NAMA Thio Him Tjiang rasanya terdengar asing di telinga pecinta sepak bola nasional era milenial. Sebagian mungkin malah mengira ini nama pesepakbola asal Republik Rakyat Cina karena namanya memang sebuah nama Tionghoa. Padahal, sosok ini merupakan andalan timnas Indonesia di era 1950-1960-an.
Kalau kamu ingat heroisme timnas Indonesia saat menahan imbang Uni Soviet--salah satu tim kuat dunia pada masanya--di perempatfinal Olimpiade Melbourne 1956, Thio Him Tjiang salah satu pelaku sejarah membanggakan tersebut. Ia mati-matian menjaga benteng pertahanan timnas dari gempuran pemain-pemain Uni Soviet kala itu.
Seperti kebanyakan pemain keturunan Tionghoa di Jakarta lainnya, Thio Him Tjiang mengawali karir sepakbola di klub Union Makes Strength (UMS). Klub legendaris ini berusia puluhan tahun lebih tua dari Republik Indonesia. Bermarkas di Petak Sinkian, tepatnya di  Jalan Ubi No. 10C, Kelurahan Mangga Besar, Kecamatan Tamansari, Jakarta Barat.
Thio Him Tjiang satu angkatan dengan pemain nasional legendaris Djamiaat Dhalhar yang asli Betawi, juga pesepakbola Tionghoa kenamaan lainnya Kwee Kiat Sek. Demikian seperti dilansir laman Bolasport.com (14/2/2015).Â
Sepakbola sangat kental dalam keluarga Him Tjiang. Ayahnya, Thio Kioe Sen, juga merumput bersama UMS di tahun 1920-1936. Hanya saja Kioe Sen seorang kiper, sedangkan Him Tjiang dikenal sebagai bek. Lima dari enam adiknya juga bermain sepakbola dan semuanya berkarir di UMS, mengikuti jejaknya yang bergabung dengan klub tersebut pada 1947.
Setahun membela UMS, Him Tjiang merantau ke Singapura pada 1948. Selain belajar bahasa Inggris, ia juga memperdalam kemampuan olah bolanya. Di Negeri Singa ia dilatih langsung oleh Choo Seng Que, pelatih berkebangsaan Singapura yang kelak di kemudian hari menjadi pelatih asing pertama timnas Indonesia (1951-1953).
Hanya setahun di tanah rantau, Him Tjiang pulang ke Indonesia dan kembali bergabung dengan UMS. Dalam tempo empat tahun ia sudah jadi pemain andalan UMS di bawah bimbingan pelatih Endang Witarsa alias Liem Soen Joe. Karirnya meningkat ketika diminta memperkuat Persija Jakarta, klub induk UMS, di kompetisi Perserikatan.
Sebagaimana kita ketahui, sebagai bentuk dukungan pada perjuangan kemerdekaan UMS dengan sukarela meleburkan diri ke dalam Voetbalbond Indonesische Jacatra (VIJ, cikal bakal Persija Jakarta). Padahal klub ini sudah berdiri sejak Desember 1905, sedangkan VIJ baru dibentuk pada November 1928.
Pogacnik pula yang menggeser area bermain sosok kelahiran Jakarta, 28 Agustus 1929, ini menjadi bek. Awalnya Him Tjiang bermain sebagai gelandang, lalu sempat pula berposisi penyerang. Pergeseran posisi bermain atas saran Pogacnik  inilah yang mengubahnya menjadi benteng kokoh timnas.
Selama memperkuat timnas, seperti dicatat situs FIFA.com (7/12/2017), Him Tjiang tampil dalam sejumlah ajang besar yang diikuti Indonesia. Di antaranya Olimpiade Melbourne (1956), Pra-Piala Dunia di Cina (1957), Merdeka Games di Kuala Lumpur (1957 dan 1958), Asian Games Tokyo (1958), dan Pra-Olimpiade Roma (1960).
Ia juga turut dalam rombongan timnas kala melakoni tur ke Uni Soviet dan Eropa pada 1956. Tahun 1961, Him Tjiang pindah ke Bandung untuk memperkuat Persib. Tahun itu juga ia langsung mempersembahkan gelar juara Perserikatan bagi Maung Bandung. Ia termasuk ke dalam sedikit pemain yang sukses menjuarai liga bersama Persija dan Persib, dua klub seteru abadi di Indonesia.
Tak lama berselang Him Tjiang memutuskan gantung sepatu. Menariknya, ia sama sekali tidak tergoda untuk menunda keputusannya sekali pun Asian Games 1962 yang digelar di Jakarta sudah di depan mata. Ia tetap kukuh memilih berhenti bermain dan melepaskan peluang tampil di pentas Asia.
Tidak seperti kebanyakan rekan-rekannya, Him Tjiang sama sekali tidak tertarik menjadi pelatih begitu pensiun. Alasannya sederhana saja, tapi sekaligus sangat prinsipil. Seperti katanya pada sejumlah media, ia hanya ingin dikenang sebagai seorang pemain. Dan, seperti itulah kita kini mengenangnya.
14 Februari 2015, Thio Him Tjiang meninggal dunia dengan tenang pada usia 85 tahun. Namanya akan senantiasa dikenang sebagai bagian dari tim yang telah menorehkan sejarah besar bagi persepakbolaan negeri ini: melaju hingga perempatfinal Olimpiade 1956 dan menahan imbang raksasa dunia Uni Soviet.
Pemalang, 25 Juli 2018.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H