jadi, kalau ada pertanyaan "apakah kamu setuju usulan LBP agar tiket Borobudur jadi Rp 750.000 untuk wisatawan domestik?" Saya sangat setuju sekali. Tanpa keraguan sedikit pun!
Saya sependapat dengan apa yang dituliskan Pak Djulianto Susantio dalam tulisan ini dan juga ini. Benar sekali, Borobudur dan juga candi-candi lain di Nusantara ini butuh dirawat dan untuk itu memerlukan biaya serta upaya besar. Malah mungkin sangat besar sekali.
Satu guratan iseng dari pengunjung bisa berarti biaya perawatan sekian juta. Karenanya musti disaring betul-betul wisatawan seperti apa yang boleh naik ke atasnya. Salah satunya dengan menaikkan tiket serta pembatasan kuota pengunjung agar lebih terseleksi.
Candi Borobudur, juga candi-candi lain di Nusantara ini, enggak butuh didatangi banyak wisatawan yang cuma pengin foto-foto belaka, yang enggak tahu caranya menghormati serta turut menjaga bangunan-bangunan suci ini.
Terlalu merendahkan menurut saya kalau berkunjung sekadar untuk (maaf) menjadikan candi-candi itu sebagai latar belakang foto selfie.
Borobudur, Prambanan, dan lain-lainnya adalah mahakarya agung nenek moyang kita. Maka sepatutnyalah yang datang ke sana hanya orang-orang yang dapat menghargai dan mengagungkan candi-candi tersebut.