Oleh drh Chaidir
EROPA tak henti-hentinya memanjakan selera penggemar sepakbola di seantero jagat raya, termasuk Indonesia. Ketegangan lomba penentuan juara Liga Premiere Inggris beberapa pekan lalu yang dimenangkan oleh Manchester City hanya beda selisih gol dari rival sekotanya Manchester United, rasanya masih sayang untuk dilupakan. Disusul kemudian final Liga Champion yang amat mendebarkan antara tuan rumah Bayern Munchen melawan Chelsea, yang dimenangkan oleh Chelsea secara amat dramatis. Dua kali Bayern Munchen unggul. Pertama dalam masa normal. Kedua dalam dua tendangan awal adu penalti. Namun kemenangan Bayern Munchen yang sudah di depan mata, direnggut oleh anak-anak asuhan Roberto di Matteo. Chelsea pulang ke London dengan membawa Piala Liga Champion.
Tiga pekan ke depan, mulai 6 Juni sampai tanggal 3 Juli, Benua Eropa menyelenggarakan pula Piala Eropa, yang disebut-sebut kejuaraan paling akbar di dunia setelah Piala Dunia. Tidak heran karena 16 tim yang lolos babak kualifikasi dan bertanding di babak final adalah tim-tim tangguh yang memiliki pemain-pemain handal. Bahkan negara-negara yang tak bisa dianggap enteng seperti Turki, Austria, Belgia, Skotlandia, Norwegia, Bulgaria, dan Yugoslavia terpaksa jadi penonton.
Putaran pertama saja dalam tiga hari ini, sudah menghadirkan ketegangan ketika tuan rumah Polandia yang kelihatannya bakal menang besar melawan Yunani yang terpaksa bermain 10 orang ternyata berakhir seri 1-1. Favorit Belanda yang bertabur bintang (antara lain Robben, Dick Kuyt, Robie van Persie dan Sneijder) bahkan ditumbangkan oleh Denmark. Juara Dunia Spanyol, nasib baik bisa menyamakan skor 1-1 melawan tim Italia yang sedang babak belur dilanda kasus pengaturan skor jilid 2 yang dikenal dengan istilah "Calcioscommesse" yang menyebabkan beberapa bintangnya dicoret dari tim Azurri. Ketika kolom ini ditulis, dua raksasa Inggris dan Prancis yang bakal terlibat perang bintang, sedang bersiap-siap melakukan pemanasan.
Para pencandu sepakbola di Indonesia memang terpaksa mengubah ritme agenda rutinnya selama tiga pekan ini, karena setiap malam begadang terjangkit histeria Piala Eropa. Tapi tak masalah. Yang selalu membuat galau adalah, setiap kali ada event besar sepakbola, setiap kali pula kita bertanya pada diri sendiri, kapan Indonesia memiliki taraf sepakbola yang tinggi seperti Eropa? Kapan kita memiliki pemain-pemain yang layak bertarung di liga-liga Eropa seperti pemain nasional Jepang Shinji Kagawa, Honda, Hidetoshi Nakata, atau pemain Korea Selatan Park Ji-Sung yang sudah beberapa musim bermain di Manchester United? Memang ada pemain yang berdarah Indonesia, yaitu pemain gelandang Cagliari, Radja Nainggolan, tapi pemain ini berkebangsaan Belgia, lahir dan besar di Belgia. Konon boss Cagliari, Massimo Cellino, akan melepas Radja Nainggolan ke Juventus atau klub Rusia, Zenit St Petersburg, dengan catatan klub tersebut mau membayar transfer sebesar 18 juta eruo (211 miliar rupiah).
Seiring Piala Eropa, berita baik datang dari Malaysia beberapa hari lalu, ketika dua kubu dalam tubuh persepakbolaan Indonesia yang sebelumnya berseteru telah berdamai di bawah bendera Asian Football Confederation. Dengan demikian ke depan PSSI diharapkan lebih fokus mengurus persepakbolaan kita sebagai langkah awal menuju ke panggung dunia. Kalau semuanya berlapang dada demi persepakbolaan nasional, tak ada kusut yang tak terungkai.
Tentang Penulis : http://drh.chaidir.net
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H