Qua Vadis Koalisi?
Oleh drh Chaidir
RENCANA Pemerintah untuk menaikkan harga BBM, menampakkan wajah lain panggung politik nasional. Partai-partai yang tergabung dalam Sekretariat Gabungan Koalisi partai pendukung Presiden SBY (Partai Demokrat, Partai Golkar, PAN, PKS, PKB dan PPP) terpecah dalam sikap pro-kontra. Ada yang konsisten terhadap komitmen awal, bersama koalisi dalam suka dan duka mendukung kebijakan pemerintah, ada pula yang tidak konsisten.
Sebagaimana diberitakan berbagai media, PKS paling nyata menunjukkan sikap berbeda dengan sikap pemerintah. PKS sudah menyurati Presiden SBY untuk menyatakan penolakannya. Sementara PPP belum menyampaikan sikap resmi. PPP mempunyai tiga opsi, setuju dinaikkan, tidak dinaikkan, atau ditunda. PPP menyatakan tidak ikut-ikutan PKS menyurati Presiden, tetapi Sekjen PPP, Romahurmuziy menegaskan, seperti juga dimuat berbagai media, pihaknya terus melakukan simulasi dengan berbagai kemungkinan. Kenaikan harga minyak dunia tidak boleh mengganggu roda perekonomian bangsa.
Sikap Partai Golkar sangat diplomatis. "Kita menghormati PKS," kata Ketua DPP Bidang Politik Partai Golkar, Priyo Budi Santoso. Sementara PAN yang merupakan salah satu anggota koalisi, merasa tidak nyaman dengan manuver PKS. Sebagaimana diktuip berbagai media, Wakil Ketua Fraksi PAN Viva Yoga Mauladi mengatakan, kalau mau menolak kenaikan harga BBM, PKS harus menolak pembahasan APBN Perubahan 2012. Yang paling merasa tidak nyaman dengan manuver PKS tentulah Partai Demokrat. "PKS Cuma mau menikmati kekuasaan dan pos empat menteri strategis, tapi tak mau senasib-sepenanggungan dengan pemerintah," sindir Ramadhan Wakil Sekjen Partai Demokrat (Metrotvnews.com 22/3/2012).
Sesungguhnya, bukan dalam perkara harga BBM ini saja Koalisi diterpa badai. Dalam beberapa kesempatan sebelumnya, partai koalisi sudah tidak satu suara. Lihatlah dalam angket kasus Bank Century, pembahasan RUU Penyelenggara Pemilu, pembentukan Panja Mafia Pajak, perpanjangan masa kerja Tim Pengawas Bank Century, dan yang belum lama ini adalah soal moratorium pemberian remisi terhadap terpidana korupsi. Dalam penolakan Hak Angket Mafia Pajak melalui voting dalam sidang paripurna DPR, 22 Februari 2010 silam, Partai Golkar dan PKS berseberangan dengan Koalisinya.
Memang betul Sekretariat Gabungan Koalisi bukan forum yang bisa mengambil keputusan mengikat keluar secara umum. Forum itu hanya bersifat konsultatif. Begitulah koalisi yang dibangun hanya karena kepentingan kekuasaan. Tetapi sekurang-kurangnya kesepakatan yang dibuat bisa mengikat ke dalam, kepada sesama anggota setgab koalisi. Kalau tidak bisa mengikat anggota setgab koalisi, apa artinya koalisi? Kalau takut tidak populer, seharusnya menjadi pertimbangan masing-masing partai untuk ikut-ikutan menikmati kekuasaan politik. Sebab pada awalnya koalisi itu adalah pilihan bebas. Akan lebih terhormat seperti sikap PDI Perjuangan, yang dari awal menunjukkan konsistensi. Kalau berani bersikap maka seharusnya berani pula menghadapi segala risiko. Akan menjadi catatan buruk dalam sejarah, ada partai yang senang dengan kekuasaan yang diperoleh di kabinet, tetapi ogah memikul tanggung jawab.
Sekretariat gabungan koalisi pendukung Presiden SBY ini memang agak aneh, wajar kalau kita bertanya, quo vadis koalisi?
Tentang Penulis : http://drh.chaidir.net
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H