Mohon tunggu...
Darwin KangGURU
Darwin KangGURU Mohon Tunggu... Dosen - Agroteknologi, Universitas Lampung

"PEMBELAJAR Pendidik dan PENDIDIK Pembelajar". Menulis di Kompasiana untuk menunaikan misi hidup dan menisbahkan diri dengan zaman

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno Pilihan

Penanganan Pascapanen Bawang Putih Mendukung Ketahanan Pangan

25 November 2024   10:36 Diperbarui: 25 November 2024   10:41 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Siung bawang putih. Sumber" Trubus.Id 2024 

Penulis Nur Indah Safitri dan Darwin H. Pangaribuan (Mahasiswa Pascasarjana dan Dosen Jurusan Agronomi Hortikultura) Fakultas Pertanian Universitas Lampung

"Bawang putih termasuk tanaman yang mudah rusak, dan kerugian pascapanen bisa sangat besar jika prosedur penyimpanan dan penanganan yang memadai tidak diterapkan"

Bawang putih (Allium sativum.L) merupakan tanaman yang tergolong dalam family Liliceae yang memiliki bentuk berumbi dan berbau yang khas. Umbi bawang putih digunakan sebagai bumbu rempah dan bahan biofarmaka sehingga permintaan bawang putih meningkat baik skala nasional maupun internasional. Baswarsiati dkk (2019), menjelaskan produksi bawang putih mengalami penurunan selama 5 tahun terakhir yang masih menunjukkan kisaran antara 17-22 ribu ton. Penurunan produksi bawang putih disebabkan salah satunya karena penanganan pascapanen yang kurang presisi.

Bawang putih termasuk tanaman yang mudah rusak, dan kerugian pascapanen bisa sangat besar jika prosedur penyimpanan dan penanganan yang memadai tidak diterapkan. Produksi bawang putih perlu disimpan dalam jumlah besar untuk memenuhi kebutuhan pasar lokal maupun internasional. Penyimpanan bawang putih ini sebagian besar dapat diatasi dengan penerapan teknologi pascapanen dan struktur penyimpanan yang lebih baik. Oleh karena itu, mempertahankan hasil dan meningkatkan kualitas umbi bawang putih merupakan hal yang harus dicapai dalam pascapanen bawang putih.

Kondisi Penyimpanan Bawang Putih 

 Bawang putih adalah salah satu tanaman non klimakterik yang dapat bertunas dan mengalami peningkatan laju metabolisme setelah dipanen (Barrios, 2006). Setelah dipanen, produk segar bawang putih biasanya mengalami perubahan pascapanen seperti kehilangan air, penyusutan, kerusakan dinding sel, pelunakan, ketidakstabilan fisiologi, perubahan kimia, dan pembusukan. Atashi dkk (2011), menjelaskan bahwa fisiologis dan reaksi biokimia akan melambat secara signifikan pada suhu rendah dan tinggi sehingga dapat memperlambat pembusukan tunas. Sunanta dkk (2023), mengatakan bahwa tujan dari pengelolaan pascapanen ialah untuk menjaga kualitas bawang putih dan memperpanjang umur simpannya.

Penyimpanan yang tepat sangat penting untuk menambah kestabilan dan kesinambungan pasokan bawang putih untuk pemasaran dalam negeri dan luar negeri karena meningkatnya permintaan produk bawang putih yang berkualitas (Madhu dkk, 2019). Penyimpanan umbi bawang putih dapat disimpan pada suhu sekitar 13-18oC dan kelembapan antara 40-60% yang  disarankan sebagai penyimpanan terbaik untuk umbi bawang putih karena hama, jamur, dan patogen kurang aktif. Naresh dkk (2013), mengatakan bahwa sebagian besar petani di distrik Khurda menyimpan bawang putih dengan mengikat dan mengggantungkannya dalam tandan di dalam rumah. Bawang putih yang telah dikeringkan kemudian digantungkan disuhu ruang dapat meningkatkan masa simpan bawang putih tersebut.

Mahdu dkk (2019) mengatakan dormansi umbi yang disimpan pada suhu berkisar antara 5-18 oC membuat umbi mulai berkecambah dan Takagi (1990), mengungkapkan bahwa laju respirasi umbi bawang putih lebih besar pda suhu 5, 10, 15 oC dibandingkan penyimpanan pada suhu 0 atau 20 oC. Umbi bawang putih yang diawetkan dengan baik dan sehat dapat disimpan pada suhu 0 oC dan kelembaban relatif berkisar antara 65 hingga 70% selama 6--7 bulan dengan kehilangan penyimpanan yang rendah. Suhu dan kelembapan relatif terbaik untuk bawang putih dengan kualitas pemeliharaan yang baik adalah 0oC hingga 1oC dan kelembapan relatif 60--70% dan dapat disimpan lebih dari 9 bulan di bawah suhu tersebut.

Kondisi penyimpanan yang optimal berperan penting dalam menjaga kualitas bawang putih selama masa penyimpanan. Mahdu dkk (2019), mengatakan terdapat parameter penyimpanan utama yaitu suhu, kelembaban relative, ventilasi, waktu, dan kondisi atmosfer yang dikendalikan. Suhu dan kelembaban relative selama masa penyimpanan secara langsung mempengaruhi sifat fisik, kimia, biologi, komposisi gizi, dan potensi bioaktif akhir bawang putih. Perkecambahan, penurunan berat fisiologis, laju respirasi dan karakteristik kualitas umbi bawang putih sangat dipengaruhi oleh suhu selama penyimpanan. Verissimo dkk (2010), mencatat bahwa suhu yang lebih tinggi mengurangi potensi antioksidan pada bawang putih.

Waktu penyimpan bawang putih merupakan parameter fungsional yang penting untuk sifat bioaktif umbi bawang putih. Kemampuan antioksidan maksimum siung bawang putih ditemukan setelah masa simpan selama 8 minggu pada suhu 20 oC sedangkan kandungan polifenol dan organosulfur maksimum ditemukan antara penyimpanan 6-8 minggu (Fei, 2015). Yamazaki dkk (2014), menyatakan bahwa penyimpanan pada suhu 1oC atau lebih rendah lagi sangat penting untuk menekan perkecambahan dan perakaran, dan semakin rendah suhu penyimpanan, maka semakin tinggi penekanan pertumbuhan tunas setelah penyimpanan. Namun pada suhu 2 oC dianggap sebagai suhu yang paling cocok untuk penyimpanan jangka panjang dan cekungan pada suing bawang putih terbentuk di suhu 3 oC (Gambar 1). Cekungan pada bawang putih terjadi karena turunnya satu atau dua lapisan sel yang sejajar dengan lapisan epidermis dan gejalanya berkembang seiring dengan turunnya sel yang menyebar di lapisan tersebut.

Aktivitas Allinase

Allinase merupakan enzim yang terdapat di bawang putih yang memiliki bau khas saat bawang putih dicincang, dipotong atau dihancurkan. Allisin memiliki kandungan senyawa sulfur yang antioksidan dan antimikroba yang tinggi dan sangat bermanfaat untuk kesehatan manusia. Cavalito dkk (1994), menjelaskan sifat antimikroba bawang putih disebabkan karena organosulfur yang berasal dari aksi enzimatik allinase pada sistein sulph-oksida yang menghasilkan allicin. Ellmore dkk (1994), menjelaskan bahwa allinase sangat melimpah dalam jaringan bawang putih dan membentuk sekitar 10% dari total protein dalam sel.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun