Mohon tunggu...
Eko Nurhuda
Eko Nurhuda Mohon Tunggu... Penulis - Pekerja Serabutan

Peminat sejarah dan penikmat sepak bola yang sedang belajar berkebun di desa transmigrasi. Tulisannya pernah dimuat di Tabloid BOLA, BOLAVaganza, FourFourTwo Indonesia, detikSport, juga Jambi Ekspres, Telusuri.id dan Mojok.co. Sempat pula menelurkan beberapa buku seputar blog-internet, juga menulis cerita silat di aplikasi novel online.

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Pengungsi Perang Bosnia yang Bermimpi Jadi Bek Terbaik Dunia

11 Juli 2018   22:25 Diperbarui: 12 Juli 2018   13:44 3166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dejan kecil nan imut-imut. FOTO: Tangkapan layar LFC TV

Meski sudah tinggal jauh dari kawasan konflik, Silva terus saja merasa sedih mendengar kabar tersebut. Terlebih seorang anggota keluarga besar mereka ditikam hingga tewas dalam sebuah serangan terbuka.

"Andai saja kami bertahan di Bosnia bisa jadi kedua orang tuaku sudah tidak ada hari ini, mungkin aku pun sudah mati," kenang Dejan lagi.

Keluarga Lovren tinggal di Munich selama tujuh tahun. Dejan masuk ke sebuah TK, lalu dilanjutkan ke pendidikan setingkat sekolah dasar. Seperti halnya bocah-bocah Jerman lain, ia kemudian menggemari sepakbola. Bersama sang adik yang lahir di tahun kelima masa pengungsian, ia sering menyaksikan Bayern Munich bertanding di stadion. Ia bahkan sempat berfoto bersama bintang-bintang Bayern masa itu, di antaranya Lothar Matthaus dan Bixente Lizarazu.

Di tahun ketujuh masa pengungsian, otoritas Jerman tidak dapat memperpanjang ijin tinggal Sasa sekeluarga. Urusan administrasi memaksa mereka keluar dari Jerman dan harus kembali pindah tempat, mengungsi ke tempat lain lagi. Di tengah musim dingin tahun 1999, Sasa sekeluarga meninggalkan Munich dengan segala kenangannya.

Jalan kehidupan kemudian membawa mereka ke Karlovac, sebuah kota dekat perbatasan Slovenia. Jaraknya sekitar 55 km di barat daya Zagreb, ibukota Kroasia. Mereka pun kembali memulai hidup baru, sembari berharap dapat terus tinggal di sana.

Perang Bosnia sebenarnya telah usai bertahun-tahun sebelum itu. Pihak-pihak yang bertikai mencapai kata sepakat dalam sebuah perundingan di Markas Angkatan Udara Wright-Patterson milik Amerika Serikat di Dayton, Ohio, November 1995. Kesepakatan tersebut lantas dikukuhkan secara resmi dalam sebuah perjanjian damai di Paris pada 14 Desember 1995.

En toch, momen bersejarah tersebut tak sedikit pun menggerakkan Sasa kembali ke Kraljeva Sutjeska. Agaknya ia masih dicekam trauma dan merasa lebih baik pindah ke Kroasia, negara yang merupakan asal-usulnya.

Merayakan gelar juara liga utama Kroasia bersama Dinamo Zagreb. FOTO: dejanlovren.blogspot.com
Merayakan gelar juara liga utama Kroasia bersama Dinamo Zagreb. FOTO: dejanlovren.blogspot.com
Bangkit dengan Sepakbola

Di Karlovac, Silva bekerja di sebuah gerai Walmart dengan gaji 350 euro sebulan, sementara Sasa bekerja sebagai tukang cat rumah. Kehidupan keras harus mereka jalani karena uang yang dihasilkan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup berempat selama sebulan.

Usia Dejan 10 tahun waktu itu. Satu fragmen yang terus ia ingat adalah saat sang ayah menjual sepatu seluncur es (ice skate) miliknya demi "memperpanjang napas" di tanggal tua.

"Dijual untuk memenuhi kebutuhan hidup sampai kembali mendapat gaji," kenang Dejan, getir.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun