Penulis: Alvi Tri Anwari (NPM) dan Darwin H. Pangaribuan (NIDN 0013016302)
(Mahasiswa dan Dosen Jurusan Agronomi Hortikultura)
Fakultas Pertanian Universitas Lampung
Teknik pemeliharaan tanaman berpengaruh besar terhadap tinggi atau rendahnya jumlah produksi untuk menunjang ketahanan pangan nasional.
Pendahuluan
Padi (Oryza sativa L.) ialah komoditas tanaman pangan yang sangat penting bagi banyak orang seluruh dunia, terutama di Indonesia. Hal tersebut dikarenakan padi adalah sumber beras, yang dijadikan masyarakat Indonesia untuk kebutuhan makanan sehari-hari. Jumlah penduduk yang mengalami peningkatan setiap tahunnya, secara tidak langsung produksi padi juga dituntut untuk mengalami peningkatan agar dapat mencukupi kebutuhan pangan masyarakat. Berdasarkan data BPS, pada tahun 2023 total produksi padi Indonesia diperkirakan sebesar 53,63 juta ton GKG. Jumlah tersebut mengalami penurunan, apabila dibandingkan produksi padi pada tahun 2022 yang berjumlah sekitar 54,75 juta ton GKG. Berdasarkan kondisi tersebut, semua elemen termasuk pemerintah dan petani dituntut untuk berupaya semaksimal mungkin dalam mencapai produksi beras yang stabil guna menjaga kedaulatan dan ketahanan pangan nasional.
Terdapat cukup banyak faktor yang dapat berpengaruh terhadap produksi padi, contohnya kesuburan tanah, krisis iklim, dan serangan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT). Pemeliharaan tanaman ialah salah satu usaha yang dapat dilakukan oleh petani untuk mencegah ataupun mengatasi permasalahan tersebut. Kegiatan tersebut merupakan usaha yang dilakukan dalam merawat atau memelihara tanaman yang mencakup perlindungan tanaman hingga pemberian pupuk (Hidayatulloh et al., 2012). Tahapan pemeliharaan tanaman padi meliputi, pemupukan, irigasi, dan pengendalian OPT.
Teknik Pemeliharaan Tanaman Padi
1. Irigasi atau Pengairan
Pada proses kegiatan budidaya padi sawah dulu hingga sekarang, ketersediaan air irigasi sangat bergantung pada sumbernya. Setiap kondisi ketersediaan air memiliki cara pemberian dan pembagian yang berbeda-beda sesuai dengan jumlah air yang tersedia. Terdapat 3 macam cara pengairan atau sistem irigasi untuk padi sawah, yaitu antara lain :
1.1 Irigasi Terus-Menerus (Continous Flow)
Sistem irigasi ini adalah sebuah sistem pemberian air pada lahan padi sawah dengan terus menerus, yaitu air dari saluran distribusi mengaliri seluruh petak sawah di area irigasi secara terus menerus. Selanjutnya, air mengalir dari satu petak ke petak lainnya hingga semua petak terisi, dan apabila air kelebihan, akan dialirkan melalui saluran pembuangan. Sistem irigasi ini baik digunakan untuk menekan pertumbuhan gulma, namun dinilai boros air pemakaian pupuk dan pestisida kurang efisien (Sumadiyono, 2012).
1.2 Irigasi Bergilir (Rotational Irrigation)
Sistem irigasi bergilir ini adalah cara pemberian air irigasi yang dilakukan untuk periode waktu tertentu di suatu lahan. Dengan demikian, pada lahan tersebut bisa menyimpan air yang digunakan sampai irigasi periode berikutnya. Sistem irigasi ini baik digunakan karena dapat menghemat tenaga dan waktu.
1.3 Irigasi Berselang (Intermittent Irrigation)
Irigasi berselang adalah merupakan sistem pemberian air irigasi pada kondisi kering dan tergenang secara berselang atau bergantian pada jangka waktu tertentu. Pada waktu tertentu, kandungan air pada permukaan tanah dibiarkan turun hingga genangannya habis, kemudian sawah digenangi kembali, lalu lahan digenangi kembali. Namun, batas kadar air yang dapat mengurangi produksi tetap diperhatikan agar tanah tetap dalam kondisi cukup lembab. Cara ini disarankan karena dapat meningkatkan produksi, memudahkan dalam pemupukan dan pengendalian hama dan penyakit, serta menghemat penggunaan air (Sumadiyono, 2012).
OPT merupakan organisme atau makhluk hidup yang mampu menghambat hingga mematikan pertumbuhan tanaman dengan cara merusak fisik, mengaggu fisiologi, dan persaingan dalam memperoleh unsur hara. OPT terdiri dari 3 kelompok, yaitu hama, penyakit, dan gulma. Gulma yang sering tumbuh di sekitar pertanaman padi antara lain, jajagoan atau jawan (Echinochloa crusgalli), teki ladang (Cyperus rotundus L.), Semanggi (Marsilea crenata), jekeng (Cyperus iria), Gonda (Sphenoclea zeylanica Gaertn.), jukut pepayungan (Cyperus difformis), genjer (Limnocharis flava L Buck.), rumput grinting (Cynodon dactylon), dan babawangan (Fimbristylis miliacea).
Hama yang biasanya menyerang padi sawah meliputi, penggerek batang, wereng, walang sangit, hama putih palsu, keong mas, dan burung. Sedangkan, penyakit yang sering menginfeksi tanaman padi sawah antara lain, hawar daun bakteri, penyakit blas, busuk batang, tungro, dan bercak daun. Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengendalikan OPT diatas, antara lain pengendalian secara mekanis, fisika, kimiawi, biologi, dan kultur teknis.
Metode pengendalian gulma yang sering digunakan oleh petani ialah pengendalian gulma secara mekanis dan kimiawi. Metode pngendalian gulma secara mekanis, atau biasa disebut penyiangan merupakan kegiatan untuk menghilangkan gulma dengan memotong, mencabut, atau membongkar sampai ke akarnya. Waktu yang tepat untuk melakukan pengendalian gulma yaitu pada saat periode kritis pertumbuhan. Waktu tersebut dianggap tepat, karena gulma dan tanaman secara aktif bersaing dalam memperoleh sarana tumbuh (Zimdahl 1980). Periode kritis ini adalah momen yang ideal untuk mengendalikan gulma, dalam artian melakukan pengendalian secara efektif dan efisien untuk menghemat biaya, tenaga, dan waktu (Sukman dan Yakup 2002).
Sedangkan untuk metode pengendalian hama dan penyakit yang sering digunakan petani ialah pengendalian secara kimiawi dengan pengapikasian insektisida dan fungisida. Metode ini dinilai efektif, namun cara dan waktu harus dilakukan dengan tepat. Pengendalian hama penyakit tanaman dilakukan apabila populasi keberadaan hama atau tingkat kerusakan yang diakibatkan oleh penyakit sudah menunjukkan potensi terjadinya kerugian atau penurunan produksi. Pemakaian pestisida adalah salah satu langkah pengendalian yang diambil ketika keberadaan hama sudah melebihi jumlah musuh alami, yang mengakibatkan tidak efektif lagi dalam menekan populasi hama. Selain itu, metode pengendalian lain juga tidak bisa berguna dengan baik, lalu keberadaan hama sudah mencapai ambang batas ekonomi, dimana kerusakan yang ditimbulkan lebih dominan dibandingkan dengan biaya untuk pengendalian (Soejitno dan Edi, 1993).
3. Pemupukan
Pupuk adalah sarana produksi yang berperan sangat penting dalam meningkatkan produktivitas tanaman, terutama padi sawah dikarenakan pupuk mempunyai kandungan unsur hara yang diperlukan oleh tanaman. Teknik pemupukan tanaman padi sangat bervariasi, tidak ada ukuran waktu dan dosis yang pasti, karena ada banyak faktor yang perlu diperhatikan. Struktur tanah yang memiliki kondisi unsur hara yang berbeda di setiap lokasi tentunya memerlukan teknik pemupukan yang bervariasi. Waktu pemupukan disesuaikan dengan jenis pupuk yang digunakan dan tahap pertumbuhan tanaman, guna memastikan penyerapan unsur hara berlangsung secara optimal.
Pupuk TSP atau SP-36 biasanya diaplikasikan secara bersamaan dengan penanaman, sementara urea diaplikasikan dalam dua tahap: setengah dosis pada satu minggu setelah tanam, dan setengah dosis lagi 35 hari setelah tanam, yaitu pada saat tanaman berada dalam fase aktif. Pengaplikasian pupuk KCL sebaiknya dilakukan dengan jumlah sedikit namun sering, dibandingkan dengan memberikan sekaligus dalam jumlah banyak. Supaya penyerapan unsur hara dapat berlangsung efektif, pemberiannya disesuaikan dengan tahap pertumbuhan tanaman padi: 1/3 dosis diberikan satu minggu setelah tanam, 1/3 dosis pada saat 35 hari setelah tanam, dan 1/3 dosis lagi pada 55 hari setelah tanam (Wahid, A, 2000).
Balitbang Pertanian (2020) menyusun panduan perkiraan dosis untuk pupuk
Nitrogen (N), Fosfor (P), dan Kalium (K). Anjuran pengaplikasian pupuk N dilandaskan untuk taraf atau tingkat kondisi produktivitas atau kesuburan lahan. Untuk lahan dengan produktivitas yang kecil, atau <5 ton/ha, diperlukan urea sebanyak 200 kg/ha. Untuk level produktivitas yang sedang atau kisaran 5--6 ton/ha, diperlukan urea sebesar 250--300 kg/ha. Sedangkan untuk tingkat produktivitas tinggi yaitu > 6 ton/ha, diperlukan urea antara 300 sampai 400 kg/ha. Anjuran ini selanjutnya dituangkan untuk dosis perkiraan pupuk urea atau ZA sesuai dengan produktivitasnya sendiri-sendiri.
Sedangkan untuk perkiraan dosis pupuk P dan K dilandaskan dari peta kandungan hara P dan K dengan skala 1:250.000. Penyusunan rekomendasi acuan pupuk N, P, dan K digunakan bagi setiap kecamatan yang ada di Indonesia. Untuk padi sawah, anjuran pemberian pupuk P dan K dirancang menurut kondisi P dan K lahan sawah. Penentuan kondisi P didasarkan pada kandungan hara P yang diekstraksi menggunakan HCl 25%, dan dibagi menjadi tiga kategori: tinggi (> 40 mg P2O5/100g), sedang (20--40 mg P2O5/100g), dan rendah (< 20 mg P2O5/100g). Sedangkan S penentuan kondisi K tanah didasarkan pada kandungan hara K yang diekstraksi menggunakan HCl 25%, dan juga dikelompokkan menjadi tiga kategori : tinggi (> 40 mg K2O/100g), sedang (20--40 mg K2O/100g), dan rendah (< 20 mg K2O /100g) (Balitbang Pertanian 2020).
Kesimpulan
Berdasarkan isi karya tulis diatas, dapat disimpulkan bahwasannya teknik pemeliharaan tanaman memiliki peran yang sangat penting dalam kegiatan budidaya tanaman padi sawah. Tahapan pemeliharaan yang meliputi irigasi, pengendalian OPT, dan pemupukan harus selalu dilakukan dan diperhatikan pada setiap proses budidaya tanaman. Teknik pemeliharaan tanaman berpengaruh besar terhadap tinggi atau rendahnya jumlah produksi. Apabila teknik pemeliharaan dengan cara-cara diatas, diharapkan produksi padi akan meningkat dan dapat menunjang ketahanan pangan nasional.
Karya tulis ini adalah modifikasi dari sebagian konten praktik umum mahasiswa dengan Bahasa populer. Karya tulis ini telah diuji kemiripannya dengan “Turnitin Similarity Index” yaitu 10 %. Data Daftar Pustaka dan Turnitin tersedia. Konten video praktik umum ditayangkan disini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H