Mohon tunggu...
Eko Nurhuda
Eko Nurhuda Mohon Tunggu... Penulis - Pekerja Serabutan

Peminat sejarah dan penikmat sepak bola. Tulisannya pernah dimuat di Tabloid BOLA, BOLAVaganza, FourFourTwo Indonesia, detikSport, juga Jambi Ekspres, Telusuri.id dan Mojok.co. Sempat pula menelurkan beberapa buku seputar blog-internet. Kini berkecimpung di dunia novel online dan digital self-publishing.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Amerika Serikat vs Argentina, Menanti Ulangan Kejutan Copa America 1995

19 Juni 2016   11:41 Diperbarui: 13 Juni 2022   01:40 1516
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apa yang Anda pikirkan melihat jadwal semifinal Copa America 2016 antara Amerika Serikat vs Argentina, 22 Juni WIB nanti? Secara otomatis menebak hasil akhir, di mana AS bakal terjungkal?

Dilihat dari sisi historis dan juga kualitas pemain, Tim Tanggo memang unggul segalanya dari Paman Sam. Tapi, jangan salah. Bola itu bundar. Dan AS pernah kalahkan Argentina tiga gol tanpa balas di Copa America!

Ya, kejadian yang "membuat geger" dunia sepak bola itu terjadi di perhelatan Copa America 1995 di Uruguay. Yang bikin geger, AS saat itu diperkuat pemain-pemain yang baru berstatus profesional usai Piala Dunia 1994. Bahkan ada yang masih pemain amatir.

Skuat AS kala itu bagaikan langit dan bumi jika dibandingkan dengan skuat Argentina. Coba bayangkan, Tim Tango punya Gabriel Batistuta yang tengah moncer di Fiorentina. Belum lagi Diego Simeone, Abel Balbo, Fernando Caceres, Hugo Perez dan Jose Antonio Chamot yang semuanya nama-nama beken di Eropa masa itu.

Apalah Amerika Serikat yang diperkuat nama-nama seperti Eric Wynalda, Alexis Lalas, Coby Jones, Frank Kloppas atau Joe Max-Moore.

Pernah dengar nama-nama itu? Saya yakin banyak yang tidak. Satu-satunya anggota tim AS ketika itu yang kelak lumayan terkenal hanyalah kiper Kasey Keller.

Sejarah juga mencatat, dalam pertandingan yang menggegerkan jagat persepak-bolaan ini Keller banyak melakukan penyelamatan heroik. Keberadaannya di bawah mistar gawang AS benar-benar membuat para pemain Argentina frustasi.


Sejarah Bakal Terulang?

Kondisi kurang-lebih sama berlaku jelang pertemuan kedua tim di semifinal Copa America 2016. Materi pemain Argentina dan AS bagaikan langit dan bumi. Jomplang. Coba saja sebutkan pemain Amerika paling terkenal, atau paling berprestasi, yang (pernah) merumput di Eropa. Ada?

Terkenal atau setidak-tidaknya dikenal mungkin iya. Penggemar Premier League bisa menyebut nama Tim Howard (Everton), Brad Guzan (Aston Villa), atau Geoff Cameron (Stoke City). Pun Clint Dempsey yang pernah lama bermain di Premier League. Juga Michael Bradley yang sebelum memperkuat Toronto FC terlebih dahulu malang-melintang di Benua Biru.

Berprestasi? Nah, ini yang jawabannya sulit dicari. Terlebih jika yang jadi patokan prestasi di Eropa. Dari 23 nama yang didaftarkan Jurgen Klinsmann, hanya Dempsey yang punya torehan lumayan semasa berkiprah di Benua Biru. Gelandang asal negara bagian Texas ini ikut mengantar Fulham ke final Europa League 2010, lalu dua musim berikutnya berturut-turut terpilih sebagai Fulham Player of the Season (2010/11 dan 2011/12).

Bradley yang dijadikan kapten tim oleh Klinsi malah tak punya catatan apa-apa di Eropa. Ia "hanya" menang pengalaman, berpetualang di empat liga top dunia. Diawali dari mencicipi Eredivisie bersama SC Heerenveen (2006-2008), lalu pindah Bundesliga ketika diikat Borussia Monchengladbach (2008-2011).

Sempat mencicipi Premier League sebentar ketika dipinjamkan ke Aston Villa di paruh kedua musim 2011/12, Bradley kemudian pindah ke Serie A. Ia memperkuat Chievo selama musim 2011/12, sebelum hengkang ke AS Roma musim berikutnya. Dua musim bersama Tim Serigala Ibukota, Bradley dijual ke Toronto FC. Kembali bermain di MLS.

Kalau gelar domestik ikut dihitung, ada Gyasi Zardes yang pernah meraih trofi MLS Cup 2014 dan MLS All-Star 2015 bersama LA Galaxy. Bek Matt Besler juga punya koleksi gelar MLS Cup 2013 bersama Sporting Kansas City. Paling keren tentu Kyle Beckerman. Gelandang berusia 34 tahun ini mengoleksi satu medali MLS Cup 2009, serta lima gelar MLS All-Star yang diperolehnya lima tahun berturut-turut selama periode 2009-2013.

Tapi, maaf, MLS kan liganya pemain pensiunan? MLS Cup rasanya tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan Copa del Rey yang trofinya pernah diraih Lionel Messi dan Javier Mascherano. Atau Coppa Italia yang pernah dimenangkan Gonzalo Higuain bersama Napoli. MLS All-Star juga tidak bisa dibandingkan dengan gelar FIFA Balon d'Or yang lima kali diberikan pada Messi. Pendek kata, level kualitas kedua kompetisi berbeda jauh.

Eit, jangan lupakan asas bola itu bundar. Meski di atas kertas Argentina terlihat mendominasi, segalanya masih mungkin terjadi di atas lapangan hijau.

Bradley cs. tentu tahu 21 tahun lalu pendahulu mereka pernah membungkam Argentina di ajang sama. Dengan kondisi skuat yang lebih pas-pasan. Di tengah prediksi yang menempatkan Amerika sebagai underdog alias pasti kalah. Di bawah sikap meremehkan calon lawan yang menurunkan banyak pemain cadangan.

Ini adalah motivasi tambahan bagi skuat The Yanks, selain dukungan penuh suporter di rumah sendiri. Jadi, siap-siap saja mendapat kejutan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun