"Suasananya sungguh mengerikan. Kami mendengar suara sirine tanda bahaya. Ibuku terus menangis dan yang dapat kami lakukan hanya bersembunyi," kenang Dejan, bocah berusia tiga tahun tadi, dalam sebuah video dokumenter yang dirilis puluhan tahun setelah peristiwa kelam tersebut.
"Aku tidak tahu berapa lama kami duduk di sana (ruangan bawah tanah), kurasa sampai suara sirine mati," lanjut Dejan seperti dikutip laman Independent. "Itu adalah pengalaman yang tidak mungkin aku lupakan. Bagaimana mungkin aku bisa melupakannya?"
Melihat situasi yang kian memburuk, Sasa meminta istrinya mengungsi bersama Dejan. Keluarga tersebut berdiskusi kemana mereka harus menuju. Akhirnya dicapai kesepakatan, mereka akan pergi ke Munich, Jerman. Di sana ada ayah Silva yang telah menetap lama.
Tanpa sempat mengemasi banyak barang, Silva mengajak Dejan pergi bersama seorang adik dan iparnya. Mereka berempat menumpang sebuah Zastava Koral, mobil mini yang lebih dikenal sebagai Yugo. Usai berkendara selama 17 jam dan melewati entah berapa pos pemeriksaan, mereka pun sampai di Munich.
Kehidupan baru pun dimulai. Silva dan Dejan, beserta adik dan iparnya, sejak saat itu berstatus pengungsi perang.
"Pergi ke Jerman merupakan sebuah keputusan besar yang diambil orang tuaku," kata Dejan lagi, seperti dikutip laman Joe.co.uk. "Kami pergi praktis tanpa membawa apapun kecuali pakaian yang kami kenakan. Tidak ada tas-tas. Tidak ada apa-apa."
"Aku ingat saat kami datang ke rumah Kakek," lanjut Dejan. "Sebuah rumah kayu nan kecil. Sangat mungil tapi penuh dengan kehangatan cinta kasih. Kami bersebelas tinggal di sana selama tiga tahun."
Sasa tak ikut dalam rombongan kecil tersebut. Ia memilih tinggal di Bosnia selama beberapa pekan, sebelum kemudian menyusul ke Munich.
Sementara itu ketegangan di Bosnia-Herzegovina kian memuncak. Dari siaran radio di Munich mereka mendengar bahwa Zenica benar-benar jadi kota lumpuh dan terisolir. Tak ada aliran air bersih, tak ada listrik. Saling serang dan saling bunuh di tempat umum antara etnis Kroasia dan Bosnia semakin sering terjadi.
Sarajevo, ibukota Bosnia-Herzegovina, dikepung selama 1.425 hari (5 April 1992 - 29 Februari 1996) oleh pasukan Republika Srpska. Pertempuran ini saja menewaskan total 13.952 jiwa, termasuk 5.434 warga sipil. Korban terbanyak jatuh di pihak Bosnia-Herzegovina, yakni sebanyak 6.137 jiwa. Sedangkan Republika Srpska kehilangan 2.241 serdadu.