Mohon tunggu...
Eko Nurhuda
Eko Nurhuda Mohon Tunggu... Penulis - Pekerja Serabutan

Peminat sejarah dan penikmat sepak bola. Tulisannya pernah dimuat di Tabloid BOLA, BOLAVaganza, FourFourTwo Indonesia, detikSport, juga Jambi Ekspres, Telusuri.id dan Mojok.co. Sempat pula menelurkan beberapa buku seputar blog-internet. Kini berkecimpung di dunia novel online dan digital self-publishing.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Mimpi Punya Sepeda Lagi

25 Maret 2016   23:43 Diperbarui: 4 April 2016   20:33 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Naik kelas lima SD kami sekeluarga pindah ke daerah transmigrasi bernama Batumarta VIII. Di sana pemukiman warga dibagi-bagi dalam blok-blok, dan saya bersama orang tua tinggal di Blok A. Sementara sekolah saya berada di Blok D. Untuk menuju ke sekolah, saya harus menempuh perjalanan selama 25-30 menit melewati hutan dan perkebunan karet.

Banyak anak-anak asal Blok A yang bersekolah. Sehingga kami biasa berangkat sekolah ramai-ramai jalan kaki. Tergantung cuaca hari itu, kalau malamnya hujan sepatu dilepas dan perjalanan ditempuh dengan telanjang kaki. Sesampainya di sekolah barulah cuci kaki dan sepatu dipakai kembali.

Lalu tibalah saat Ebtanas alias ujian akhir untuk siswa kelas VI SD. Masalah bagi saya datang, sebab lokasi Ebtanas bukan di sekolah saya, tapi di sekolah lain yang jaraknya lebih jauh. Tak mungkin jalan kaki karena ujian sudah dimulai jam 07.00 WIB. Lagipula siswa kelas VI dari Blok A hanya ada empat anak termasuk saya. Nah, yang jadi masalah adalah saya belum bisa naik sepeda!

Jadilah libur hari tenang selama sepekan sebelum Ebtanas saya manfaatkan untuk belajar naik sepeda. Memakai sepeda dewasa milik tetangga, saya diajari seorang teman sepermainan yang merupakan adik ke;as. Dengan sabar teman saya ini memegangi boncengan sepeda agar saya dapat latihan menyeimbangkan badan dan menggenjot. Alhamdulillah, sehari sebelum Ebtanas saya sudah lancar melajukan sepeda dalam jarak jauh.

Lulus SD saya masuk SMP yang terletak di desa tetangga, dikenal sebagai Batumarta VI atau Unit VI. Saya tinggal bersama adik Ibu, seorang bidan yang bersuamikan tentara. Sebagai bidan desa, Bulik mendapat sepeda inventaris. Tapi karena beliau sudah punya sepeda motor, sepeda inventaris itu pun jadi "milik" saya. Di situlah saya lebih lancar lagi bersepeda.

Aktivitas bersepeda mulai jarang saya lakukan saat pindah ke Jambi. Di sini sekolah dekat, sehingga saya cukup berjalan kaki. Di SMA pun demikian, saya lebih suka berjalan kaki ke sekolah karena dekat sekali dengan kontrakan. Praktis, bersepeda hanya untuk jalan-jalan sore saja keliling desa bersama adik saya yang masih kecil.

Ke Kampus dengan Sepeda

Masuk bangku kuliah di Jogja, barulah saya akrab lagi dengan sepeda. Kampus yang jauh dari kos-kosan membuat saya memilih beli sepeda. Jadilah wira-wiri ke kampus, ke minimarket untuk beli kebutuhan sehari-hari, ke warung makan, ke perpustakan, ke kontrakan kawan, saya naik sepeda.

Kenapa tidak sepeda motor saja? Pertama, harga sepeda jauh lebih murah. Lebih-lebih di Jogja banyak ditawarkan sepeda bekas dalam kondisi bagus dengan harga murah. Kedua, sepeda tidak perlu bensin untuk dijalankan. Ketiga, pengendara sepeda tidak perlu memiliki SIM untuk bisa berkendara di jalanan, juga tidak dikenakan pajak tahunan. Keempat, bersepeda itu menyehatkan.

Beruntung sekali teman-teman kampus banyak yang suka bersepeda. Bahkan ada yang rumahnya sangat jauh dari kampus, tapi tetap memilih bersepeda setiap kali ada kuliah. Salut!

Oya, waktu itu sepeda yang saya pakai sepeda biasa. Entah mereknya apa karena saya beli dari teman. Catnya sudah diganti sehingga merek aslinya sudah hilang. Meski bekas, sepeda pertama saya tersebut menemani saya selama kira-kira dua tahun, sebelum berganti sepeda yang sedikit lebih bagus. Sepeda yang rantainya bisa diatur supaya kita bisa menggenjot dengan ringan tapi laju sepeda tetap kencang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun