Saya ingat betul. Dulu, jadi blogger hanya cukup meng-update blog dengan posting baru secara rutin. Entah sehari sekali, beberapa hari sekali, atau sepekan sekali, yang penting terus menulis. Kegiatan lainnya adalah blogwalking dan meninggalkan komentar di blog lain untuk menjalin networking.
Maklum, masa itu media sosial belum sesemarak sekarang. Sewaktu saya pertama kali membuat blog, Facebook belum banyak digunakan karena pengguna internet di Indonesia masih asyik dengan Friendster. Konsep microblogging yang diusung Twitter masih membuat kening mengernyit, sedangkan Instagram belum dibuat.
Kalau ada tawaran job, calon pengiklan hanya melihat blog sebagai parameter penilaian. Dilihat tulisan dan gaya bahasanya, seberapa produktif update dalam sebulan, seberapa aktif berinteraksi dengan pengunjung melalui kolom komentar, ditambah peringkat blog yang ditunjukkan dari angka pagerank. Itu saja.
Jaman sudah berubah. Sekarang, seorang blogger dituntut aktif di media sosial. Selain blog, blogger harus punya akun di setidaknya tiga media sosial favorit: Facebook, Twitter, dan Instagram. Belakangan, seiring dengan kecenderungan pengguna internet yang lebih suka menonton ketimbang membaca, blogger mulai merambah YouTube.
Berbeda dengan blog yang bisa di-update beberapa hari sekali, atau paling rajin sehari sekali, aktivitas di media sosial lebih padat. Kita dituntut update setiap hari. Berkicau di Twitter setidaknya 10 cuitan sehari, menulis status di Facebook setidaknya tiga kali sehari, dan mengunggah foto di Instagram setidaknya sekali sehari.
Tawaran job pun seringkali menyertakan aktivitas di media sosial sebagai satu paket dengan posting blog. Misalnya, fee Rp 1 juta untuk satu blogpost ditambah sekian kali cuitan di Twitter, sekian kali status di Facebook, dan sekian foto di Instagram. Malah tak jarang ada agency yang minta kita menulis tentang suatu brand di media sosial selama beberapa hari.
Pendek kata, kerja seorang blogger semakin kompleks. Kalau dulu saya sempat mengurus blog hanya memanfaatkan komputer warnet, sekarang blogger tak cukup hanya punya komputer atau laptop. Blogger harus bisa update setiap saat, di manapun ia berada. Di tengah-tengah kunjungan ke suatu tempat, misalnya. Atau di sela-sela event tertentu.
Aktivitas yang mobile begini tentu harus didukung oleh perangkat yang juga bisa dipakai di mana saja: smartphone. Dengan smartphone kita bisa menulis status Facebook, berkicau di Twitter, serta mengunggah foto di Instagram on the spot. Langsung di tempat. Begitu menginjakkan kaki ke suatu tempat, dalam hitungan detik semua follower tahu kita berada di mana karena melihat status di media sosial.
Masalahnya, baterai smartphone memiliki keterbatasan. Berbagai macam aplikasi yang selalu aktif juga membuat baterai boros. Sebuah smartphone Android yang terus aktif aplikasinya sedikitnya perlu di-charge dua kali dalam 24 jam. Ada yang sampai tiga kali, tergantung kapasitas baterai. Yang jelas dalam sehari pasti ada masanya kita kehabisan baterai.
Kalau di rumah sih habis baterai tinggal colok ke stop kontak, charge penuh-penuh. Bagaimana kalau sedang dalam perjalanan? Kebanyakan dari kita mengandalkan powerbank sebagai daya cadangan. Tapi rupanya pemakaian powerbank yang terlalu sering dapat membuat baterai rusak, bahkan bisa merusak SIM card juga lho. Hmm, jadi pikir-pikir juga nih kalau harus selalu tergantung powerbank.