Mohon tunggu...
Drh. Chaidir, MM
Drh. Chaidir, MM Mohon Tunggu... profesional -

JABATAN TERAKHIR, Ketua DPRD Provinsi Riau Periode 1999-2004 dan Periode 2004-2008, Pembina Yayasan Taman Nasional Tesso Nillo 2007 s/d Sekarang, Pembina Politeknik Chevron Riau 2010 s/d sekarang, Ketua Dewan Pakar DPD Partai Demokrat,Riau 2009 s/d 2010, Wakil Ketua II DPD Partai Demokrat Riau 2010 s/d 2015, Anggota DPRD Tk I Riau 1992 s/d 1997, Wakil Sekretaris Fraksi Karya Pembangunan DPRD Tk I Riau 1993 s/d 1998, Ketua Komisi D DPRD Tk. I Riau 1995 s/d 1999, Ketua DPRD Provinsi Riau 1999 s/d 2004, Ketua DPRD Provinsi Riau 2004 s/d 2008, Wakil Ketua Asosiasi Pimpinan DPRD Provinsi se-Indonesia 2001 s/d 2004, Koordinator Badan Kerjasama DPRD Provinsi se-Indonesia Wilayah Sumatera 2004 s/d 2008, Pemimpin Umum Tabloid Serantau 1999 s/d 2000, Pemimpin Umum Tabloid Mentari 2001 s/d 2007, Anggota Badan Perwakilan Anggota (BPA Pusat)AJB Bumiputera 1912 2006 s/d 2011, Ketua Harian BPA AJB Bumiputera 1912 (Pusat)2010 s/d 2011, Dosen Luar Biasa FISIPOL Jurusan Ilmu Pemerintahan UIR Pekanbaru 2009 s/d sekarang, Dosen Luar Biasa FISIPOL Jur Ilmu Komunikasi Univ Riau Pekanbaru 2009 s/d sekarang, Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi DWIPA Wacana 2011

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Veni, Vidi, Vici

27 September 2012   01:00 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:37 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh drh Chaidir

JOKOWI datang, Jokowi bertanding, Jokowi menang. Atau Ahok datang, Ahok bertanding, Ahok menang. Pasangan Jokowi-Ahok yang datang dari negeri antah berantah, langsung bertanding dan langsung menang. Jokowi-Ahok laksana Jenderal Romawi yang gagah perkasa, Julius Caesar, ketika mengucapkan Veni, Vidi, Vici, pada tahun 47 SM. Ungkapan yang sangat terkenal, dan melintasi zaman itu berarti "Aku datang, aku lihat, aku menang."

Veni, vidi, vici adalah frasa Latin, merupakan pesan singkat yang ditujukan oleh Sang Jenderal kepada Senat Romawi melalui kurir. Pesan itu tentulah tidak dikirim melalui SMS atau BBM. Julius Caesar hanya ingin menggambarkan kemenangannya atas Pharnace II dalam pertempuran Zela, yang dicapainya dengan mudah dan mutlak.

Jokowi dan Ahok tidak mencapai kemenangan dengan mudah dan mutlak. Mereka memerlukan dua putaran untuk memenangkan kompetisi. Namun siapapun yang mencermati kompetisi tersebut, tentu tidak keberatan menyebut, Jokowi-Ahok membuat sensasi pemilukada terasa beda. Kalah menang itu soal biasa. Tapi jalan yang ditempuh oleh Jokowi dan Ahok memenangkan pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2012 terasa fenomenal. Ibarat liga sepakbola professional di Eropa, Jokowi dan Ahok memang sudah terpantau memiliki talenta, tapi selama ini mereka baru teruji bermain dalam kompetisi level "tarkam" (antar kampung), bukan di divisi utama. Mereka memang diprediksi oleh beberapa pengamat suatu saat kelak akan jadi bintang, tapi tidak sekarang.

Tapi Jokowi-Ahok melakukannya sekarang, ketika Jakarta penuh dengan tokoh-tokoh nasional yang cemerlang, terbilang dan terpandang. Jokowi-Ahok bersama pemilih Jakarta, pada putaran pertama bahkan sempat mempermalukan prediksi semua lembaga survei independen yang selalu mengatakan hasil survei mereka memiliki tingkat presisi yang sangat tinggi. Kenyataannya semua meleset jauh. Sebenarnya, empat pemilukada di Riau pada 2010 lalu, telah memberi peringatan dini. Dalam pemilukada Walikota Dumai, Kabupaten Bengkalis, Kabupaten Indragiri Hulu dan Kabupaten Kepulauan Meranti, semua ramalan tim survey meleset.

Konon kambing hitam di Riau ketika itu, jago unggulan tidak melaksanakan dengan konsisten rekomendasi tim survey. Jago unggulan terlalu percaya diri. Atau sebaliknya, prediksi tim survey yang bagus sudah dianggap garansi untuk menang. Pembenaran itu agakya bisa diterima. Tapi untuk Jakarta beda. Faktor yang kelihatannya cukup berpengaruh adalah sikap Jokowi-Ahok yang bersahaja dan rendah hati.

Waktu akan membuktikan apakah Jakarta memang memerlukan seorang pemimpin yang "humble." Salah satu pelajaran penting yang bisa kita petik dari pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2012, adalah ketika Foke berlapang dada mengucapkan selamat kepada Jokowi. Foke nampaknya siap menang siap kalah, sesuatu yang belum tentu bisa dilakukan Jokowi.

Tentang Penulis : http://drh.chaidir.net

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun